Memangnya Berani?


512

Memangnya Berani?

Oleh: Ndaru Anugerah – 18062024

Judi online. Frase tersebut banyak dibicarakan banyak kalangan akhir-akhir ini.

Makin mencuat saat seorang anggota polisi wanita asal Mojokerto, Jatim yang nekat membakar suaminya hidup-hidup hingga akhirnya meninggoy. Usut-punya usut sang suami ternyata memiliki hobi yang lumayan bikin sang istri naik pitam, judi online.

Mungkin kalo dapat untung alias mendatangkan uang, sang istri tutup mata saja. Masalahnya, sang suami sudah dibuat bapet alias nggak pegang uang, tapi nggak kapok-kapok juga malah makin gelap mata main judol. “Kalo hari ini kalah, besok pasti menang.”

Singkat cerita, sang suami malah menggunakan penghasilan-nya, bukan untuk membiayai keluarga seperti harapan istri tercinta, malah dipakai judol. Meledaklah amarah sang istri sampai aksi barbar-pun dilakukannya.

Apalagi selama ini, sang suami terkesan ‘ringan tangan’ dalam memperlakukan istri-nya yang kerap complain terhadap kelakuan minus suaminya. Klop sudah. (https://ekonomi.republika.co.id/berita/sezymc423/di-balik-tragedi-polwan-bakar-suami-judi-online-ancaman-nyata-bagi-kehidupan)

Jika aparat keamanan saja bisa gelap mata melakukan judol, bagaimana dengan warga sipil yang gampang terpikat janji surga judol?

Masalah terkait judol bukan hanya itu.

Beberapa waktu yang lalu, seorang anggota dewan yang terhormat juga ketangkap tangan tengah melakukan aktivitas judol saat dirinya tengah menghadiri sebuah rapat. (https://megapolitan.kompas.com/read/2023/10/10/08263231/ketika-cinta-mega-yang-main-judi-slot-saat-paripurna-kembali-nyaleg-dprd?page=all)

Kalo seorang anggota dewan yang terhormat saja bisa tergila-gila dengan rayuan judol, bagaimana dengan nasib rakyat jelantah?

Pertanyaannya: kenapa judol bisa begitu marak?

Karena ada uang besar disana.

Berdasarkan data, uang yang beredar pada judi online global mencapai USD 65,53 miliar di tahun 2022. Angka ini diproyeksi akan meningkat di tahun 2032, menjadi USD 184,28 miliar. (https://www.statista.com/statistics/270728/market-volume-of-online-gaming-worldwide/)

Angka yang sangat fantastik.

Bagaimana kondisinya di Indonesia?

Berdasarkan laporan PPATK, ada sekitar 3,2 juta warga Planet Namek yang teridentifikasi bermain judol. Profesinya-pun beragam, mulai dari pelajar, pekerja kantoran, pedagang, hingga ibu rumah tangga.

“Mereka menghabiskan Rp.100 ribu per harinya untuk melakukan aktivitas judol,” begitu kurleb-nya. (ttps://news.detik.com/berita/d-7392604/ppatk-3-2-juta-orang-main-judi-online-rata-rata-habis-rp-100-ribu-hari)

Kalo ditotal jendral, maka dalam sehari saja, ada sekitar Rp 320 milyar uang tersedot di sektor judol. Berapa dalam sebulan? Kalo setahun berapa nilainya?

Masuk akal jika PPATK menyatakan ada uang mencapai Rp.600 triliun hanya pada kuartal pertama saja di tahun 2024. (https://metro.tempo.co/read/1880268/ppatk-perputaran-uang-judi-online-sudah-tembus-rp600-triliun-di-triwulan-i-2024)

Singkatnya, ada uang besar di pusaran judol.

Wajar jika banyak orang terlibat disana, apapun bentuknya.

Uang memang bukan segalanya, tapi faktanya semua-semua butuh uang juga, bukan?

Lantas siapa bandar besar yang bermain di pusaran judol?

Beberapa tahun yang lalu, publik dikejutkan dengan hadirnya Konsorsium 303 yang ditenggarai menjadi bandar judi kelas kakap pimpinan Apin. Sekali lagi, yang menjadi sosok God Father dibalik konsorsium tersebut adalah seorang petinggi polri bernama Ferdi Sambo. (https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-6753887/apin-bk-bos-judi-online-yang-masuk-konsorsium-303-asuhan-ferdy-sambo)

Jadi kusut saat aparat keamanan bermain di bisnis yang menggiurkan tersebut. Bagaimana cara memberantasnya? Masa main bedil melawan aparat yang lain?

Logis jika ada pemeo bahwa upaya memberantas judi di Planet Namek hanya sekedar lip service semata. “Yang diringkus hanya bandar-bandar judi kelas teri, sementara yang kelas kakap sudah lari duluan, bahkan beberapa nggak tersentuh sama sekali,” ungkap Ketua IPW.

Itu yang ngomong bukan kaleng-kaleng, petinggi di Indonesia Police Watch yang kerjaannya saban hari melototin kinerja aparat kepolisian. Jadi tahu benar bagaimana mekanisme yang bakal diambil jika melibatkan petinggi di aparat kepolisian.

Yah itu tadi, nggak ada ceritanya jeruk makan jeruk.

Belakangan, kasus judol makin marak di Planet Namek yang membuat kepala pak Lurah pusing 7 keliling, 8 tanjakan dan 9 turunan. “Judi online harus diberantas,” begitu ungkap-nya.

Walhasil, pemerintah langsung gercep membentuk satgas pemberantasan judol lewat Keppres yang diluncurkan sang Lurah. (https://www.cnbcindonesia.com/tech/20240615120048-37-546871/perang-melawan-bandar-jokowi-resmikan-satgas-berantas-judi-online)

Bukan itu saja, pemerintah juga berupaya memberantas judi online dengan cara menutup akses konten yang biasa dipergunakan. “Kami akan memberantas judol secara sistematis,” begitu sesumbarnya. (https://rri.co.id/cek-fakta/762066/pemerintah-berantas-judi-online-melalui-penutupan-akses-konten)

Akankah berhasil?

Kalo sudah UUD alias Ujung-Ujungnya Duit, apalagi menyangkut uang dalam jumlah besar, maka judol otomatis diambil alih oleh oligarki. Pasti ada kartel yang mengaturnya alias ada tangan oligarki di dalamnya. Konsorsium 303 membuktikan hal tersebut.

Pertanyaannya: mana yang lebih punya kuasa, oligarki atau pemerintah?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!