3 Periode Cuma Wacana?


515

3 Periode Cuma Wacana?

Oleh: Ndaru Anugerah

“Wacana 3 periode yang kini merebak, hanyalah jebakan betmen buat Jokowi,” demikian suara netizen middle-class di lini masa medsos.

Apa benar?

Kalo anda dengarin komentar kaum middle-class, sampai lebaran monyet anda nggak akan jadi lebih pintar dari mereka, karena mereka nggak kasih pendidikan politik buat anda. Mirip kelakuan buzzer yang juga nggak kasih kontribusi apa-apa buat membuka wawasan politik anda.

Sekarang kita coba ulas pernyataan netizen middle-class tadi.

Apa sih wacana?

Secara definitif, wacana adalah proses komunikasi antar penyapa dan pesapa secara lisan, sedangkan secara tertulis wacana adalah hasil dari pengungkapan ide/gagasan penulis. Jadi ada wacana lisan dan tertulis. (https://www.gurupendidikan.co.id/wacana-adalah/)

Nah kalo kita berwacana, biasanya sifatnya temporal dan bisa jadi ‘mentah’, mengingat wacana nggak punya skenario ajeg untuk mengeksekusinya. Wacana hanya bersifat gagasan alias ideasional.

Kalo seseorang misalnya punya cara ajeg untuk mewujudkan wacana yang dimilikinya, itu namanya rencana, bukan wacana.

Coba kita lihat, apakah 3 periode itu wacana apa bukan?

Istilah tersebut muncul pertama kalinya pada Desember 2019 yang ‘katanya’ berasal dari Nasdem, meskipun akhirnya Nasdem mengkonfirmasi kabar burung tersebut. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20191205122327-4-120567/nasdem-yang-usul-jokowi-jadi-presiden-3-periode)

Saat itu Jokowi merespons. “Kalau ada yang usulkan itu, ada 3 motif: ingin menampar muka saya, ingin cari muka atau ingin menjerumuskan,” begitu ungkapnya. (https://nasional.tempo.co/read/1279107/wacana-jabatan-presiden-3-periode-jokowi-ada-yang-cari-muka)

Istilah 3 periode muncul lagi di Maret 2021 silam. Dan kembali Jokowi kasih statement bahwa dirinya nggak berminat atas ‘usulan’ tersebut, dengan gaya yang agak ‘kalem’. (https://voi.id/berita/38991/jokowi-bantah-ingin-jadi-presiden-3-periode-saya-tidak-berminat-jangan-buat-kegaduhan)

Kalo sekedar wacana, tentu nggak perlu ada ‘pengulangan’. Lantas kenapa diulang-ulang kek kaset kusut? Apa nggak ada yang ‘mengorkestrasi’?

Itu yang pertama.

Selanjutnya coba anda lihat dengan kelakuan para lembaga survei akhir-akhir ini. Kalo memang 3 periode hanya wacana, kenapa nama Jokowi sengaja ‘disodorkan’ kembali kepada rakyat dalam mengukur elektabilitas capres di 2024?

Bahkan ada lembaga survei yang dengan pede-nya mengklaim bahwa Jokowi masih diinginkan oleh rakyat untuk memimpin Indonesia selama 3 periode. (https://kabar24.bisnis.com/read/20210223/15/1359725/survei-lsi-jokowi-bisa-menang-lagi-jika-ikut-pilpres-2024)

Belum lagi ada juga elemen masyarakat (walaupun minoritas) yang memang menghendaki Jokowi maju kembali menjabat untuk periode ketiga, dengan cara mengamandemen UUD. (https://www.merdeka.com/politik/dideklarasikan-saat-hut-jokowi-warga-ntt-suarakan-referendum-masa-jabatan-presiden.html)

Dan yang terpenting, Sekretariat Jokpro (Jokowi Prabowo) berhasil dibentuk dalam mengusung paslon Jokowi Prabowo digelaran pilpres 2024 mendatang. (https://www.jawapos.com/nasional/politik/19/06/2021/sekretariat-jokpro-terbentuk-jokowi-mau-jadi-presiden-3-periode/)

Sekali lagi ini bukan wacana, tapi sudah rencana karena sudah ada skenario yang dijalankan secara masif. Dan tentu saja ini bukan kejadian saling lepas karena ada ‘pihak’ yang sengaja mengaturnya.

Wajar jika kemudian pihak oposisi menyorot keras akan hal tersebut. (https://www.tribunnews.com/nasional/2021/06/20/demokrat-tanggapi-wacana-presiden-3-periode-indonesia-bukan-hanya-jokowi-dan-prabowo)

Karena memang ini sangat berbahaya dan mengancam demokrasi itu sendiri, jika kemudian dipaksakan untuk berjalan sesuai rencana. Kalo begitu jadinya: lantas apa beda Jokowi sama Soeharto?

Pula, sampai saat ini belum ada ‘nada keras’ dari seorang Jokowi dalam menampik ‘rencana’ tersebut. Padahal kalo mau, Jokowi bisa saja ‘panggil’ pihak-pihak yang mengusung rencana 3 periode tersebut. Nyatanya tidak dilakukan, bukan? (https://news.detik.com/berita/d-5611409/wasekjen-demokrat-minta-jokowi-tegur-qodari-soal-gagasan-3-periode)

Lalu, apakah relawan Jokowi mengusung sepenuhnya ‘rencana’ tersebut?

Nggak juga. Beberapa menolak ‘rencana’ 3 periode tersebut, karena memang esensinya mencoreng demokrasi. (https://news.detik.com/berita/d-5612012/relawan-jokowi-tak-kenal-jokpro-2024-wacana-presiden-3-periode-bahaya)

Lantas, bagaimana sebaiknya pihak Jokowi merespons hal tersebut?

Ambil sikap tegas kalo memang nggak punya pretensi untuk maju lagi untuk yang ketiga kalinya.

Ini punya dua sisi positif.

Pertama kasih pendidikan politik yang baik kepada rakyat tentang sikap seorang negarawan bahwa jabatan itu bukan ‘warisan’ tapi amanah dari rakyat.

Yang kedua, banyak masyarakat ‘terdidik’ yang memang nggak menghendaki dirinya untuk maju lagi di 2024 mendatang. (https://www.suara.com/news/2021/06/20/171319/survei-smrc-529-persen-masyarakat-tak-setuju-jokowi-presiden-3-periode?page=all)

Anyway, kekuasaan itu manis rasanya, bukan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Ada ngga bang kemungkinan kayak gini:
    Scamdemic C19 akan dijadikan kambing hitam. Dari yang seharusnya Scamdemic C19 “selesai dan basi untuk di-blowup” lagi tahun2 depan, tapi karena kebutuhan dan tujuan sistematis sehingga nantinya tidak akan ada Pilpres 2024 dengan alasan mencegah kerumunan di TPS karena semakin tidak terkontrolnya Scamdemic C19 di negeri Wakanda.

    Kan kalo ngga ada Pilpres di 2024, jabatan eksekutif dan yudikatif (mungkin) akan diberi “injury time”. Ntah 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, who knows…

    1. kemungkinan pilpres 2024 ditunda memang ada gejalanya. tapi saya pikir, rakyat mulai ‘paham’ skenario yang dimainkan.

error: Content is protected !!