2024: Berkaca Pada Macron (*Bagian 1)


532

2024: Berkaca Pada Macron (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana peta politik di gelaran pilpres 2024 mendatang? Siapa yang akan memenangkan kontestasi? Apakah akan ada kuda hitam dalam event tersebut?

Coba kita gali berdasarkan paparan media mainstream yang ada di penjuru Planet Namek.

Awalnya, Ganjar punya kans untuk melaju mengingat tingkat elektabilitasnya yang tinggi. Namun semua berubah saat partai tempatnya bernaung justru nggak punya ‘tendensi’ untuk tidak mengusungnya di 2024 mendatang.

Tentang ini saya pernah bahas pada tulisan sebelumnya. (baca disini)

Yang paling gres adalah soal ribut-ribut yang terjadi antara Trimedya Panjaitan sebagai sosok politisi senior di partai Banteng dengan seorang ‘pendengung’ perihal ketidaksukaan partai tersebut terhadap para Ganjarist yang terus menerus mendukung Ganjar untuk maju pada gelaran pilpres 2024.

Point yang mau disampaikan adalah: PDIP nggak akan mengusung seorang Ganjar untuk maju, meskipun para Ganjarist tetap keukeuh mendukungnya. Titik. (https://radaraktual.com/104828/trimedya-panjaitan-ke-eko-kuntadhi-jujur-relawan-ganjar-duitnya-dari-sopo.html)

Bahkan pernyataan Ganjar baru-baru ini menegaskan sinyalemen yang ada saat ini, bahwa dirinya akan tegak luris dengan keputusan Ketum Megawati, terkait dengan siapa yang akan dicalonkan pada pilpres 2024 mendatang. Termasuk jika dirinya tidak dicalonkan.

“Ya semua orang bisa memberikan (dukungan), kami menghormati partai apapun begitu ya, karena saya anggota PDIP tentu keputusan tegak lurus pada ibu ketum. Itu sudaj menjadi rumus seluruh anggota partai,” ungkapnya. (https://www.merdeka.com/politik/jawaban-ganjar-pranowo-andai-tak-diusung-pdip-jadi-calon-presiden.html)

Jadi, kalo Ganjarist tetap ngotot mengusung Ganjar sebagai capres, sementara pribadi Ganjar jelas-jelas nggak mau melawan arahan partai, apa bisa aksi main paksa tetap dijalankan?

Di sisi yang lain, pesaing Ganjar yang mulai naik daun dipenghujung masa jabatannya, Anies Baswedan, juga mengalami nasib yang sama. Malah banyak pengamat punya prediksi suram terhadap sosok Anies menghadapi gelaran pilpres 2024 mendatang, ketimbang Ganjar.

Setidaknya ada 2 alasan utama.

Pertama Anies akan mengakhiri masa jabatan gubernurnya pada Oktober mendatang, sehingga diprediksi nggak punya panggung untuk menaikkan pamor-nya setelah itu. (https://news.detik.com/berita/d-5764782/masa-jabatan-berakhir-16-oktober-2022-setelah-itu-anies-mau-apa)

Dan yang terpenting, meskipun tingkat elektabilitasnya cukup tinggi saat ini, Anies nggak punya kendaraan politik yang akan mengusungnya, mengingat dirinya bukanlah kader parpol manapun. Setidaknya, anggapan banyak pengamat, awalnya begitu.

Tapi kemudian semua terkaget-kaget saat partai Nasdem memberikan dukungan penuh pada sosok Anies untuk maju pada gelaran pilpres 2024 mendatang, bahkan sebagai kandidat utama. (https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/18/13044701/nasdem-makin-dekat-usung-anies-jadi-capres-sesuai-prediksi-m-taufik)

Menariknya, selain menjagokan Anies, Nasdem juga mengusung sosok Andika Perkasa, yang saat ini menjabat sebagai Panglima TNI. Spekulasi merebak: akankah sosok Andika menjadi kuda hitam pada event 2024 mendatang, mengingat ‘langkah politis’ mulai dijajakinya? (https://lampung.suara.com/read/2022/05/11/071500/minta-pencitraan-jenderal-andika-perkasa-jangan-lebay-ini-3-kritik-rudi-s-kamri-untuk-panglima-tni)

Menanggapi persoalan ini, seorang netizen bertanya kepada saya. “Prediksi Abang, siapa yang akan melaju di 2024 mendatang?” begitu kurleb-nya.

