Menyoal Ribut FIFA


511

Menyoal Ribut FIFA

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, kenapa gak bahas soal batalnya Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20?” tanya seorang netizen.

Perasaan saya, nggak ada yang istimewa atas penolakan tersebut. Alasan FIFA normatif, karena ada ‘alasan tertentu’ alias Indonesia nggak mau terima Israel untuk ikutan pada ajang tersebut. Padahal Israel sudah lolos kualifikasi. (https://jakartaglobe.id/news/fifa-removes-indonesia-as-u20-world-cup-host)

Lantas, kenapa sekarang jadi ramai dibicarakan?

Sampai-sampai ada analias geopolitik yang ikutan nimbrung dengan berkilah bahwa FIFA nggak mau Ganjar jadi capres di 2024 mendatang. Apa iya targetnya Ganjar nggak bisa jadi presiden di 2024 mendatang?

Okelah saya coba bahas, agar anda lebih paham duduk masalahnya.

Adalah hoki besar bagi Indonesia karena didaulat jadi host Piala Dunia U-20. Ini terjadi di 2019 silam. (https://jakartaglobe.id/news/indonesia-officially-announced-as-host-of-2021-u20-fifa-world-cup)

Bagaimana tidak, mengingat di tingkat Asia saja kita udah kedodoran ngelawan negara-negara tetangga dalam babak kualifikasi. Dengan kondisi seperti ini, adalah sulit bagi Indonesia untuk bisa mendapat tiket untuk berlaga di event tersebut.

Dengan kata lain, penunjukkan FIFA pada Indonesia sebagai host, ibarat ketiban pulung. Bukankah dengan menjadi host, Indonesia otomatis bisa ikutan main tanpa harus repot-repot memperebutkan tiket-nya?

Seirinng berjalannya waktu, ternyata ada yang diluar dugaan.

Timnas Israel ternyata lolos babak kualifikasi. Padahal ini terjadi setelah penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah oleh FIFA. Jadi Indonesia nggak tahu skenario menangnya Israel. (https://www.kompas.com/sports/read/2023/03/27/11400038/kronologi-israel-bisa-tampil-di-piala-dunia-u20-2023-bikin-kejutan-lolos?page=all)

Awalnya penolakan-penolakan dilakukan oleh sejumlah ormas. Belakangan, I Wayan Koster selaku Gubernur Bali juga menolak kehadiran tim Israel tersebut. (https://nasional.tempo.co/read/1707692/tolak-timnas-israel-bertanding-di-bali-wayan-koster-bukan-sikap-saya-saja-sikap-pemerintah-juga)

Ganjar Pranowo juga melakukan hal yang sama, karena PDIP selaku partai tempatnya bernaung telah menyuarakan hal yang sama. (https://kumparan.com/kumparannews/ganjar-dinilai-tak-blunder-tolak-timnas-israel-tapi-beri-bukti-loyal-ke-pdip-2078nRvvzuL)

Wajar jika kedua orang tersebut bersuara, karena baik Bali maupun Jateng otomatis akan ketempatan sebagai host ajang laga event FIFA tersebut. Dan kebetulan lagi, keduanya kader PDIP yang menjunjung spirit Soekarno sebagai Bapak Ideologis mereka, yang menolak eksistensi Israel.

Asal tahu saja, Soekarno pernah menolak untuk bertanding dengan Israel pada ajang kualifikasi Piala Dunia di tahun 1958, walaupun sebagai akibatnya Indonesia gagal melaju ke event bergengsi tersebut. (https://bola.okezone.com/read/2023/03/22/51/2785440/kisah-kegagalan-timnas-indonesia-ke-piala-dunia-1958-karena-presiden-soekarno-tolak-main-dengan-israel-demi-hormati-palestina)

Nggak hanya itu, sebab Soekarno juga menolak untuk mengundang Israel pada Asian Games 1962, yang berujung ditangguhkannya keanggotaan Indonesia pada International Olympic Committee. (https://nasional.tempo.co/read/1709296/sukarno-tolak-israel-di-asian-games-iv-1962-hingga-berani-keluar-dari-ioc-jauh-sebelum-piala-dunia-u-20-2023)

Jadi, wajar jika kader-kader PDIP bersuara yang sama dengan menolak tim Israel, karena ada spirit anti kolonialisme dari sang Founding Father.

