Lincoln dan Sang Ndoro


519

Lincoln dan Sang Ndoro

Oleh: Ndaru Anugerah

Berdasarkan catatan, Amerika pernah mengalami situasi perang saudara antara rentang waktu 1861-1865. Perang terjadi karena adanya dua kubu dalam menyikapi perbudakan yang terjadi negara tersebut. Satu pihak setuju terhadap perbudakan yang tengah berlangsung saat itu, sementara di sisi yang lain satu kubu justru menghendaki diakhirinya status perbudakan.

Karena dead-lock, perang saudara-pun menjadi tak terhindari antara kubu Persatuan yang ada di belahan Utara (yang menentang perbudakan) dan kubu Konfederasi yang ada di belahan Selatan (yang mendukung perbudakan). Bisa dikatakan, perang ini adalah perang antara Utara melawan Selatan.

Setelah berlangsung selama kurleb 4 tahun, akhirnya pihak Konfederasi dipaksa keok oleh pihak Persatuan. Sehingga, status perbudakan secara resmi dihapuskan dari bumi Amerika. (https://en.wikipedia.org/wiki/American_Civil_War)

Namun ada sisi menarik dibalik Perang Saudara ini, yang kurang banyak diekspos oleh media mainstream, tapi berdampak sistemik pada sistem moneter dan perbankan di negara Adidaya tersebut.

Saat Perang Saudara berlangsung, kubu Persatuan memerlukan banyak uang untuk mendanai perang. Walhasil, upaya meminjam uang diajukannya kepada para bankir yang bercokol di Wallstreet.

Tapi, bunga pinjaman yang diajukan para bankir sungguh buat galau sosok Lincoln yang saat itu menjabat sebagai Presiden. Dengan bunga mencapai 24-36%, siapa juga yang nggak pusing memikirkannya? (https://famguardian.org/Publications/InThisAgeOfPlenty/plenty49.htm)

Singkat cerita, ditengah kebingungannya setelah menolak tawaran pinjaman dari para bankir, Kolonel Dick Taylor dari Illinois memberi masukan sang presiden, “Kenapa anda nggak mencetak mata uang sendiri sebagai wujud pemerintahan yang berdaulat? Toh itu sah dan diatur oleh konstitusi.”

Cara yang diambil cukup mudah.

Presiden Lincoln tinggal minta persetujuan Kongres untuk mengesahkan RUU yang mengijinkan hak negara untuk mencetak uang sebagai alat pembayaran yang sah di Amerika. Nah dengan uang tersebut, pemerintah Lincoln bakal bisa mendanai perang.

Sejarah mencatat, Lincoln mendengarkan usul yang dilontarkan kolega-nya, Kolonel Taylor. Pemerintahan Lincoln akhirnya mencetak uang nasional yang belakangan diberi nama Greenback yang disokong oleh cadangan emas. “Ini adalah anugerah terbesar yang pernah ada bagi segenap rakyat Amerika,” ungkap Lincoln.

Dengan adanya Greenback, pemerintahan Lincoln bukan saja berhasil memenangkan perang melawan pasukan Konfederasi, tetapi juga mendanai periode ekspansi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari mulai industri baja hingga industri manufaktur lainnya.

Wajar jika kemudian produktivitas warga Amerika meningkat sebesar 50-75% dimasa kepemimpinan Lincoln. Hal yang sama dengan bidang pendidikan dan perdagangan. Semua karena adanya Greenback sebagai bahan bakarnya.

Menanggapi hal ini, siapa yang kemudian dirugikan?

Tentu saja para bankir internasional, yang sedari awal berencana mengambil alih atas konsesi keuangan di Amerika dengan cara memberikan hutang. Dengan adanya skenario greenback yang diinisiasi Lincoln, rencana mereka bisa jadi tinggal kenangan.

Ini dapat terlihat pada sebuah editorial anonim yang diterbitkan pada The London Times di tahun 1863, yang intinya menghendaki sistem ekonomi berbasis anti-hutang, greenback segera dihapuskan dari Amerika.

“Pemerintahan ini (pimpinan presiden Lincoln -red) harus dihancurkan, jika tidak maka itu dapat menghancurkan setiap monarki manapun yang ada di dunia,” demikian kurleb-nya. (https://archive.org/stream/pdfy-9Af4xDvXru3aLFda/The%20Coming-battle-m.w.Walbert-1899_djvu.txt)

Untuk menjalankan skenario ini, apa yang dilakukan?

