Ketika Saudi Menjauh


515

Ketika Saudi Menjauh

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, apakah dollar AS akan ditinggal dalam waktu dekat?” tanya seorang netizen.

Pertanyaan yang ditujukan merujuk pada isyarat akan ditinggalkannya dollar sebagai mata uang utama dalam sistem perdagangan global.

Tentang senjakala petrodollar, saya pernah bahas tahun lalu. (baca disini dan disini)

Namun satu yang perlu dicatat adalah bahwa kejatuhan dollar tidak akan terjadi hari ini, minggu depan atau bahkan tahun depan.

Tidak demikian skenarionya.

Karena kejatuhannya akan terjadi dalam waktu dekat namun perlu beberapa tahun untuk realisasinya. 3-4 tahun adalah waktu yang ideal.

Setidaknya itu prediksi saya.

Satu yang pasti, pada 17 Januari silam, Menkeu Saudi, Mohammed Al-Jadaan mengatakan bahwa negara tersebut telah membuka opsi untuk menjual minyak mereka, dalam mata uang lain selain dollar AS.

“Tidak ada masalah untuk membahas bagaimana kami menyelesaikan pengaturan perdagangan kami, apakah itu dalam dollar AS, Euro ataupun Riyal Saudi,” ungkapnya kepada publik. (https://financialpost.com/pmn/business-pmn/saudi-arabia-signals-its-not-wedded-to-us-dollar-for-trade)

Pernyataan tersebut berarti bahwa akan ada pergeseran alat transaksi perdagangan minyak global, dari semula dollar AS ke mata uang lain.

Dan jika ini terjadi, maka spekulasi yang menyatakan bahwa kejatuhan dollar yang tinggal menunggu waktu, cepat atau lambat, akan terjadi juga. (https://news.bitcoin.com/petro-dollar-system-crumbles-us-dollar-could-collapse-from-the-worlds-oil-wars/)

Apa implikasi jika skenario ini terjadi?

Seperti yang kita ketahui bersama, skema petrodollar menyebabkan permintaan dollar meningkat di seluruh dunia. Orang mulai memburu dollar bukan saja untuk transaksi jual beli minyak, tapi juga transaksi perbankan hingga kepentingan cadangan devisa. Semua memakai dollar sebagai alat transaksinya.

Dan jika skema petrodollar ditinggal, maka akan terjadi hiper-inflasi di AS sana, karena terlalu banyak dollar beredar sementara orang nggak lagi membutuhkannya. Akibatnya inflasi-pun mempengaruhi kenaikan harga-harga, dan suku bunga otomatis terkerek naik.

Dari sini, efeknya bisa merembet ke sektor lainnya.

Misalnya deposito berdenominasi dollar AS yang disimpan di banyak lembaga keuangan yang ada di luar AS, atau yang biasa dikenal dengan istilah Eurodollar. Ini juga bakal terkena imbasnya. (https://mises.org/wire/beyond-fed-shadow-banking-and-global-market-dollars)

Asal tahu saja, aset Eurodollar yang telah dipegang oleh bank-bank swasta asing, telah mencapai angka fantastik sekitar USD 12 triliun. Siapa yang mau menanggung deposito bernilai dollar dengan angka warbiayasa tersebut, jika dollarnya nggak lagi digunakan? (https://link.springer.com/article/10.1007/s11293-020-09692-0)

Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa bank-bank sentral asing, kini mulai menanggalkan dollar sebagai cadangan mereka, sehingga nilai cadangan dollar mulai melorot dari semulai 71%, sekarang hanya sekitar 60% saja. (https://tinyurl.com/43mhtja2)

Bahkan Rusia, China dan India, telah menunjukkan itikad mereka untuk membebaskan ekonomi global dari cengkraman dollar. (https://www.imf.org/en/Blogs/Articles/2021/05/05/blog-us-dollar-share-of-global-foreign-exchange-reserves-drops-to-25-year-low)

Tetapi sekali lagi saya katakan bahwa senjakala petrodollar nggak akan terjadi besok ataupun bulan depan. Perlu beberapa tahun lagi untuk realisasinya.

Yang terjadi hari-hari belakangan ini hanyalah langkah awal untuk proses kejatuhan dollar.

Dengan demikian, proyeksinya ke depan, warga AS akan dipaksa bayar hutang negara dengan cara menaikkan sektor pajak. Sementara itu, harga kebutuhan yang makin lama makin tinggi mengingat tingkat inflasi yang sulit untuk dibendung.

Itu baru dari segi mata uang alias sektor ekonomi.

Bagaimana dengan dampak geopolitiknya?

Pergeseran haluan yang dilakukan Saudi, secara nggak langsung mempengaruhi papan catur geopolitik global. Misalnya niatan Saudi yang akan merapat pada poros BRICS pada tahun ini. (https://tass.com/world/1565513)

Jika hal ini terjadi, maka AS yang semula menghegemoni wilayah Teluk Persia karena adanya aliansi dengan Saudi, otomatis akan kehilangan cengkramannya pada wilayah ini. (https://moderndiplomacy.eu/2023/01/28/mbs-policies-are-a-threat-to-the-washington-led-global-order-or-not/)

Dan bila AS gagal mempertahankan hegemoni mereka pada wilayah Teluk, maka yakinlah bahwa cengkraman yang lain akan mengikutinya.

Singkatnya AS akan kehilangan taji sebagai poros kekuatan utama dunia unipolar.

Lalu kenapa hal ini bisa terjadi?

Karena memang kejatuhan dollar dan juga AS, mutlak dibutuhkan dalam membentuk tatanan dunia baru yang multipolar. The Great Reset mengisyaratkan bahwa tatanan dunia yang baru tidak lagi membutuhkan AS dan juga dollar. (baca disini, disini dan disini)

Sebaliknya, sebagai penopang tatanan dunia lama, petrodollar harus diruntuhkan terlebih dahulu agar tatanan dunia yang berporos ekonomi hijau ‘berkelanjutan’ dapat segera diwujudkan.

Kepentingan sang Ndoro-lah causa prima, dalam hal ini.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!