Upaya Pengamanan Aset (*bagian 1)


526

“Bang, bagaimana membaca arah politik nasional pasca pertemuan 24 Juli lalu?”

Ingin rasanya menulis, namun skedul saya lumayan padat akhir-akhir ini. Mau nggak dibahas, nggak tega juga rasanya. Pikir saya kan sudah banyak yang mengulasnya.

Walaupun udah banyak yang ngebahas, namun orang-orang tertentu lebih tertarik kepada ulasan saya. Apa alasannya? “Karena lu lebih dikenal sebagai dukun politik, Ru,” demikian tukas temanku.

Ya udah deh, demi memuaskan rasa dahaganya, saya akan coba ditengah keterbatasan waktu yang saya miliki.

Ulasan ini akan saya pecah menjadi 2 tulisan, agar anda bisa memiliki pemahaman yang komprehensif.

Pertemuan 24 Juli yang dimaksud adalah pertemuan antara Mega – Prabowo di Teuku Umar dan pertemuan Surya Paloh – Anies di Gondangdia. Walaupun berbeda, namun tempat pertemuan keduanya nggak jauh-jauh amat jaraknya, karena keduanya berlokasi di bilangan Menteng, Jakarta.

Pertanyaannya, apa pesannya? Apa sama materi bicaranya?

Sebelum menjawab masalah ini, perlu kita recall ingatan kita, bahwa pertemuan Mega dan Prabowo adalah buntut hasil pertemuan MRT Lebak Bulus antara Prabowo dan Jokowi.

Jadi semacam kode, bahwa untuk bisa bertemu Mama Mega, yah harus melewati Jokowi sebagai aset berharga partai yang tengah berkuasa. “Masak iya, mo masuk rumah orang nggak perlu ketok pintu?”

Ada bisik-bisik tetangga, bahwa hasil pertemuan MRT adalah buah tangan Budi Gunawan alias BG selaku kepala BIN, yang berhasil membujuk kerasnya hati Prabowo yang awalnya mau jadi oposisi garis keras.

“Daripada jadi oposisi, terus temanan sama kampret mlulu dan nggak dapet apa-apa juga, mending gabung sama kita aja, pak?”Mendengar itu, seketika mashgul-lah hati Om Wowo terhadap tawaran tersebut. Pikir-pikir, benar juga adanya…

Dan tanggal 13 Juli tercatat sebagai hari berkabung nasional bagi para kampret garis keras.

Padahal, tokoh sekelas LBP saja, selalu gagal menggagas upaya pertemuan keduanya, meskipun dulunya LBP dan Om Wowo pernah satu almamater di korps baret merah.

Jangan heran, pas pertemuan 24 Juli di Teuku Umar, BG kembali muncul disana. Apa maksudnya? Orang partai bukan. Lantas apa urgensinya?

Saya kasih clue

Coba tilik apa yang di posting di LBP pada laman fesbuknya tertanggal 22 Juli yang lalu. Disana LBP berkeluh kesah pasca nyekar makan LB Moerdani di Kalibata. “Betapa berkuasa sewaktu masih hidup, maka bila meninggal dunia yang tersisa hanya gundukan tanah seluas 1X2 meter.”

Postingan tersebut bisa diartikan sebagai langkah siap-siap mundur LBP dari posisinya sebagai pendamping Jokowi di periode kedua nanti. “Tokoh intelijen, nggak baik kalo dipakai kelamaan.”

Siapa penggantinya kelak? BG lah jawabannya. Clear ya, kenapa BG ikutan pertemuan Teuku Umar.

Sampai makanan siang itu-pun sebenarnya penuh makna politis. Perhatikan saja.

“Makanannya nanti kami informasikan. Namun bawang putihnya saja, Ibu Mega yang memilih secara khusus,” begitu penegasan Hasto.

Kenapa bawang putih jadi tekanan? Karena konon bawang putih adalah obat mujarab sebagai penghancur sumbatan darah yang diakibatkan kolesterol.

Pesannya adalah, hambatan politis yang selama ini terjadi antara PDIP dan Gerindra, diharapkan bisa cair dengan hadirnya bawang putih, alias pertemuan nasi goreng siang itu.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Mega dan Prabowo pernah satu perahu dalam gelaran pilpres 2009. Namun sayangnya, langkah mereka kandas oleh paslon SBY dan Boediono kala itu.

Sesuai perjanjian Batu Tulis yang pernah mereka gagas bersama, Om Wowo rela mengalah untuk dijadikan cawapres di 2009. Namun pada 2014, jatah itu adalah milik Om Wowo. Itung-itung, giliran sesuai kesepakatan bersama.

Langkah mesra mereka terus berlanjut dengan pencalonan Jokowi dan Ahok pada gelaran pilkada 2012 dan menuai sukses besar.

Hubungan keduanya merenggang, tak kala Mama Mega malah menyorong Jokowi untuk maju pada gelaran pilpres 2014. Padahal itu kan jatahnya Om Wowo. Namanya politik, kesepakatan mah tinggal kesepakatan..

Sumbatan itupun bertambah lebar, saat Om Wowo dipaksa keok oleh Jokowi pada gelaran pilpres 2014, plus kalah rubber set di pilpres 2019.

Ibarat tersumbat oleh kolesterol, satu-satunya obat yang lumayan ampuh untuk mendobraknya, adalah bawang putih. Jadilah nasi goreng dengan ramuan bawang putih.

Lantas apa yang menjadi agenda pembicaraan pertemuan nasi goreng tersebut?

Saya akan bahas diulasan yang kedua, nanti. Saya ada janji ketemu klien sore ini.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!