Efek Domino Dari China? (*Bagian 1)


528

Efek Domino Dari China? (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Apa yang menyebabkan The Great Depression di tahun 1930-an?

Sebagian besar orang mengira karena jatuhnya harga saham WallStreet yang terjadi di tahun 1929. (https://www.history.com/topics/great-depression)

Benarkah demikian?

“Pemicu utama yang menarik dunia ke dalam jurang depresi hebat bukanlah jatuhnya harga saham di WallStreet, melainkan runtuhnya bank Austria yang relatif kecil yang dikenal sebagai Bank Anstalt.” (https://core.ac.uk/download/pdf/151397966.pdf)

Bagaimana ceritanya?

Menurut pakar geopolitik dan ekonomi kawakan, F. William Engdahl, Krisis keuangan global bisa terjadi secara berulang dikarenakan adanya sistem kredit perbankan yang dibangun sejak 1919. (https://journal-neo.org/2021/03/26/will-a-china-real-estate-collapse-trigger-the-global-meltdown/)

Singkatnya, ada sistem kredit berupa piramida hutang yang sengaja diciptakan dengan House of Morgan dan lembaga keuangan WallStreet yang berada pada puncak piramida, dimana semua entitas dipaksa terlibat dengan sistem tersebut.

Apakah ada negara yang tidak dibangun berdasarkan skema hutang yang dikembangkan oleh House of Morgan dan juga WallStreet? Kalaupun ada, jumlahnya pasti sangat sedikit, bukan?

Menurut Engdahl, jumlah obligasi LN yang diterbitkan WallStreet sampai dengan 1929 mencapai USD 7 milyar alias setara dengan 10% dari total PDB AS kala itu. Ini bisa terjadi karena ekonomi Eropa yang rusak akibat perang membutuhkan lebih dari 90% pinjaman dari AS guna membangun kembali negaranya.

Dan AS senang-senang saja kasih utangan mengingat kredit yang diberikan pada masyarakat Eropa kelak dipergunakan untuk membeli barang-barang AS. Dan imbasnya, harga saham perusahaan yang melantai di Bursa Efek New York jadi terkatrol naik. (https://courses.lumenlearning.com/suny-ushistory2os2xmaster/chapter/the-stock-market-crash-of-1929/)

Namun yang namanya kredit, pasti ada batasnya. Begitupun dengan kredit dollar yang menyokong piradmida utang Eropa pada dekade 1920-an tersebut yang kebanyakan bersifat kredit jangka pendek.

Lalu, kredit yang diberikan apa hanya untuk konsumsi barang?

Nggak juga.

Sebagai contoh Jerman yang menggunakan kredit untuk membangun industri manufaktur dan pelabuhan diberbagai kota. Ini sejalan dengan Dawes’ Plan yang dibesut di tahun 1924. Walhasil Jerman sendiri berhutang sekitar USD 4 milyar untuk pembangunan tersebut. (https://en.wikipedia.org/wiki/World_War_I_reparations)

Di AS sendiri, sistem kredit melahirkan era konsumsi yang dikenal dengan Roaring Twenties, dimana tingkat konsumsi yang sangat tinggi dianggap sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di AS.

Padahal ini bukan karena dampak pembangunan, tetapi karena piramida hutangan tadi.

Dengan sistem kredit, melahirkan orang-orang kaya yang sangat konsumtif. Mobil dibeli, radio diborong, barang-barang yang nggak perlu juga diburu, walaupun semua dibeli dengan sistem kredit angsuran.

Dan parahnya, orang AS melihat trend ini sebagai kemakmuran. Padahal itu semua hanya ilusi hutang.

Tiba-tiba semua berhenti saat kredit konsumsi tidak lagi berputar akibat kredit macet. Ledakan konsumsi yang pernah terjadi, kemudian runtuh karena mayoritas orang AS nggak mampu membeli lagi dengan sistem kredit. Singkat cerita, WallStreet anjlok di tahun 1929.

Tapi ini belum mampu mendorong terjadinya depresi besar secara global.

Sampai kemudian di Austria pada Maret 1931, pemerintah berencana untuk membentuk serikat pabean bersama (Zollverein) dengan pemerintah Jerman. Ini dilakukan karena Austria melihat ada bahaya depresi besar yang mengancam. (https://en.wikipedia.org/wiki/Zollverein)

Sialnya, rencana tersebut didengar oleh Perancis. Akibatnya, Perancis menuntut pembayaran segera sebesar USD 300 juta kredit jangka pendek yang telah diberikan kepada Jerman dan Austria melalui bank-bank Perancis.

Ini karena Perancis nggak mau kedua negara tersebut membentuk serikat pabean bersama yang dapat membahayakan perekonomian Perancis.

Akibat tuntutan Perancis tersebut, terjadi kepanikan dari mata uang Austria saat itu, mengingat Austria nggak punya cukup cadangan uang guna membayar utang jangka pendek tersebut.

Walhasil warga Austria kemudian menarik uangnya dari Bank Anstalt. Kejadian serupa juga terjadi di Jerman dimana warga kemudian menarik uangnya dari Bank Danat. Akibatnya terjadi krisis mata di kedua negara tersebut. (https://link.springer.com/article/10.1007/s11698-007-0014-4)

Sang Ndoro besar sangat tahu gelagat akan terjadinya krisis. Untuk menghentikan krisis agar tidak terjadi secara global, maka Bank of England; Federal Reserve, Reichsbank Jerman dan Bank of France kemudian mengadakan pertemuan darurat.

Tujuannya satu, yaitu menghentikan kepanikan yang terjadi di kedua negara tersebut dengan cara memberikan infus kredit darurat.

Namun sayang, upaya tersebut terlambat. Kepanikan massal nggak bisa dihentikan dan depresi dengan cepat menyebar ke seantero Eropa dan merambat ke belahan dunia lainnya.

Jadi bukan anjloknya saham di WallStreet yang menyebabkan The Great Depression melainkan bank kecil yang ada di Austria yang bernama Anstalt, akibat di-rush oleh para nasabahnya.

Kejadian di tahun 1930-an tersebut kemungkinan kembali terulang saat ini.

Walaupun kebijakan lockdown menyebabkan krisis ekonomi di banyak negara, namun ini belum menyulut depresi besar secara global. Butuh pemicu untuk terjadinya ledakan besar itu.

Dan kemungkinan pemicunya ada di China.

Ada apa di China?

Pada bagian kedua nanti saya akan mengulasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!