Apa Kabar Corona di Indonesia?
Oleh: Ndaru Anugerah
Dalam pengantar rapat terbatas mitigasi dampak COVID-19 terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, Jokowi mengatakan,” Saya meyakini ini hanya sampai akhir tahun. Tahun depan (2021), booming di pariwisata.” (16/4)
Jokowi mengatakan bahwa selepas pandemi ini, masyarakat pasti memiliki keinginan untuk berlibur demi melepas penat dari keterkungkungan.
“Semua orang pingin keluar, semua orang pingin menikmati kembali keindahan pariwisata sehingga optimisme itu yang harus terus diangkat,” ujar dia.
Satu point yang didapat dari statement tersebut, bahwa status PSBB besar kemungkinan nggak akan dicabut dalam waktu dekat, malahan ada kemungkinan bakal diperpanjang.
Sontak pertanyaan langsung membanjiri kanal media sosial. “Wah, lama banget pakde. Saya bisa nggak makan kalo selama itu.”
Sebenarnya ada apa, sehingga keluar statement nggak berdaya seperti itu?
Saya coba mengulasnya.
COVID-19 pada hakikatnya adalah perang biologis (biological war) dengan menggunakan virus sebagai medianya. Ini dilakukan sebagai buntut kalahnya perang dagang (trade war) AS pada China. Harapannya apalagi selain menggulung ekonomi China yang kini leading dalam perlombaan.
Point ini yang harusnya kita pahami bersama terlebih dahulu.
Kemudian rencana susulan dibuat, agar China yang selama ini tengah giat-giatnya membangun jalur sutra baru berjudul: Belt and Road Initiative, dapat dihadang. Syukur-syukur bisa dihancurkan.
Bermulai dari simulasi event 201 dan berakhir di olimpiade militer CISM di Wuhan, China (baca disini)
Setelah itu, dunia mulai memasuki babak baru dengan menyebarnya virus Corona dari Wuhan tersebut, demikian pesatnya.
Tiba-tiba nggak hujan nggak angin, WHO melalui Tedros menetapkan status pandemi (PHEIC) pada COVID-19.
Disini kita layak bertanya-tanya, apa dasarnya? Mengingat angka kematian di luar China saat itu, hanya 150 orang saja, nggak cukup menjadikannya status darurat pandemi dikeluarkan (11/3).
Belakangan kita tahu bahwa keputusan itu dibuat, karena ada rencana sang Ndoro besar yang harus dijalani. Jadi nggak aneh lah. Mana ada jongos yang berani melawan perintah atasannya? (baca disini).
Atas rencana vaksinasi global dan juga ID2020 milik sang Ndoro besar, propaganda kemudian dijalankan secara intens. Disinilah media mainstream memainkan perannya, dengan tujuan menggiring opini publik. (baca disini)
Bagaimana virus yang bukan mematikan tersebut, dibuat seolah-olah mematikan. Bagaimana angka kematian diekspos secara berulang-ulang, Bagaimana angka kematian dimanipulasi secara besar-besaran.
Ini sangat diperlukan untuk membuat situasi panik global dapat tercipta. Kenapa harus panik?
“Coba jawab, apakah orang yang panik bisa berpikir rasional?”
Kalo hari-hari belakangan, narasi panik terus dimainkan oleh media mainstream, nggak lain adalah upaya pematangan opini yang berujung pada keputusasaan.
Lalu kalo sudah putus-asa, orang ditawarkan apa saja, pasti diambil demi mengatasi masalah. Dan apa yang akan ditawarkan? Nggak lain adalah barang dagangan sang Ndoro, yaitu vaksin COVID-19 yang pada gilirannya akan memasukkan juga program sisipan, ID2020 berupa ID biometrik.
Lantas, kapan vaksin akan tersedia?
Tentang ini saya juga sudah ulas berulang-ulang. Patokannya adalah siapa pihak yang paling awal meneriakkan program vaksinasi global. Tepat sekali. Bill Gates lah sang whistle blower-nya.
BG sendiri ngomong, bahwa vaksin akan tersedia pada akhir tahun paling cepat. Kalopun molor, bisa sampai 1,5 tahun (18 bulan).
Jadi semua negara harus menjadikan pernyataan BG sebagai acuannya. Lha wong dia sang dalang sesungguhnya.
Tidak terkecuali Indonesia.
Jadi apa yang diucapkan seorang Jokowi, bukanlah barang baru. Karena memang begitu realitanya. Nggak mungkin Indonesia mendahului rencana sang Ndoro besar, untuk keluar dari masalah secepatnya.
Akan ada konsekuensi logis, jika misalnya Indonesia menyatakan sudah keluar dari status pandemi.
Tahu kasus kematian akibat COVID-19 di Italia?
Disana kasusnya cukup aneh, bukan saja dikarenakan tingginya angka kematian (fatality rate), juga sudden death cases dimana kematian tiba-tiba tanpa adanya gejala sebelumnya. Begitu tidur, langsung nggak bangun-bangun lagi.
Itu karena virusnya sudah dimodifikasi sedemikian hingga benar-benar mematikan. Tentang ini juga pernah saya ulas. (baca disini)
Aliasnya Jokowi nggak mau bertaruh untuk membuat situasi di Indonesia makin buruk.
Apakah COVID-19 yang katanya virus influenza tersebut, akan otomatis lenyap seiring datangnya musim panas/kemarau di Indonesia?
Logikanya sih begitu. Cuma dengan menetapkan Indonesia pada status free pandemi COVID-19 pada Mei nanti, sama saja nantangin para pembuat virus untuk menurunkan virus yang lebih mematikan lagi ke Indonesia. Dan Jokowi nggak mau ambil langkah ekstrim, demi kepentingan bangsa.
Jadi clear ya masalahnya..
Cuma saran saya ke pakde, baiknya obat-obatan alternatif yang pernah saya usulkan, bisa dipakai untuk masyarakat Indonesia. Dengan catatan: in case of emergency alias kalo ada gejala COVID-19. Toh efek sampingnya nggak terlalu parah kok kalopun dipakai, karena memang bukan obat keras. (baca disini)
Selain itu, ini saatnya rakyat Indonesia untuk sadar permainan elit global yang tengah dimainkan.
Jadi kalo nanti ada program vaksinasi global, ya kita wajib tolak rame-rame. Pertama, apa urgensinya? Yang kedua, Indonesia kan tidak menetapkan status lockdown sebagai protokol wajib vaksin global.
Semoga masukkan ini dapat didengar kembali. Sebab saya sadar, siapalah saya ini?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments