Narasi Kebohongan (*Bagian 1)


524

Narasi Kebohongan (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah – 27092024

Saat ini, ketika kesalahan diperbuat seseorang dan dia tidak mau menanggung kesalahan tersebut, maka yang terjadi adalah mencari kambing hitam-nya.

Kambing hitam itu bisa banyak hal, dari mulai setan, tuyul, demit, orang lain, bahkan perubahan iklim.

Perubahan iklim?

Betul sekali. Saya akan kasih contoh atas upaya pengkambing hitam-an ini.

Misalnya, bagaimana beberapa suami di Pakistan yang terpaksa ‘main tangan’ pada istri-nya. Dan yang disalahkan adalah pemanasan global yang ditenggarai mempengaruhi perilaku orang jadi lebih ‘beringas’. (https://wattsupwiththat.com/2024/08/10/wef-climate-change-causes-pakistani-men-to-beat-up-their-wives/)

Atau perubahan iklim yang dapat menyebabkan peningkatan angka kecelakaan kereta api.

Walaupun terdengar aneh, nyatanya isu perubahan iklim sekali lagi dituding sebagai penyebab tewasnya tiga orang meninggal karena kecelakaan kereta api di Aberdeenshire, setelah badai petir dan hujan deras. (https://www.climatedepot.com/2020/08/13/train-derailment-blamed-on-climate-change-scotlands-transport-sec-said-the-climate-crisis-is-presenting-increasing-challenges-for-rail-safety/)

Dan yang nggak kalah anehnya saat lobster yang dituding berperilaku aneh dengan menjadi kanibal bagi sesamanya. Ini bisa terjadi karena adanya perubahan iklim. (https://wattsupwiththat.com/2014/03/11/climate-craziness-of-the-week-warming-causing-lobster-cannibalism/)

Jika disimpulkan, maka semua kejadian aneh di atas bisa terjadi karena dipicu oleh perubahan iklim.

Apakah itu benar adanya? Atau hanya hype dari media mainstream?

Untuk menjawab masalah ini, Prof. John Brignell dari Universitas Southampton membuat situs khusus di tahun 2000 silam yang intinya memberi ruang bagi disinformasi media yang sengaja bergentayangan dan membuat orang panik. Termasuk narasi perubahan iklim.

“Situs ini dikhususkan untuk memantau angka-angka menyesatkan yang menghujani kita melalui media, dan menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan yang tidak perlu. Ini bisa terjadi karena angka-angka tersebut dimanfaatkan media untuk menarik perhatian,” begitu kurleb-nya. (https://web.archive.org/web/20030207092752/http:/www.numberwatch.co.uk/number%20watch.htm)

Nggak hanya itu, sebab Prof. Brignell juga kasih laporan tentang angka-angka yang membanjiri media dan dianggap lebay.

Misalnya saat kasus Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) di tahun 2001 silam, dimana pemerintah Inggris terpaksa ‘membantai sebanyak 40 juta domba untuk mencegah penularan BSE pada manusia. (https://web.archive.org/web/20030218094555/http:/news.telegraph.co.uk/news/main.jhtml?xml=/news/2001/09/28/nbse28.xml)

Atau saat Prof. Brignell merilis daftar lengkap mengenai banyak hal yang disebabkan oleh pemanasan global pada situsnya. Sangat lengkap referensinya dan dapat membuat orang jadi bertanya-tanya.

Ngapain isu pemanasan global di ekspos secara besar-besaran oleh media mainstream jika tanpa maksud tertentu? Jika kenaikan iklim sebesar 0,06 derajat celcius per tahunnya, kenapa harus panik sedemikian rupa? (https://web.archive.org/web/20231018041106/http:/www.numberwatch.co.uk/warmlist.htm)

Dengan adanya revealing yang diunggah oleh Prof. Brignell, publik sangat terbantu. Jadi orang nggak gampang diperdaya oleh hype media mainstream yang tentu saja membuat publik panik.

Nggak aneh jika Science News mendaulat situs yang dimiliki Prof. Brignell sebagai salah satu referensi yang layak jadi rujukan netizen sedunia atas kredibilitasnya. (https://www.sciencenews.org/article/misleading-numbers)

Lalu apa konsekuensi yang harus ditanggung Prof. Brignell atas upayanya menyajikan fakta?

Tentu saja dia dikucilkan dari kalangan saintis yang jadi kolega-nya di banyak tempat. Dia dianggap sebagai orang aneh karena kritiknya terhadap pemanasan global yang justru oleh banyak kalangan (terutama saintis amplop-an) dianggap sebagai kebenaran yang ‘mutlak’. (https://scienceblogs.com/deltoid/2005/02/11/brignell3)

Sangat tragis nasib-nya.

Lantas, sebenarnya perubahan iklim ada apa nggak sih?

Itu tentu ada. Dari dulu juga telah terjadi. Tapi yang jadi masalah adalah saat narasi yang bersifat lebay dan kemudian menjadi corong propaganda. Dan tentu saja ketidak konsistenan yang disebabkan. Itu jelas masalah.

Misalnya saat perubahan iklim yang diklaim dapat menyebabkan musim dingin yang lebih pendek dan mengakibatkan panas. (http://www.techtimes.com/articles/95188/20151016/winter-will-be-shorter-over-the-next-century-thanks-to-global-warming.htm)

Tapi di sisi yang lain, perubahan iklim juga menyebabkan musim dingin dengan intensitas parah. (http://www.theguardian.com/environment/2014/oct/26/global-warming-has-doubled-risk-harsh-winters-eurasia-research-finds)

Atau klaim atas perubahan iklim yang berarti lebih sedikit salju yang turun. (http://www.techtimes.com/articles/95188/20151016/winter-will-be-shorter-over-the-next-century-thanks-to-global-warming.htm)

Namun di sisi yang berbeda, perubahan iklim yang sama justru mengakibatkan salju turun lebih banyak di beberapa belahan dunia. (http://phys.org/news/2011-03-global-snowstorms-scientists.html)

Atau klaim yang menyatakan bahwa perubahan iklim justru mengakibatkan tempat yang basah makin basah dan tempat yang kering makin bertambah kering. (https://web.archive.org/web/20131106092018/https:/www.ncas.ac.uk/index.php/en/climate-science-highlights/463-wet-regions-getting-wetter-dry-regions-drier-as-planet-warms)

Tapi sialnya, klaim itu terbantahkan dengan kenyataan yang lain bahwa tempat yang basah menjadi kering dan tempat yang kering menjadi basah. (https://web.archive.org/web/20151007185423/https:/mashable.com/2015/10/05/south-carolina-floods-global-warming/)

Dan banyak lagi kontradiksi lainnya, yang tentu saja membuat kita bertanya-tanya.

“Sebenarnya perubahan iklim itu menyebabkan kekeringan atau nggak sih?”

Sampai disini hanya suara jangkrik krik-krik-krik yang dapat menjawabnya.

Aliasnya apa?

Ada ketidak konsistenan dalam menggarap narasi perubahan iklim. Ini bisa terjadi karena memang narasi yang dikembangkan berisi kebohongan semata.

Pada bagian kedua kita akan bahas implikasi dari narasi perubahan iklim yang dianggap sebagai biang kerok ketidak warasan yang ada di sekitar kita.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!