Rencana Energi Hijau di Eropa (*Bagian 1)


534

Rencana Energi Hijau di Eropa (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, kenaikan harga bahan bakar belakangan ini, sifatnya kebetulan atau justru ada yang merancangnya?” tanya seorang netizen.

Pada beberapa hari yang lalu, saya pernah mengulasnya. Saya katakan dengan jelas bahwa kelangkaan bahan bakar untuk pasokan energi yang terjadi belakangan ini, bukan kasus yang terjadi secara kebetulan karena ada cetak birunya. (baca disini)

Jadi kalo anda pikir semua akan kembali normal menggunakan bahan bakar fosil dalam waktu dekat untuk mengatasi kelangkaan, anda salah besar.

Siapa yang merancangnya?

Tentu saja kartel Ndoro besar. Ini sejalan dengan program besar mereka untuk mewujudkan The Great Zero Carbon selepas plandemi nanti. Dan moment si Kopit adalah pintu gerbang sempurna untuk mengeksekusi rencana tersebut. (baca disini, disini dan disini)

Saat ini, dengan harga bahan bakar fosil yang menggila, bisa dipastikan hanya beberapa perusahaan yang mampu membelinya. Kalopun bisa beli, itu hanya sementara saja.

Kenapa?

Ketika harga barang yang dihasilkan kemudian disesuaikan dengan harga bahan bakar yang telah dibeli sebagai ongkos produksi, maka otomatis harga barang akan mahal di pasaran. Awal-awal, konsumen yang dalam keadaan terdesak, mungkin akan bisa membeli produk yang dihasilkan.

Namun seiring dengan ekonomi yang tidak kunjung membaik, maka mereka nggak akan mampu lagi untuk membelinya. Akibatnya perusahaan yang memproduksi barang dipaksa kolaps, karena nggak ada lagi yang membeli barang yang telah diproduksi secara massal.

Nggak usah jauh-jauh untuk melihatnya. Harga microchip yang ‘melaju’ tinggi akibatnya kurangnya pasokan listrik untuk produksi, apakah nggak akan mempengaruhi barang lainnya yang memakai komponen tersebut? (https://finance.yahoo.com/news/microchip-sales-continue-soar-higher-112411726.html)

Mungkin anda berpikir, bahwa rantai pasokan bahan bakar mungkin akan ditambah guna menutup kekurangan ini.

Secara temporal, itu masuk akal untuk dilakukan. Tapi kalo secara simultan seperti dulu lagi, butuh keajaiban untuk itu.

Anda harus ingat, jika kini ada model investasi hijau yang memakai acuan ESG yang dibesut oleh BlackRock. Secara singkat, perusahaan yang terus menerus mengacuhkan skenario investasi hijau, bakal dikasih lampu ‘merah’ dan otomatis dijauhi investor. (baca disini)

Perusahaan mana yang nggak butuh investor untuk berkembang?

Karenanya, upaya untuk menggunakan bahan bakar fosil, akan terkendala dengan skenario ini.

Lantas, bagaimana skenario energi hijau akan digulirkan? Wilayah mana yang kelak disasar mula-mula dengan rencana sang Ndoro besar?

Jawabannya: yang paling mungkin di Eropa.

Bagaimana kita menganalisa-nya?

Pada awalnya, bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang berlimpah dengan harga terjangkau sekaligus paling efisien. Tanpa efisiensi yang memadai, nggak mungkin kita membuat baja atau apapun yang mendukung ekonomi modern kita.

Namun apa yang terjadi kini?

Harga batubara untuk pembangkit listrik, kini sudah tidak masuk akal lagi. Dalam beberapa bulan terakhir, harganya melonjak 2 kali lipat. Bahkan harga gas alam lebih gila lagi, karena mencapai kenaikan hingga nyaris 500%. (https://www.reuters.com/business/energy/us-natgas-drops-lower-global-prices-big-us-storage-build-2021-10-07/)

Gimana dengan harga minyak?

Sama saja. Harganya kini hampir mencapai USD 90 per barrel alias angka tertinggi pada 7 tahun terakhir. (https://www.cnbc.com/2021/10/05/oil-prices-analysts-see-a-prolonged-rally-as-opec-sticks-to-its-plan.html)

Dengan harga bahan bakar setinggi langit, Eropa akan menjadi wilayah yang terkena dampaknya secara langsung, mengingat banyak negara di benua Biru tersebut yang statusnya negara industri. Jerman salah satunya. (https://www.unido.org/news/germany-still-leads-world-industrial-competitiveness-china-inching-closer)

Sejak 2000 silam, Jerman sudah punya komitmen untuk memulai perubahan besar dengan menggunakan energi terbarukan, yaitu angin dan matahari (EEG). (https://bankwatch.org/blog/lessons-learned-from-germany-s-20-year-experiment-in-energy-transformation)

Bahkan semasa kanselir Angela Markel berkuasa, dia sudah buat rencana peralihan energi yang diberi nama Energiewende. (https://www.power-technology.com/features/energiewende-assessing-angela-merkels-clean-energy-legacy/)

Pada tataran teknis, pembangkit listrik batu bara akan dihapus dan pembangkit listrik tenaga nuklir akan ditutup selamanya pada 2022 mendatang. (https://www.cleanenergywire.org/factsheets/history-behind-germanys-nuclear-phase-out)

Berdasarkan otak-atik togel, rencana peralihan ke energi terbarukan memang baik. Namun pada tahap implementasi, energi hijau nggak akan pernah cukup mengatasi kekurangan pasokan yang begitu besar, sehingga dapat memicu krisis energi Ini sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Kasus di Texas sudah kasih jawabannya. (baca disini)

Gimana kondisi Jerman saat ini?

Selaras dengan adanya lockdown yang diberlakukan pada negara tersebut pada 2020 silam, praktis konsumsi gas menurun secara drastis. Ini terjadi pada hampir semua negara Eropa. (https://ec.europa.eu/energy/sites/default/files/quarterly_report_on_european_gas_markets_q4_2020_final.pdf)

Akibatnya, Rusia sebagai produsen gas bagi Uni Eropa, merugi karena over-produksi dan harus menanggung biaya penyimpanan gas. (https://www.euractiv.com/section/energy/news/gazproms-exports-to-europe-fell-by-12-in-2020/)

Hebatnya, Rusia nggak lepas tangan saat Eropa membutuhkan pasokan gas pada semester pertama di 2021. (https://tass.com/economy/1325583)

Bahkan Rusia bersedia memenuhi passokan Eropa hingga akhir 2021 mendatang. (https://www.oxfordenergy.org/publications/big-bounce-russian-gas-amid-market-tightness/)

Namun, rencana baik tak selamanya mendapat sambutan yang setimpal.

Apa maksudnya?

Pada bagian kedua tulisan saya akan mengulasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!