Salah satunya dengan menakut-nakuti bahwa jika negara menerapkan sistem mata uang sendiri (tanpa melibatkan para bankir) kondisi hiperinflasi rawan terjadi. Nggak heran kalo mereka mengatakan bahwa sistem tersebut dapat menghancurkan sistem pemerintahan di dunia.

Apa iya?

Satu hal yang perlu dicatat, bahwa inflasi terjadi saat pasokan uang meningkat namun pasokan barang tidak meningkat. Atau saat spekulan mendevaluasi mata uang melalui short-selling secara besar-besaran.

Kasus hiperinflasi yang terjadi di Amerika Latin bisa dijadikan rujukan dimana uang hasil mesin cetak digunakan untuk melunasi utang luar negeri.

Ketika uang yang baru dicetak digunakan untuk memproduksi barang dan jasa baru, maka inflasi harga nggak akan terjadi karena penawaran dan permintaan akan meningkat secara bersamaan. Pada lain waktu saya akan bahas soal ini.

Pada kasus Perang Saudara di Amerika, harga-harga memang meningkat karena barang bersifat langka di pasaran. Pasokan barang yang lumpuh yang menyebabkan itu terjadi dan bukan karena adanya greenback. Logikanya, perang lebih dominan menghasilkan senjata dan bukan barang konsumsi, bukan?

Toh, narasi-narasi ‘hiperinflasi’ akibat mencetak uang sendiri yang didengungkan para bankir yang nggak lain kartel sang Ndoro besar, nggak mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat AS kala itu. Dengan kata lain, harus ada rencana cadangan dalam menyelesaikan masalah ini.

Apa itu?

Hanya beberapa hari setelah pelantikannya yang kedua di tahun 1865, Lincoln ditembak tepat di kepala oleh John Wilkes Booth, saat menyaksikan pertunjukkan drama komedi ‘Our American Cousin’ di Teater Ford yang ada di Washington DC. Dengan matinya Lincoln, otomatis upaya penggunaan mata uang greenback secara permanen di AS, hanya tinggal cerita. (https://www.britannica.com/event/assassination-of-Abraham-Lincoln)

Apakah motif untuk membunuh Lincoln hanya didasarkan pada alasan karena Booth merupakan pendukung setia Konfederasi seperti yang banyak diulas media mainstream?

Nggak juga.

Pengungkapan Gerald G. McGeer selaku pengacara asal Kanada di tahun 1934, menampik alasan mengada-ada tersebut.

Melalui pidatonya yang dimuat dalam sebuah artikel Vancouver Sun tertanggal 2 Mei 1934, McGeer menyatakan, “Abraham Lincoln dibunuh melalui intrik sekelompok bankir internasional. … Booth sendiri merupakan seorang tentara bayaran yang bekerja untuk para bankir internasional.” (https://sites.google.com/a/backyardpit.com/the-history-of-the-money-changers/home/1865)

Apa alasan utama pembunuhan Lincoln?

Karena para bankir internasional ingin mendirikan bank sentral di AS. Dengan adanya bank sentral, maka pemerintah nggak bisa seenak jidat mencetak uang ala Lincoln, karena hak mencetak uang adalah wewenang bank sentral semata.

Dengan skenario ini, maka pemerintah AS dipaksa berhutang untuk mendapatkan uang yang dicetak oleh bank sentral dengan klaim standar emas namun nyatanya hanya ‘bermodalkan dengkul’.

“8 tahun setelah kematian Lincoln, maka rencana para bankir untuk menerapkan rencana berjalan mulus tanpa halangan,” ungkap McGeer.

Dan sialnya, banyak rakyat yang nggak paham atas rencana para bankir tersebut.

Kenapa bisa begitu?

Mengutip pernyataan Henry Ford, “Jika masyarakat AS paham atas sistem perbankan dan moneter kita, maka saya yakin akan terjadi revolusi sebelum besok pagi.” (https://en.wikisource.org/wiki/Page:Congressional_Record_Volume_81_Part_3.djvu/154)

Bagaimana dengan warga negara Planet Namek? Sadarkah mereka dengan skenario yang sama?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Mas sebelum pernah saudara, siapa yg mencetak uangnya kenapa Lincoln kepikiran minjam uang dari para bankir?
    Maturnuwun aebelumnya

error: Content is protected !!