Belajarlah dari Libya


515

“Sebenarnya apa sih ditakuti dari HTI?” tanya seorang teman pada suatu acara diskusi. Mendapat pertanyaan tersebut, pikiran saya langsung melayang ke Libya. Lha, apa kaitannya?

Dibawah kepemimpinan Muamar Qaddafi, Libya boleh dikata sebagai negara kaya. Tercatat pendapatan perkapita negara tersebut sangat tinggi di 2010. Angkanya mencapai USD 14.581,9. Bahkan tertinggi di Afrika saat itu.

Bukan itu saja. Libya bahkan negara Afrika yang bebas hutang. Angka kejahatannya juga terendah dibawah pemerintah Qaddafi. Dengan kata lain, Libya adalah negara yang relatif sangat aman dan nyaman saat itu. Bahkan Qaddafi juga menyediakan pendidikan gratis, kesehatan gratis dan beragam subsidi lainnya untuk memanjakan rakyatnya.

Semua nyaris tanpa cela. Nah terus masalah dimana? Masalah Libya sebenarnya ada di Qaddafi.

Qaddafi memimpin Libya dengan tangan besi. Maklum, background militer yang dimilikinya mampu mendorongnya bersikap demikian. Mirip-mirip Soeharto, semua diberangus atas nama stabilitas. Namun kenyataannya, itu semua belum membawa dampak yang cukup signifikan untuk menjatuhkan Qaddafi.

Kenapa Qaddafi harus ditumbangkan?

Wall Street Journal tertanggal 28 Agustus 2009 menyatakan bahwa Libya adalah negara Afrika terkaya akan sumber minyak. Dan konsesi pengolahan minyak di Libya, diserahkan kepada kelompok-kelompok Rothschild, semisal Shell, ExxonMobil, dan kroni-kroninya.

Disini kemudian masalah timbul. Sikap Libya dibawah rejim Qaddafi dinilai menyulitkan investor. Sejak 2007, Libya mengharuskan setiap perusahaan asing yang ingin beroleh konsesi minyak, untuk menegoisasi ulang kontrak.

Pada tahap ini, perusahaan-perusahaan tersebut kudu bayar bonus yang sangat besar, tapi gak sebanding dengan nilai konsesi yang didapat. Parahnya, bila proses ini tidak diikuti, maka tak segan Qaddafi mengancam untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing tersebut.

Aliasnya, rejim Qaddafi terbukti mempersulit bisnis genk Rothschild di negara tersebut. Maka tak heran jika kemudian keluar diktum: “bila sebuah rejim telah mengancam kepentingan bisnis mereka (Rothschild), hanya ada satu jawaban, Gulingkanlah!!”

Segeralah upaya untuk mengulingkan rejim Qaddafi dimulai. Think-tank Rothschild dari mulai Freedom House, National Democrat Institute hingga Open-Society mulai pasang strategi. Kesimpulannya, perang asimetrik harus digelar. Butuh whistle blower untuk menghembuskan isu sebelum aksi-aksi digelar.

Dan yang ditunjuk adalah Hizbut Tahrir. Sejarah mencatat HT Libya-lah yang mengeluarkan seruan jihad atas pemerintah Qaddafi yang dinilai jauh dari nilai-nilai Islami alias rejim Thogut. Dan ujung-ujungnya bisa ditebak, khilafah Islamiyah harus bercokol disana sebagai gantinya.

Sebenarnya, HT Libya mempunyai kisah kelam terhadap Qaddafi, dimana 13 aktivis mereka pernah digantung di depan sekolah dan universitas dengan disaksikan oleh siswa, guru dan keluarga mereka. Inilah kesempatan emas HT Libya untuk membalaskan dendamnya terhadap rejim Qaddafi.

Singkat kata, demonstrasi sebagai perwujudan aksi kemudian masif digelar. Dimulai dari Benghazi pada 17 Februari 2011, hingga kemudian meluas seantero Libya. Karena mendapat support dana yang lumayan besar, aksi-aksi bersenjata-pun kemudian terjadi.

Karena bentrokan yang kemudian menyasar warga sipil kerap terjadi, akhirnya DK PBB mengeluarkan resolusi 1973 dengan alasan terjadi kejahatan kemanusiaan di Libya. Harus ada human intervension untuk mencegah kejahatan atas warga sipil di Libya.

Berbekal ijin tersebut, NATO kemudian membombardir sana-sini lewat udara. Dan puncaknya pada Oktober 2011 di Sirte, Qaddafi berhasil digulingkan dengan cara tragis. Tubuhnya diseret-seret dijalanan hingga akhirnya tewas dengan mengenaskan.

Dan HT Libya lah yang pertama kali mengucapkan selamat atas tumbangnya rejim Qaddafi disana.

Pertanyaannya: setelah 7 tahun, apakah Khilafah Islamiyah terbentuk di Libya sesuai harapan Hizbut Tahrir?

Boro-boro. Yang ada klan Rothschild-lah yang kini berpesta pora di Libya.

Lewat tumbangnya rejim Qaddafi bagi mereka praktis hanya butuh ‘uang recehan’ untuk merampok hasil minyak di Libya, dengan cara menyuap rejim boneka ciptaan mereka. Belum lagi dari proyek-proyek rekonstruksi pasca perang lewat IMF dan World Bank. Menang banyak bray…

Jadi tahu kan, kenapa kita kudu waspada terhadap HTI? Masih mau percaya konsep jihad dan khilafah islamiyah yang mereka usung?

“Makanya punya tuh hobi banyak baca, jangan banyak ngemil micin ditambah baking soda. Yang ada begonya jadi ngembang maksimal.”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!