Upaya Meledakkan Gelembung (*Bagian 1)


531

Upaya Meledakkan Gelembung (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada April 2021 silam, saya telah mengulas tentang skenario rontoknya ekonomi global yang kemungkinan diakibatkan oleh masalah di Evergrande. (baca disini dan disini)

Dan beberapa bulan kemudian, sinyal akan kolaps-nya Evergrande, makin santer saja. Namun ‘bantuan’ yang diberikan BlackRock pada China, seakan ‘menunda’ kejatuhan ekonomi global. (baca disini, disini dan disini)

Apakah ambruknya ekonomi dunia nggak bakal terjadi?

Itu pasti terjadi. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja.

Ibarat orchestra, pertunjukkan yang digekar harus sempurna, sebab kalo nggak proses resetting besar-besaran (The Great Reset) yang akan menjadi taruhannya.

Yang saya mau katakan, akan ada persiapan-persiapan lainnya yang dilakukan agar panggung yang telah disediakan dapat dimanfaatkan sesuai rencana.

Apa ‘persiapan’ yang kini tengah dilakukan?

Kalo anda perhatikan, apa yang menjadi ‘core’ akhir-akhir ini pada sektor ekonomi di AS?

Tepat sekali. AS saat ini tengah dirundung masalah akibat tingkat inflasinya sudah menguatirkan. Ini bisa terjadi karena ada masalah pada rantai pasokan global. Setidaknya demikian narasi yang tengah dikembangkan. (https://www.bbc.com/news/business-59573145)

Kenapa dapat saya katakan demikian?

Angka inflasi yang dikeluarkan pemerintah AS, nggak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Masih ingat ketika saya membahas tentang statistik ekonomi bodong ala AS yang diungkap oleh John Williams? (baca disini)

Pada dekade 1970an, AS mengalami inflasi hebat dan menyebabkan ekonomi terpuruk. Menghadapi situasi ini, presiden Richard Nixon meminta Arthur Burns yang saat itu menjabat sebagai ketua The Fed, untuk mengatasi masalah ini agar tidak berulang.

Walhasil timbullah istilah ‘inflasi inti’ (core inflation), dimana data bulanan inflasi konsumen yang menyangkut ‘energi dan makanan’, dihapus selamanya dari perhitungan. Dengan manipulasi yang dilakukan, angka inflasinya menjadi ‘jinak’. (https://economic-research.bnpparibas.com/html/en-US/Which-insights-from-great-inflation-1970s-5/10/2021,43095)

Akibatnya inflasi inti sukses memangkas angka inflasi yang sesungguhnya.

Padahal energi memberikan kontribusi sekitar 11% bagi data inflasi, sementara pangan menyumbang sekitar 25%. Dan keduanya adalah kontributor utama angka inflasi riil. (https://www.project-syndicate.org/commentary/fed-sanguine-inflation-view-recalls-arthur-burns-by-stephen-s-roach-2021-05)

Jadi, angka inflasi yang sesungguhnya jauh lebih fantastik ketimbang laporan ‘manis’ ala Burns yang meninggalkan Indeks Harga Konsumen yang seharusnya diukur. (https://www.usnews.com/opinion/economic-intelligence/2012/01/26/federal-reserve-abandons-core-consumer-price-index)

Jika angka inflasi saat ini sudah ‘menguatirkan’, artinya angka sesungguhnya jauh lebih menakutkan. Saya harap anda paham duduk masalah yang sesungguhnya.

Guna menaklukkan angka inflasi yang ‘garang’, apa kebijakan yang dijadikan acuan?

Paul Volcker selaku ketua The Fed semasa Ronald Reagan, mengatakan bahwa untuk menaklukan inflasi yang tinggi, yang seharusnya diambil adalah menaikan suku bunga ke tingkat yang ‘spektakuler’. (https://www.theguardian.com/business/2021/dec/12/us-inflation-must-be-tamed-carefully-or-risk-the-nasty-side-effects-of-80s-monetarism)

Perlu anda ketahui bahwa inflasi AS semasa Jimmy Carter telah mencapai angka yang menakutkan sehingga treatment terapi kejut yang diambil Volcker dengan menaikkan suku bunga mencapai 20%, dianggap kebijakan yang ‘miring’.

Toh belakangan treatment yang diambil Volcker berhasil menekan laju inflasi AS, walaupun untuk itu sektor manufaktur AS yang menjadi korbannya akibat bertambahnya angka pengangguran dan juga bangkrutnya beberapa perusahaan.

Namun, beda dulu beda sekarang.

Di bawah kepemimpinan Jerome Powell pada The Fed saat ini, kebijakan yang diambil justru bertolak belakang dari postulat Volcker.

Kalo dulu Volcker ambil kebijakan menaikkan tingkat suku bunga setinggi-tingginya guna mengatasi inflasi, kini Powell justru menurunkan suku bunga mendekati angka nol persen. (https://fortune.com/2021/09/29/fed-reserve-chair-defends-low-interest-rate-policies-says-inflation-will-remain-high/)

Untuk apa kebijakan ini dieksekusi The Fed?

Guna memberikan kontrasi pada sektor ekonomi. Harapanya: dengan mendorong suku bunga ke tingkat yang terendah, maka pasar akan didorong untuk meminjam uang sebanyak-banyaknya dari bank, dan ekonomi dapat berputar.

“Bukankah kalo suku bunga rendah, maka tingkat pinjaman yang akan mendorong laju konsumsi akan dapat meningkat?” begitu kurleb-nya.

Apakah langkah yang diambil The Fed membuahkan hasil?

Pada tulisan selanjutnya akan kita bahas berikut skenario yang akan dikembangkan.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!