Bagaimana Pengalihan Energi Dilakukan?


531

Bagaimana Pengalihan Energi Dilakukan?

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, gimana mungkin peralihan energi bisa dilakukan dari bahan bakar hidrokarbon menjadi zero carbon, mengingat langkah ini bukan hal yang mudah?” tanya seorang netizen.

Anda tahu BlackRock? Itu adalah perusahaan investasi raksasa di dunia. Akhir tahun lalu, BlackRock menciptakan infrastruktur bagi dunia investasi yang bakal berlaku secara global.

Pada tataran teknis, suatu perusahaan akan dinilai keseriusannya pada masalah ESG alias environment, social values & governance. (https://www.cnbc.com/2020/12/16/blackrock-makes-climate-change-central-to-investment-strategy-for-2021.html)

Misalnya sebuah perusahaan dinilai baik karena telah mempekerjakan karyawan dengan beragam ras dan juga mengambil tindakan yang mendukung program penggunaan energi hijau demi tata kelola berkelanjutan, maka sudah pasti perusahaan tersebut bakal dikasih green light untuk investor bisa masuk.

Begitupun sebaliknya.

Apa yang hendak disasar adalah investasi hijau yang tentu saja ‘berkelanjutan’. Dengan demikian rencana untuk mewujudkan agenda Hijau, dapat diwujudkan.

Rencana ini bukan main-main.

Di tahun 2013, Morgan Stanley selaku bank utama Wallstreet juga mendirikan Institut untuk Investasi Berkelanjutan. (https://www.morganstanley.com/press-releases/morgan-stanley-establishes-institute-for-sustainable-investing_a2ea84d4-931a-4ae3-8dbd-c42f3a50cce0)

Ini adalah cikal bakal berdirinya PCAF alias Komite Pengarah Kemitraan untuk Keuangan Akuntasi Karbon. “PCAF berkomitmen untuk membatasi pemanasan global dengan cara melakukan dekarbonisasi guna mencapai emisi nol karbon di tahun 2050.” (https://www.velaw.com/insights/partnership-for-carbon-accounting-financials-publishes-draft-global-carbon-accounting-standard/)

Kalo bicara PCAF, ini bukan kaleng-kaleng. Ada lebih dari 100 bank internasional bernaung disana, dari mulai Citi Group, Barclays, ABN Amro, Lloyds Bank, hingga CIBC. (https://carbonaccountingfinancials.com/newsitem/partnership-for-carbon-accounting-financials-pcaf-launches-uk-coalition)

Pada Agustus 2020 silam, PCAF menerbitkan draft yang isinya menilai jejak karbon pada suatu perusahaan. Kalo profil perusahaan dinyatakan ‘hijau’ alias ramling, maka perusahaan itu bisa mengundang investor untuk berinvestasi. (https://www.velaw.com/insights/partnership-for-carbon-accounting-financials-publishes-draft-global-carbon-accounting-standard/)

“Untuk mencapai nol bersih, kita membutuhkan transisi ekonomi secara keseluruhan…karenanya setiap perusahaan harus melaporkan emisi karbon yang dihasilkan pada perusahaan dimana mereka berinvestasi,” ungkap Mark Carney selaku konsultan PCAF. (https://carbonaccountingfinancials.com/newsitem/partnership-for-carbon-accounting-financials-pcaf-launches-uk-coalition)

Dengan adanya skema ini, maka arus investasi global akan mengarah ke perusahaan yang hijau dan ‘berkelanjutan’. Dan perusahaan minyak, gas dan batu bara, sudah pasti dijauhi investor mengingat mereka nggak mengusung tema ‘berkelanjutan’.

Tidak hanya itu. Dalam bidang akuntansi perusahaan juga akan diaudit melalui skema SASB alias Dewan Standar Akuntansi Berkelanjutan. Jadi kalo akuntansi perusahaan anda dinilai tidak ‘hijau’ sudah pasti perusahaan anda bakalan dijauhi investor. (https://www.sasb.org/investor-use/supporters/)

Luar biasa. Mengingat mereka statusnya bukan badan resmi dunia, tapi bisa menilai perusahaan dan juga negara dalam hal kontribusi karbon yang mereka hasilkan.

