Ketika Puan Mengganjar


515

Ketika Puan Mengganjar

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, bagaimana dengan kans Ganjar di 2024?” tanya seorang netizen menanggapi restu yang tak kunjung didapat dari mama Mega.

Tentang kans Ganjar, sangat besar. Saya pernah bahas sebelumnya. (baca disini)

Cuma ada kendala dilematis pada dirinya. (baca disini)

Maksudnya?

Baru-baru ini, Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu, Bambang Wuryanto atau yang akrab dikenal sebagai Bambang Pacul menilai elektabiliitas Ganjar hanya bagian dari pencitraan.

(https://www.solopos.com/hasil-survei-tak-bisa-pastikan-ganjar-pranowo-jadi-capres-pdip-1115083)

Berbekal pada hal ini, maka kader PDIP tersebut nggak otomatis mengantongi rekomendasi untuk bisa maju sebagai capres dari kubu Banteng.

Pendapat senada juga dilontarkan oleh seorang pengamat politik M. Jamiluddin Ritonga yang menyatakan, “Perilaku Ganjar sangat kental dengan nuansa pencitraaan.” (https://politik.rmol.id/read/2021/05/14/487890/Pengamat:-Logis-Petinggi-PDIP-Mempertanyakan-Elektabilitas-Ganjar-)

Dengan kata lain, elektabilitas Ganjar selama ini nggak lebih dari hasil pencitraan semata. “Belum ada informasi terkait kinerja Ganjar yang monumental. Kinerjanya hanya biasa-biasa saja,” ungkap Ritongga.

Ritongga menambahkan, jadi wajar kalo kemudian banyak pihak mempertanyakan tentang kinerja yang nggak selaras dengan elektablitas yang dirilis oleh berbagai lembaga survei terhadap sosok Ganjar. “Dasarnya apa?” begitu kurleb-nya.

Benar apa nggaknya pendapat tersebut, kita lihat ke depannya.

Saya melihat, pihak internal PDIP mulai gerah terhadap manuver yang dilakukan Ganjar akhir-akhir ini. Terutama lagi aksi dukungan yang dibesut oleh sejumlah orang baru-baru ini kepada dirinya. (https://www.merdeka.com/politik/ini-susunan-lengkap-pengurus-dulur-ganjar-pranowo.html)

Makin meradang-lah kubu Banteng.

Mengapa?

Karena bukan begitu mekanisme yang ada di tubuh PDIP. Untuk menjadi kandidat capres, seseorang harus melewati jalan panjang dan berliku. Dan nggak serta merta ‘main todong’ ala Ganjar.

Kalopun itu dilakukan, tetap ada orang ‘kuat’ dalam tubuh partai yang mendampingi sosok yang akan diusung sebagai capres. Jokowi disebut-sebut pernah melakukan aksi ini, saat mama Mega enggan memberikan restu pada dirinya.

“Gimana Bu, kalo nggak akan diusung oleh PDIP, besar kemungkinan elektabilitas partai akan jeblok,” demikian kurleb-nya. Dan akhirnya, restu-pun diberikan.

Nah kalo Ganjar, siapa orang kuat dalam partai tersebut yang akan ‘mendampingi’-nya?

Bahkan Bambang Pacul-pun sudah kasih sinyal kuat kalo Ganjar nggak akan dipasang sebagai kandidat capres dari partai Banteng tersebut.

Kenapa bisa begitu keukeuh?

Selidik punya selidik, Ganjar dinilai telah ‘mengangkangi’ aturan partai.

Maksudnya?

Menurut sumber whistle-blower, dulu saat pilgub Jateng 2013 silam, elektabilitas Ganjar hanya sekitar 6,3%. Dan Puan sebagai panglima tempur kemudian ‘pasang badan’ dan mengkoordinir elite-elite PDIP Jateng untuk memenangkan Ganjar melawan inkumben Bibit Waluyo.

Dan untuk tujuan khusus ini, Puan menggandeng Bambang Pacul yang sudah punya jam terbang tinggi dalam pemenangan pemilu bagi kubu PDIP.

Hasil akhirnya nggak mengecewakan, karena Ganjar sukses menekuk petahana yang punya elektabilitas lebih tinggi ketimbang dirinya. (https://twitter.com/MayorPensiun/status/1396470743827845120)

Jadi, kalo sekarang Ganjar meniru langkah Jokowi, jelas salah kaprah.

Pertama nggak punya koneksi orang kuat di PDIP, dan kedua ibarat kacang lupa sama kulitnya. Lupa bahwa PDIP yang telah membesarkan namanya hingga harus curi start sebelum dapat restu yang sah.

Dan yang paling penting, PDIP sudah ‘kantongi’ nama capres cawapres berdasarkan pertemuan nasgor tempo hari. (baca disini dan disini)

Menimbang konstelasi yang kian memanas, PDIP melalui Puan akhirnya mengadakan pertemuan atau konsolidasi di Jawa Tengah, tanpa mengundang Ganjar yang sejatinya adalah ‘penguasa’ di Jateng yang juga sosok partai Banteng tersebut (23/5). (https://nasional.tempo.co/read/1464940/puan-maharani-disebut-kumpulkan-kader-pdip-jateng-ganjar-pranowo-tak-hadir)

“Pemimpin itu ke depan adalah pemimpin yang ada di lapangan bukan di sosmed. Pemimpin yang memang dilihat teman-temannya, orang yang mendukungnya, bukan hanya di media,” ungkap Puan. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210523135039-32-645893/pdip-berkumpul-di-jateng-ganjar-pranowo-tak-diundang)

Masalah jadi ramai, dengan kehadiran buzzer yang mulai linglung, mau kemana bermuara setelah petahana lengser? Ini mungkin vital, karena menyangkut soal ‘periuk nasi’ mereka.

Bahkan ada yang bilang bahwa partai dan istana sekalipun, nggak bisa mengendalikan jagat media sosial. Itu jelas lebay.

Mau berpaling ke AB, jelas nggak mungkin karena ibarat menjilat ludah yang telah mereka keluarkan sendiri. Kedua, belum tentu AB bakal terima kehadiran mereka kalopun mereka mau.

Nggak aneh jika mereka mulai melawan reaksi yang diberikan Puan terhadap Ganjar.

Isu yang diangkat-pun cukup usang. Pertama mereka mulai mempertanyakan PDIP yang tidak akan mengusung Ganjar pada pilpres mendatang. Dan kedua, ujung-ujungnya mereka bakal serukan Golput pada pilpres 2024 mendatang.

Seingat saya sebagai aktivis 1990an, seruan golput nggak bakalan ampuh digelar di Indonesia, mengingat tingkat pemahaman politik warganya kurang mumpuni.

Lagian, kalo mereka golput, apa bisa gelaran pilpres dihentikan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!