Memicu Efek Domino (*Bagian 2)


523

Memicu Efek Domino (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita sudah bahas tentang collapse-nya Silicon Valleuy Bank, yang memang direkayasa alias nggak terjadi secara alamiah. (baca disini)

Kalo memang direkayasa, lalu apa targetnya?

Sekarang coba kita telusuri, apa yang menjadi common platform pada 3 bank yang bermasalah: SVB, Silvergate, dan Signature?

Jawaban: mata uang crypto. Ketiga bank gagal tersebut merupakan investor utama dalam cryptocurrency. Bahkan SVB memiliki sejumlah startup yang mengelola sistem crypto sebagai core bisnisnya. (https://www.cnbc.com/2023/03/12/signature-svb-silvergate-failures-effects-on-crypto-sector.html)

Lalu apa yang jadi targetnya?

Bahwa investasi uang crypto yang ‘bebas bergentayangan’ dijagat maya, bisa menimbulkan dampak keuangan yang serius bagi negara. Ini bisa memicu dampak sistemik berkepanjangan.

Kurang lebih itu ‘pesan’ yang hendak disampaikan.

Solusinya?

Sistem cryptocurrency harus diatur alias diregulasi supaya lebih terkontrol. (https://news.yahoo.com/fsoc-crypto-could-pose-threat-to-financial-system-200016660.html)

Pesan kedua yang hendak disampaikan adalah jika anda mau simpanan anda aman, maka anda harus menaruhnya pada bank-bank besar. Alasannya sederhana: jika terjadi situasi kolaps, mereka bisa menjamin simpanan anda dalam kondisi aman.

Nggak aneh setelah kejatuhan SVB, bank besar semisal Bank of America langsung ketiban pulung, karena investor langsung memarkir uang-nya pada bank tersebut. Nilainya bahkan mencapai USD 15 milyar. (https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-03-15/bofa-gets-more-than-15-billion-in-deposits-after-svb-failure)

Dan jika kedua narasi disatukan, maka akan mengarah pada satu isu besar: peluncuran mata uang digital yang akan dirilis oleh bank sentral. Selain terjamin nilainya karena merupakan bank besar, juga ada aturan baku yang menjadi acuan. Itu point pentingnya.

Ini bukan isapan jempol belaka.

Nyatanya, lembaga sekelas gank Davos, telah melakukan endorsement tentang peran penting mata uang digital milik bank sentral yang diklaim dapat menstabilkan pasar keuangan global. (https://www.weforum.org/agenda/2023/01/central-bank-digital-currency-financial-instability-davos23/)

Jadi, kalo mau pasar keuangan global mau lancar jaya, solusinya harus mau pakai mata uang digital yang dirilis bank-bank sentral.

Ini paralel dengan riset yang dirilis oleh Bank for International Settlements baru-baru ini.

“Selama krisis perbankan yang bersifat sistemik, transfer dari deposito bank ke mata uang digital milik bank sentral, biaya transaksinya lebih rendah ketimbang proses penarikan tunai, sehingga memberikan tujuan tempat berlindung yang aman pada bank sentral,” begitu kurleb-nya. (https://www.bis.org/publ/othp42_fin_stab.pdf)

Dengan demikian, biaya transaksi yang rendah, akan memicu niat para deposan untuk memakai mata uang digital milik bank sentral ketimbang harus repot-repot ambil uang tunai melalui ATM atau ikut antrian ambil uang di bank. Praktis dan juga hemat waktu plus biaya.

Inilah promosi yang dilakukan akhir-akhir ini, untuk menggiring uang para deposan agar masuk dalam jaringan bank sentral dan juga bank-bank besar lainnya.

Terus, mengapa ini perlu dilakukan?

Karena transformasi digital yang dikemas dalam bingkai The Fourth Industrial Revolution, menginsyaratkan penggunaan mata uang digital sebagai alat transaksinya. (https://www.imf.org/en/Blogs/Articles/2022/09/01/reimagining-money-in-the-age-of-crypto-and-central-bank-digital-currency)

Bagaimana mungkin 4IR bisa jalan, jika aktivitas keuangan dan perbankan, masih menggunakan sistem tradisional?

Lebih jauh lagi, bagaimana mungkin kontrol digital bisa diterapkan, jika aktivitas keuangan dan perbankan masih menggunakan uang kartal?

Singkatnya, uang digital nggak mungkin bisa serta merta digunakan dengan melakukan aturan wajib pakai. Ini akan memicu penolakan global. “Mengapa harus memakai uang digital? Apa urgensinya?”

Sehingga harus ada kejadian yang bisa memaksa penggunaan uang digital tersebut. Dan jatuhnya SVB merupakan entry point sempurna bagi skenario pemakaian uang digital.

Dengan adanya skenario ini, maka kejatuhan bank-bank kecil dan regional, merupakan keniscayaan yang nggak bisa dihindarkan. Ini diperlukan untuk kanalisasi pergerakkan uang menuju bank-bank besar dan juga bank-bank sentral. Bukankah taruh uang di bank-bank papan atas menawarkan fasilitas keamanan yang mumpuni?

Sebagai penutup, anda pernah dengar tentang House of Lords?

Majelis Tinggi dalam Parlemen Britania Raya tersebut pada tahun 2022 yang lalu telah menerbitkan laporan yang isinya menggambarkan mata uang digital milik bank sentral sebagai solusi atas masalah keuangan dan perbankan global yang tengah mengalami transformasi digital. (https://committees.parliament.uk/publications/8443/documents/85604/default/)

Kalo semua lembaga bentukan sang Ndoro besar telah kompakan menyerukan tentang pentingnya menggunakan mata uang digital yang diampu bank sentral, bagaimana kita bisa mengabaikan skenario ini dibalik latar rontoknya Silicon Valley Bank?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Bang mengapa yuval noah harari mengancam akan mengkudeta benjamin netanyahu di israel? Apakah netanyahu tdk menjalankan program ndoro besar di israel sehingga ia akan digulingkan?

error: Content is protected !!