Dengan kata lain, target proyek sang Ndoro besar ini akan menyasar perusahaan migas dan batubara, yang selama ini telah menjadi tulang punggung perekonomian dunia.

Di tahun 2015 saja, sekitar 50 perusahaan migas terbesar di dunia telah mencatat pendapatan sekitar USD 5 trilyun. Kalo ini dihilangkan, apa yang akan terjadi kemudian? (http://ieefa.org/wp-content/uploads/2018/06/Financial-Stress-in-the-Oil-and-Gas-Industry.pdf)

Apakah ini nggak berdampak pada konstelasi geopolitik dan geostrategis?

Sekali lagi, jangan anda pikir proyek ini hanya main-main. Ini adalah cetak biru sang Ndoro besar, mengingat BlackRock adalah bagian dari kartel Wallstreet yang selama ini menjalankan perannya sebagai deep-state.

Dan benar saja, pada konferensi energi baru-baru ini, para investor mengarahkan pandangannya kemanapun BlackRock melenggang. (https://oilprice.com/Energy/Energy-General/Why-Are-Investors-Turning-Their-Backs-On-Fossil-Fuel-Projects.html)

Bahkan Administrasi Biden sendiri telah menepati janji kampanyenya untuk menghentikan minyak dan gas dengan melarang sewa baru di tanah milik pemerintah Federal dan juga daerah lepas pantai serta jalur pipa minyak Keystone. (https://www.worldoil.com/news/2021/1/21/biden-prepares-to-end-new-oil-and-coal-leases-on-federal-land)

Dengan ini semua, maka nggak akan ada investor yang mau berinvestasi di bidang migas karena dianggap masuk dalam daftar negatif investasi. Nah kalo begini ceritanya, apa mungkin sekelas perusahaan migas bonafide sekalipun bisa produksi migas?

Akibatnya akan ada kelangkaan migas. Ujung-ujungnya harga migas akan meroket.

Kondisi ini diperburuk dengan adanya pajak karbon yang menyasar perusahaan yang memproduksi energi berbahan fosil. Makin mahal-lah harga migas di pasaran, nantinya.

Efek domino yang mungkin terjadi adalah perusahaan manufaktur akan tergerus, dan orang nggak mungkin bepergian dengan menggunakan moda transportasi dan kendaraan pribadi, mengingat harga minyak sudah nggak terjangkau.

Inilah rencana The Great Reset dan The Great Zero Carbon yang sesungguhnya. (baca disini, disini, disini, disini, disini dan disini)

Kalo anda mau lihat bagaimana skenari mikro-nya, silakan anda tilik apa yang terjadi di Texas sana, saat badai salju menghantam wilayah tersebut pada awal tahun ini? Apa yang menyebabkan harga gas menjadi demikian mahalnya? (baca disini)

Sebagai penutup, Dr. Otmar Edenhofer selaku ketua Woking Group 3 pada Intergovernmental Panel on Climate Change PBB, pernah ngomong begini di tahun 2010:

“Kami (akan) mendistribusikan kembali kekayaan dunia melalui kebijakan iklim. Dan kebijakan iklim internasional hampir nggak ada hubungannya dengan kebijakan lingkungan.” (https://wattsupwiththat.com/2010/11/18/ipcc-official-climate-policy-is-redistributing-the-worlds-wealth/)

Kalo sudah begini, redistribusi mungkin nggak sih menyasar orang tak berpunya?

Lalu, apakah The Great Reset milik Prof. Klaus Schwab adalah program baru?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. bang, bukannya perusahaan migas adalah kartel ndoro besar? terus apakah perusahaan migas akan ngikut saja sama rencana energi terbarukan ini? kan jelas akan membuat migas makin anjlok?

error: Content is protected !!