Dari Gerbang Pembuka


516

Dari Gerbang Pembuka

Oleh: Ndaru Anugerah – 02042024

“Kalo memang plandemi Kopit adalah pintu gerbang menuju dunia baru, bagaimana skenario dijalankan?” tanya seorang netizen.

Jauh sebelum Kopit melanda, keuntungan global yang didapat cenderung terus menurun. Jika di tahun 1870an keuntungan mencapai 43%, maka di masa Kopit, keuntungan anjlok mencapai hanya 17% saja. (https://thenextrecession.files.wordpress.com/2014/04/maito-esteban-the-historical-transience-of-capital-the-downward-tren-in-the-rate-of-profit-since-xix-century.pdf)

Artinya makin banyak perusahaan yang mengalami penurunan omzet sehingga arus kas yang dimiliki semakin terbatas dan neraca perdagangan dengan tingkat leverage yang tinggi, menjadi sesuatu yang lazim ditemui saat ini. Apalagi setelah plandemi Kopit.

Sementara itu, dengan adanya lockdown dimana-mana, maka permintaan terhadap uang menjadi semakin sedikit. Masuk akal. Siapa juga yang mau bertransaksi secara offline semasa plandemi? (http://thephilosophicalsalon.com/a-self-fulfilling-prophecy-systemic-collapse-and-pandemic-simulation/)

Kebayang dong, dengan sedikitnya uang beredar, maka ekonomi otomatis melambat. Dan untuk mengatasi masalah ini, maka sederet program digelar supaya perekonomian bisa berputar normal kembali. Cara yang paling umum adalah penggelontoran dana talangan alias bailout.

Di Eropa saja, dana penanggulangan krisis mencapai €1,5 triliun yang diperuntukan bagi bank-bank, perusahaan-perusahaan swasta hingga negara. (https://www.rt.com/news/486286-eu-need-trillion-recover-coronavirus/)

Kemana ini akan bermuara?

Kebangkrutan ekonomi secara global dipicu banyaknya rasio hutang. Namun alasan yang lazim muncul ke permukaan adalah restrukturisasi perekonomian global, meskipun pada kenyataannya adalah untuk pembentukan tatanan dunia baru.

Siapa yang akan menjadi tuan pada sistem perekonomian global yang baru?

Tentu saja pemain lama, kartel sang Ndoro besar juga, yang didalamnya terdapat perusahaan raksasa teknologi, konglomerat global dan juga jaringan e-commerce global.

Dalam tatanan perekomian global yang baru tersebut, pasar baru akan diciptakan dengan menggarap isu alam yang akan dikolonisasi, dikomodifikasi dan diperdagangkan dengan tujuan menyelamatkan bumi dari kehancuran. Istilah yang dipakai ‘ekonomi hijau’ ramah lingkungan. (https://www.foei.org/wp-content/uploads/2015/10/Financialization-of-Nature-brochure-English.pdf)

Nyatanya, sistem perekonomian yang baru tersebut hanya proses akumulasi modal yang menerapkan skema Ponzi pada pelaksanaannya.

Jadi nggak ada ceritanya topliner akan ambruk karena downliner yang diciptakannya. Toh pemainnya ya dia-dia juga. (https://www.theguardian.com/environment/2023/jan/18/revealed-forest-carbon-offsets-biggest-provider-worthless-verra-aoe)

Apakah ekonomi yang baru kelak, akan lebih baik dari perekonomian status quo?

Tentu saja tidak.

Karena dengan slogan ekonomi hijau yang ramah lingkungan, akan ada sejumlah pembatasan khususnya dalam konsumsi energi, dipicu oleh adanya darurat iklim karena pemanasan global.

Dengan kata lain, akan ada transformasi pola hidup, khususnya menyasar masyarakat Barat yang selama ini hidup ‘berkelimpahan’.

Mengutip pernyataan Huw Pill sebagai ekonom senior Inggris, “Masyarakat (Barat) harus menerima kenyataan untuk hidup menjadi lebih miskin.” (https://news.sky.com/story/bank-of-england-rate-setter-urges-people-to-accept-they-are-poorer-in-fight-against-inflation-12866426)

Lantas bagaimana perekonomian model baru ini akan dieksekusi?

Dengan cara mempengaruhi orang sedunia lewat media mainstream sebagai corong propaganda sang Ndoro besar, bahwa benar terjadi kerusakan iklim yang menyebabkan ketidakstabilan alam, dari mulai gempa, kekeringan hingga banjir bandang.

Apa penyebab kerusakan tersebut?

Manusia, dengan cara menghasilkan emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil pada kegiatan sehari-hari (antropogenik). Apakah ada aktivitas vital kita sehari-hari yang tidak menggunakan listrik yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil? Kan nggak ada.

Dengan kata lain, agenda net zero carbon harus diterapkan.

Apa implikasinya jika kebijakan net zero carbon dipakai?

Mantan ekonom Bank Dunia menyatakan akan ada kehancuran ekonomi jika kebijakan net zero carbon bakal diterapkan, khususnya di Inggris dan Eropa. (https://www.thegwpf.org/content/uploads/2024/03/Hughes-Financing-Energy-Transition.pdf)

Kok bisa?

Karena sistem perekonomian hijau yang berbasis energi terbarukan tersebut, pada kenyataannya nggak akan bisa menggantikan perekonomian status quo yang sangat mengandalkan bahan bakar fosil sebagai mesin penggeraknya. (baca disini, disini dan disini)

Bagaimana mungkin negara yang memiliki 4 musim, bisa mengandalkan sumber energinya dari tenaga surya, sementara musim dingin tengah melanda?

Terlepas dari semua itu, agenda net zero carbon, perlahan namun pasti, akan terus digulirkan. Terserah anda mau terima atau nggak.

Mengapa?

Karena adanya agenda global yang bernama Sustainable Development Goals (SDG) 2030 yang telah dicanangkan PBB. Jadi semua pihak ‘dipaksa’ mematuhi aturan yang menjadi target ‘keberlanjutan’.

Di sisi yang lain, pemerintah akan mendorong ide digital surveilance, guna mengawasi aktivitas warga yang tidak selaras dengan kebijakan net zero carbon atau perusahaan yang tidak mengadaptasi target-target PBB.

Gampangnya gini. Jika anda masih nekat menggunakan kertas hanya sekedar untuk membuat laporan kepada pimpinan anda, maka anda akan otomatis ‘mendapat’ punishment karena dinilai tidak ramah lingkungan.

Atau anda nekat bakar-bakar barbeque dengan menggunakan arang saat malam tahun baru, itu juga akan ada punishment-nya karena tidak ramah lingkungan.

Semua aktivitas tersebut bisa terlacak karena adanya CCTV yang akan dipasang dimana-mana. Jadi aktivitas anda pasti terpantau dengan adanya CCTV yang terkoneksi dengan AI.

Dan anda harus siap menerima sanksi, apabila aktivitas anda dinilai tidak ramah lingkungan dan tidak selaras dengan agenda SDGs 2030.

Kira-kira begitu skenario akan dijalankan.

Jadi saat anda mendengar jargon ‘keberlanjutan’ ataupun ‘ramah lingkungan’, jangan anda kira bahwa itu seperti yang terdengar. Sama sekali bukan. Anda akan dibuat kecewa kalo anda berlaku terlalu naif.

Anyway, selamat menyambut datangnya tahun penantian, dimana semua serba terbatas dan anda dibuat bahagia meski tak punya apa-apa.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!