Namun disinilah blunder bermula.

Dengan menyuarakan amanat partainya, GP dinilai bakal kehilangan kans untuk dipilih oleh kaum muda, karena dinilai mengkandaskan cita-cita Indonesia untuk bisa berpartisipasi pada ajang FIFA tersebut. (https://www.rmoldkijakarta.id/gara-gara-tolak-timnas-israel-ganjar-mau-untung-malah-buntung)

Itu namanya konsekuensi yang harus diambil karena salah perhitungan.

Alih-alih bakal mendapat simpati publik karena berani bersuara lantang atas Israel, nyatanya banyak orang menyalahkan sikap yang diambil GP.

Nggak akan juga suara oposisi yang selama ini menentang Jokowi dan pro Palestina, bakal otomatis mendukung GP atas sikap politik yang diambilnya.

Itu nggak akan terjadi.

Jadi titik salahnya, dibuat GP sendiri kalo seandainya dia kehilangan elektabilitas atas penyataan yang dibuatnya tersebut. Bukan FIFA yang salah, apalagi tim Israel. Apalagi FIFA yang nggak menghendaki GP jadi presiden di 2024 mendatang. Itu terlalu lebay.

Memangnya selama ini GP nggak menjalankan program sang Ndoro besar? (https://www.liputan6.com/jateng/read/4925186/vaksin-booster-jadi-syarat-mudik-ganjar-bagus-biar-lebih-aman)

Harusnya, GP bersikap layaknya politisi. Nggak usah mengomentari hal yang memang nggak perlu dikomentari. Ingatlah bahwa 2023 adalah tahun politik, yang artinya segala sesuatu bisa digoreng sesuai kebutuhan.

Ambil contoh Anies Baswedan yang nggak mau berkomentar atas situasi ini. Baginya, apa untungnya dia berkomentar atas masalah ini. Dan konstituen-nya nggak menuntut dirinya berkomentar, karena itu bakal berisiko kehilangan elektabilitas. (https://wartaekonomi.co.id/read489814/anies-baswedan-tak-beri-komentar-soal-penolakan-israel-dalam-piala-dunia-u-20-denny-siregar-lagi-bingung-doi-takut-pendukungnya-ngamuk)

Sekedar mengingatkan saja, bahwa beberapa kali atlet Israel menginjakan kakinya di Indonesia.

Mikhail Yakovlev, atlet sepeda Israel adalah salah satu contohnya, dimana dia bebas berlomba di Velodrome Jakarta dalam event yang diselenggarakan UCI pada Februari silam. (https://sport.detik.com/sport-lain/d-6647042/cerita-atlet-sepeda-israel-aman-aman-saja-saat-lomba-di-indonesia)

Atau kehadiran atlet bulutangkis Israel, Misha Zilberman pada 2015 silam pada ajang Kejuaraan Dunia BWF yang berlangsung di Istora Senayan. (https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20230315105145-178-925268/2-atlet-israel-yang-pernah-bertanding-di-indonesia)

Dan nggak ada tuh yang ribut-ribut seperti saat ini.

Lalu kenapa sekarang jadi ramai-mai-mai?

Jawabannya simpel, karena 2023 adalah tahun politik. Semua bisa digoreng untuk alasan politis. Dan sebagai politisi, GP harusnya paham betul kondisi ini, bukan malah buat pernyataan blunder yang seharusnya nggak perlu demi bisa diajukan PDIP sebagai capres.

Seperti saya sudah ulas tahun lalu, bahwa pada kontestasi 2024, kemenangan hanya bagi capres yang diusung sang Ndoro besar. (baca disini dan disini)

Jadi, mau siapapun capres-nya, pemenangnya adalah kader sang Ndoro besar.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah Analis Geopoltik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!