Sebenarnya, saya sudah membuat analisa secara tersirat pada tulisan saya beberapa tahun yang lalu, terkait gelaran pilpres 2024. Silakan anda baca. (baca disini)

Namun untuk mempertegas kembali prediksi saya, saya coba kasih jawaban dengan alur yang berbeda.

Di tahun 2017 silam, Perancis menggelar pemilu, dimana diperoleh hasil yang cukup mengejutkan karena sosok newcomer justru bisa menang telak dengan perolehan suara sekitar 66.06%. Dialah Emmanuel Macron. (https://www.scmp.com/yp/discover/news/global/article/3054669/emmanuel-macron-wins-french-presidential-election-over-far)

Bagaimana Macron bisa memenangkan kontestasi, padahal dia adalah sosok yang ‘kurang dikenal’ di kalangan politisi Perancis? Secara umur, usia Macron juga terbilang belia, karena masih berusia 39 tahun saat menjabat. Ibarat kata, “Kencing aja belum lurus, masa bisa jadi presiden?” (https://news.yahoo.com/france-39-old-maverick-macron-221547698.html)

Nalar akan berkata: ini ada sesuatu yang diluar kelaziman. Apa itu?

Mari kita buka jejak digital untuk tahu siapa sosok Macron sesungguhnya.

Secara profesi, Macron adalah bankir investasi yang punya keahlian dalam merger dan akuisisi. Keahlian ini ditunjang oleh karir akedemiknya yang merupakan jebolan kampus National School of Administration, sebuah universitas ternama di Perancis sana. (https://www.france24.com/en/france/20210408-macron-announces-closure-of-ena-the-elite-school-for-presidents-that-france-loves-to-hate)

Sebenarnya, awal karir Macron biasa-biasa saja, sampai kemudian di tahun 2007, Macron mulai berkenalan dan diajak untuk bekerjasama dengan Jacques Attali yang saat itu mecoba merumuskan kebijakan pertumbuhan ekonomi di Perancis. (https://www.thelibertybeacon.com/the-globalist-impostor-emmanuel-macron/)

Asal tahu saja, Attali adalah sosok dibalik layar yang ‘mengendalikan’ kepemimpinan di Perancis, selama ini.

Jadi sejak era Francois Mitterrand hingga Francois Hollande, otomatis Attali-lah yang mengatur kebijakan dari Istana Elysee. (https://philosophers-stone.info/2021/05/11/jacques-attali-was-an-advisor-to-francois-mitterrand-former-president-of-france-and-wrote-this-in-1981/)

Nah, Macron diajak untuk bekerjasama dengan Attali pada sebuah komisi yang kelak akan mengusulkan 300 cara untuk mengubah perekonomian Perancis di masa pemerintahan Nicolas Sarkozy.

Singkatnya di tahun 2008 Attali mengusulkan sebuah ‘terobosan’ untuk memodernisasi ekonomi Perancis yang dinilai mengalami kondisi stagnasi selama bertahun-tahun. (https://www.economist.com/europe/2008/01/24/attali-the-hun)

“Untuk menghindari kehilangan daya saing di pasar global, negara harus secara drastis mengurangi biaya tenaga kerja,” begitu isi postulat yang diusulkan Attali.

Apa dampak dari usulan Attali pada Sarcozy? Bagaimana ini berimbas pada karir Macron?

Pada bagian kedua kita akan membahasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!