Menyongsong Ambruknya Ekonomi Global? (*Bagian 1)


542

Menyongsong Ambruknya Ekonomi Global? (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Apakah Kopit sukses dalam menyeret dunia ke jurang krisis?

Jawabannya: iya, namun tidak optimal seperti yang diharapkan. Dan ini adalah kegagalan yang harus direvisi oleh sang Ndoro besar dalam menggelar rencana akbar The Great Reset.

Namun jangan khawatir, karena selalu ada rencana cadangan, yang akan menarik ekonomi global ke jurang krisis, seperti yang diharapkan.

Maksudnya?

Kita bersama, bahwa selama selama beberapa bulan yang lalu, The Fed telah mempertahankan suku bunga-nya mendekati angka nol persen. (https://www.cnbc.com/2021/11/03/the-fed-holds-rates-near-zero-heres-what-that-means-for-you.html)

Ini dilakukan dengan klaim untuk merangsang pertumbuhan ekonomi AS yang letoy selama plandemi digelar.

Nyatanya ini bukan dalam kerangka menyelamatkan ekonomi AS, karena ada agenda bailout bagi kartel Wall Street di belakang skenario tersebut. (baca disini dan disini)

Dan sekarang, setelah sekoci para sekodan-nya telah ‘diselamatkan’, The Fed berencana menaikkan suku bunga karena klaim-nya rencana A dianggap kurang digdaya dalam menyelamatkan ekonomi AS. (https://www.vox.com/2014/6/20/18079946/fed-vs-crisis)

Apa rencana dibalik upaya The Fed mengkerek tingkat suku bunga?

Untuk menjawab teka-teki ini, anda harus tahu bahwa ada premis di kalangan bank sentral dunia, bahwa untuk ‘membunuh’ inflasi yang tinggi, satu-satunya cara adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga.

Postulat ini pertama kali diusulkan oleh Prof. A.W. Phillips dari London School of Economics. “Ada hubungan terbalik yang erat antara upah yang diminta para buruh, dengan laju inflasi,” demikian ungkapnya. Ini yang kemudian di kalangan ekonom dikenal sebagai Kurva Phillips. (https://www.brookings.edu/blog/up-front/2018/08/21/the-hutchins-center-explains-the-phillips-curve/)

Sebagai turunannya, maka inflasi yang tinggi akan memicu tingkat pengangguran yang rendah, atau sebaliknya.

Apa iya diktum-nya demikian adanya?

Ekonom asal Princeton University yang juga mantan pejabat The Fed, Prof. Alan Binder justru membantah postulat tersebut di tahun 2018 silam. “Kurva Phillips tidaklah valid, karena korelasi yang ada tidak membuktikan kausalitas yang jelas,” ujar Prof. Binder.

Sebaliknya, angka inflasi hampir nggak terpengaruh dengan naik turunnya tingkat pengangguran yang ada. (https://www.cato.org/blog/phillips-curve-dead-except-federal-reserve-cbo-models)

Bagaimana kita tahu bahwa Kurva Phillips nggak berjalan sebagaimana mestinya?

Pengalaman yang diambil oleh The Fed semasa kepemimpinan Paul Volcker di tahun 1979, mungkin bisa dijadikan rujukan.

Saat itu, The Fed (dan juga Bank of England), menaikkan tingkat suku bunga demikian fantastik (sekitar 20%), guna meredam tingkat inflasi.

Yang ada kemudian, inflasi-nya memang berhasil ditekuk, tapi AS malah masuk ke dalam era resesi yang parah sejak resesi terakhir di tahun 1930-an, karena banyak perusahaan gulung tikar akibat nggak mampu bayar liabilitas. (https://www.thebalance.com/who-is-paul-volcker-3306157)

Kenapa Volcker menaikkan tingkat suku bunga?

Karena tuntutan kenaikkan upah yang diminta para pekerja saat itu, akibat kenaikkan harga kebutuhan pokok. Setidaknya itu klaim yang diberikan Volcker.

Apakah itu penyebabnya?

Sama sekali bukan.

Penyebab utamanya adalah tindakan yang diambil David Rockefeller selaku ‘soko guru’ Volcker, dalam menggelar agenda Oil Shock, dengan tujuan akhir menyelamatkan dollar AS sebagai alat transaksi penjualan minyak global. (https://www.nytimes.com/2019/12/09/business/paul-a-volcker-dead.html)

Pada lain tulisan saya akan bahas soal ini secara detil, meskipun gambaran besarnya pernah saya ulas pada beberapa tahun yang lalu. (baca disini)

Singkat cerita, akibat skenario yang diterapkan David Rockefeller, maka harga minyak dan bahan pangan dunia, melonjak secara drastis. Dan inilah yang memicu laju inflasi global, tak terkecuali di AS kala itu.

Dan sejarah mencatat bahwa akibat kebijakan Oil Shock yang ‘diambil’ Rockefeller, pihak yang diuntungkan adalah para bankir di Wall Street, karena mereka-lah yang memegang surat utang milik pemerintah AS.

Tapi publik nggak cukup paham informasi ini.

Dan di mata jaringan bank sentral dunia, kebijakan menaikkan suku bunga, adalah diktum yang harus diambil dalam mengendalikan laju inflasi. Titik.

Pertanyaannya: apa imbas dari kebijakan ini, yang rencananya akan dieksekusi The Fed dalam waktu dekat?

Pada bagian selanjutnya kita akan bahas.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!