Saat Sultan Menjilat Ludah Sendiri


527

Saat Sultan Menjilat Ludah Sendiri

Oleh: Ndaru Anugerah

Di penghujung April silam, rombongan kepresidenan Turki bertandang ke Arab Saudi. Dilaporkan bahwa setelah mengunjungi raja Salman bin Abdulaziz, rombongan Erdogan juga menemui putra mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

Dalam pertemuan tersebut, kedua negara berbicara tentang aspek kerjasama bilateral dari mulai kesehatan, energi, keuangan hingga industri pertahanan. (https://www.cnn.com/2022/04/28/middleeast/turkey-erdogan-saudi-arabia-visit-intl/index.html)

Asal tahu saja, bahwa ini adalah kunjungan pertama sang Sultan ke Saudi, sejak kunjungan terakhirnya di Juli 2017 untuk membahas masalah krisis di Teluk. (https://www.aljazeera.com/news/2017/7/23/erdogan-visits-saudi-arabia-over-gulf-crisis)

Hubungan kedua negara sempat merenggang karena adanya kasus pembunuhan Jamal Khashoggi yang terjadi di tahun 2018, dimana Turki menuduh Saudi sebagai dalang dibalik pembunuhan tersebut. (https://www.bbc.com/news/world-europe-52034510)

Cerita makin panas saat Opa Biden juga ikutan menuding Saudi sebagai eksekutor pembunuhan sepupu Dodi al Fayed tersebut. (https://news.harvard.edu/gazette/story/2021/02/biden-may-regret-releasing-report-on-khashoggi-murder-says-expert/)

Tentang ini saya pernah bahas sebelumnya. (baca disini dan disini)

Apa alasan utama Turki membesar-besarkan kasus Khashoggi?

Karena faktor kepemimpinan, khususnya di dunia Islam. Asal tahu saja, meskipun Turki dan Saudi keduanya lahir dari ‘rahim’ yang sama, namun keduanya justru berebut pengaruh pada komunitas Islam yang ada dunia, khususnya di Timur Tengah.

Singkatnya, Turki nggak mau kalah pamor dengan Saudi di mata dunia Islam.

Nggak aneh jika organisasi Persaudaraan Islam (Islamic Brotherhood) yang digagas Turki dalam memperluas pengaruhnya di dunia Islam, mendapat serangan masif dari Saudi.

Islamic Brotherhood adalah akar dari kejahatan yang bertanggungjawab atas masalah yang timbul di dunia Arab dan juga dunia Islam,” ungkap Menlu Saudi, Nayef bin Abdulaziz. (https://pomeps.org/from-co-optation-to-crackdown-gulf-states-reactions-to-the-rise-of-the-muslim-brotherhood-during-the-arab-spring)

Walhasil, atas kampanye masif Saudi yang mendiskreditkan gerakan akar rumput Turki, organisasi itu nggak mendapat sambutan hangat di kalangan warga muslim Timur Tengah.

Dan Erdogan salah ambil perhitungan atas Saudi sebagai pesaing ideologinya di Timur Tengah.

Seiring berjalannya waktu, terutama saat plandemi melanda Ankara, popularitas sang Sultan mulai meredup di mata konstituen-nya.

Belakangan lebih banyak warga Turki yang percaya bahwa kubu oposisi lebih cocok untuk memimpin negeri ketimbang Erdogan yang disokong oleh partai AKP. Setidaknya itu hasil jajak pendapat terakhir yang digelar di Turki. (https://www.reuters.com/markets/europe/turkeys-economic-woes-are-hurting-erdogan-polls-2022-01-11/)

Atas hal apa kepemimpinan sang Sultan dianggap gagal oleh mayoritas warga?

Tentu saja di bidang ekonomi. Secara umum, Erdogan dinilai gagal dalam mengakhiri krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi.

Gimana nggak. Angka inflasi yang tinggi dinilai sebagai biang kerok krisis ekonomi yang ada, nggak juga bisa ditanggulangi. Belum lagi nilai Lira yang anjlok menjadi 18,4 terhadap dollar, yang menjadikannya sebagai level terendah sepanjang sejarah Turki.

Semua ini mengarah pada meroketnya harga bahan-bahan kebutuhan pokok yang dirasakan langsung oleh kelas pekerja yang didominasi golongan menengah ke bawah sebagai konstituen militan partai AKP yang berakar Islam. (baca disini)

Kalo sudah urusan perut, bisa apa seorang sultan sekelas Erdogan sekalipun?

Mungkin sadar bahwa ada ancaman serius bagi kepemimpinannya, Erdogan kemudian terpaksa mengubah haluan alias menggelar ‘penyesuaian’. Salah satunya untuk menjalin hubungan kembali dengan Saudi selaku seteru utamanya di Timur Tengah.

Harapannya satu, sektor ekonomi lewat kerjasama bilateral bisa diperbaiki dan krisis ekonomi berkepanjangan bisa segera ditanggulangi. Meskipun itu harus menjilat ludah sendiri, tapi itu nggak penting. Yang penting syahwat berkuasa bisa dipertahankan.

Kenapa Turki berkeras menjalin hubungan dengan Saudi?

Setidaknya ada 2 alasan utama. Pertama, Saudi adalah kunci untuk bisa menjalin kemitraan dengan negara-negara Timur Tengah lainnya. Tanpa menjalin hubungan dengan Saudi terlebih dahulu, mustahil kemitraan dengan negara Islam lainnya di Timteng bisa terwujud.

Dan yang kedua, Erdogan sangat membutuhkan fulus dari kerajaan Saudi selain pasar yang cukup potensial untuk menjual produk-produknya.

Atas usahanya ini, jadi nggak aneh jika nilai ekspor Turki ke Saudi pada kuartal pertama di 2022 bisa meningkat mencapai angka 25%, itu karena langkah politik yang diambil Erdogan. (https://www.middleeastmonitor.com/20220406-turkiye-exports-to-saudi-arabia-increase-sharply-in-first-quarter-of-2022/)

Satu yang perlu dicatat, bahwa Saudi bukan tanpa syarat memberikan keran bantuan kepada Turki. Ini bukan bantuan tanpa syarat yang bernilai gratis.

Apa syarat yang diajukan Saudi?

Agar Turki bisa menutup kasus kematian Khashoggi selamanya. Itu adalah aib bagi kepemimpinan MBS di Saudi. Dan sepertinya, permintaan Saudi adalah hal yang mudah untuk dikabulkan.

Jangan heran bila kasus Khashoggi, berakhir anti-klimaks oleh pemerintahan Erdogan. (https://www.dw.com/en/turkey-suspends-khashoggi-trial-moves-it-to-saudi-arabia/a-61387838)

Bagi sang Sultan: nggak apa-apa kasusnya menguap, asalkan jabatan jangan digoyang.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!