Rontoknya Inggris?


511

Rontoknya Inggris?

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada awal-awal plandemi, seorang kolega ‘bule’, berniat mengubah nasib dengan kembali ke negaranya di Inggris sana. “There will be a better tomorrow for my family,” begitu ungkapnya kala itu. Dipikirnya kehidupan akan lebih baik jika dia tinggal disana.

Padahal saya kasih saran kepada dirinya bahwa kehidupan pasca plandemi di negara-negara Barat nggak akan lebih baik ketimbang negara-negara msiqueen karena adanya konsep Green Economy yang diterapkan. (baca disini dan disini)

Apakah yang saya ungkapkan kemudian terjadi?

Coba anda baca head line pada media mainstream yang banyak bertebaran di media sosial. Dengan jelas dikatakan bahwa Inggris kini bersiap menghadapi krisis ekonomi berkepanjangan. (https://www.vox.com/policy-and-politics/2022/10/1/23378515/uk-financial-crisis-pound-truss)

Itu jauh-jauh hari sudah saya prediksi.

Lantas bagaimana kondisi ekonomi di Inggris saat ini?

Kantor Statistik Nasional (Office for National Statistics) Inggris baru-baru ini merilis laporan triwulan-nya yang membandingkan ekonomi di Inggris saat ini dengan yang terjadi pada tahun 2009 silam.

Secara singkat mereka mau mengatakan ada ‘kemiripan’ antara krisis ekonomi yang terjadi sekarang di Inggris dengan krisis keuangan global satu dekade lalu. (https://www.ons.gov.uk/businessindustryandtrade/changestobusiness/bankruptcyinsolvency/articles/risingbusinessinsolvenciesandhighenergyprices/2022-10-07)

Berdasarkan data, selama kuartal kedua di tahun 2022, ada lebih dari 5.600 perusahaan terpaksa gulung tikar akibat kondisi ekonomi. Dan ini akan terus bertambah pada bulan-bulan berikutnya.

Sejak Agustus, 1 dari 10 bisnis lokal menghadapi risiko kebangkrutan yang bervariasi dari level sedang hingga ke level berat. Semuanya memiliki alasan yang seragam sebagai pemicu default, mulai dari sanksi Rusia terhadap perdagangan Eropa, lumpuhnya rantai pasokan barang hingga hancurnya pasar energi.

Bahkan Janez Lenarci selaku Komisaris Manajemen Krisis Uni Eropa menyatakan bahwa negara-negara UE membutuhkan bantuan bencana akibat krisis energi yang terjadi saat ini yang berpotensi menyulut pemadaman massal secara bergilir. (https://parstoday.com/en/news/world-i185894-germans_protest_soaring_energy_prices_as_eu_warns_of_dark_winter%E2%80%99)

Nggak hanya itu, sebab Deutsche Bank melontarkan pernyataan yang bernada sama. “PDB Inggris nggak akan kembali ke level sebelum plandemi Kopit, hingga setidaknya pada 2024 mendatang. Dan ini hanya bisa terjadi jika ada kemajuan ekonomi,” demikian kurleb-nya.

Dengan kata lain, Inggris nggak mungkin kembali ‘normal’ ekonominya setidaknya sampai 2024. Pertanyaan selanjutnya: memangnya kemajuan ekonomi bakal terjadi di Inggris dalam waktu dekat?

Lebih lanjut Sanjay Raja selaku ekonom senior pada Deutsche Bank berujar, “Pengeluaran rumah tangga dan investasi bisnis akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya selain angka pengangguran yang akan mulai meningkat pada tahun depan.” (https://www.theguardian.com/business/2022/oct/07/uk-economy-predicted-to-be-weak-till-2024-despite-truss-growth-agenda)

Bukankah PM Inggris yang baru, Elizabeth Truss menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 2,5% pada tahun depan? (https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-07-29/truss-sets-growth-target-for-uk-and-vows-revisit-boe-s-mandate)

Kalo bicara target, siapa juga yang bisa membuatnya? Masalah apa itu realistik?

Bisa disimpulkan, krisis ekonomi yang terjadi saat ini di Inggris, membuka jendela bagi rontoknya hegemoni negara tersebut. Sudah banyak indikator menegaskan hal itu.

Dan jangan anda pikir bahwa ini terjadi secara ‘kebetulan’.

Apakah plandemi Kopit terjadi secara spontan? (baca disini, disini dan disini)

Apakah krisis yang dipaksakan di Ukraina juga terjadi karena hal yang alami? (baca disini dan disini)

Silakan anda jawab sendiri soal hal tersebut.

Dan ajaibnya, sudah tahu bahwa ekonomi-nya lagi mlorot tajam, kok bisa-bisanya Inggris mempertahankan hegemoninya di dunia dengan memberikan bantuan spektakuler pada pemerintah Ukraina dalam melawan Rusia.

Anda pikir angka milyaran pound sterling bukankah hal yang fantastik untuk diberikan? (https://www.aljazeera.com/news/2022/9/20/british-pm-to-promise-at-least-2-6bn-for-ukraine-war-in-2023-ft)

Logikanya: bukankah lebih baik dana sebesar itu dipakai untuk menyelamatkan bisnis dan kehancuran ekonomi yang saat ini terjadi di negara tersebut? Rumah tangga-nya sendiri lagi morat-marit, kenapa juga malah membantu menyelamatkan rumah tangga orang lain?

Kenapa ini nggak dilakukan oleh pemerintah Inggris?

Jawabannya ada pada agenda utama sang Ndoro besar, The Great Reset.

Jika ekonomi Inggris nggak collapse, akankah proses resetting bisa berjalan sesuai rencana?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Berkaca dari kasus Inggris, apakah Indonesia bisa mengalami kebangkrutan serupa ?? Sebab presiden Jkw berulang-ulang mengatakan kesulitan ekonomi global dan krisis besar yg akan terjadi pada thn 2023

error: Content is protected !!