Misteri Tetaplah Misteri (*Bagian 2)


530

Misteri Tetaplah Misteri (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah – 11122023

Ternyata, dalam mengusung spirit damai global, JFK nggak sendirian, sebab dia punya kolega yang juga punya pikiran yang sama. Dia adalah Dag Hammarskjold, Sekjen PBB kala itu.

Kalo ditelusur kenapa Kongo bisa lepas dari kungkungan Belgia dan memilih seorang Patrice Lumumba, di belakangnya ada sosok Hammarskjold yang memberi dukungan.

Nggak hanya Kongo, sebab negara dunia ketiga juga mendapatkan endorsement perdamaian dari dirinya.

Sayangnya, Hammarskjold terbunuh di medio September 1961 saat menjalani misi menjaga perdamaian ke Kongo. Bukti kuat menyatakan bahwa CIA dibawah kepmimpinan Allen Dulles, terlibat dalam aksi pembunuhan Hammarskjold. (baca disini dan disini)

Kematian Hammarskjold merupakan pukulan keras bagi JFK.

Selain dengan Hammarskjold, JFK juga menjalin hubungan dengan Indonesia, yang dianggap sebagai sekutu Perang Dingin-nya di kawasan Asia Tenggara. Jadi saat hubungan AS dengan Laos dan Vietnam membara, hubungan AS dan Indonesia bisa meredam situasi panas tersebut.

Bahkan demi mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai, Indonesia ‘dipaksa’ mengakhiri konfliknya dengan Malaysia, di tahun 1963.

Tapi perspektif damai yang diusung JFK, berseberangan dengan spirit perang yang diusung CIA sebagai lengan deep state. Alasannya sederhana, Indonesia nggak boleh menjadi negara berdaulat karena Indonesia kaya SDA.

Dengan kata lain, kemerdekaan Indonesia yang ‘hakiki’, dengan alasan apapun nggak akan diterima oleh CIA.

“Kalo Indonesia berhasil menjadi negara berdaulat, otomatis kekayaan SDA-nya akan lepas dari cengkraman kartel Ndoro besar,” begitu kurleb-nya. (https://www.tribunal1965.org/en/allen-dulles-indonesian-strategy-and-the-assassination-of-john-f-kennedy/)

Dan belakangan kita tahu, bahwa rencana mewujudkan kawasan damai di Asia Tenggara yang diusung JFK berakhir dengan kegagalan yang tragis, karena peran CIA.

Rencana penarikan pasukan AS di Vietnam oleh JFK, otomatis dibatalkan oleh Lyndon Johnson penggantinya pasca kematiannya. Nggak hanya itu, sebab bukannya ditarik keluar, bahkan ratusan ribu pasukan AS malah ditambah ke Vietnam dalam upaya menggelar perang. (https://theconversation.com/the-choice-lbjs-decision-to-go-to-war-in-vietnam-38410)

Sama halnya dengan renacana JFK di Indonesia, juga mengalami kegagalan.

Puncaknya saat Soekarno digantikan oleh Jenderal Soeharto yang merupakan ‘boneka’ AS plus pembantaian massal penduduk sipil, yang sarat rekayasa yang didesain oleh lengan deep state tersebut. (baca disini, disini dan disini)

Itu di kawasan Asia Tenggara.

Bagaimana dengan rencana damai lainnya yang dimiliki JFK?

Kita palingkan kepala kita ke negara tetangga AS kala itu, Kuba. Spirit damai yang sama juga digelar disana. Makanya JFK enggan saat AS berencana menginvasi negara sosialis tersebut.

Dan CIA, sangat paham akan situasi ini.

Kalo sampai serangan ke Kuba tidak dilancarkan, akan fatal bagi CIA.

Kenapa?

Lengan deep state tersebut sangat berkepentingan untuk menjatuhkan rezim Fidel Castro, karena merupakan kepanjangan tangan Soviet pada masa Perang Dingin. Untuk menjalankan misi ini, CIA bahkan telah melatih pasukan pengasingan Kuba, untuk menjatuhkan Castro.

Jadi, rencana ini telah lama disusun Dulles, bahkan sejak kepemimpinan Presiden Eisenhower. Menjadi anti-klimaks jika seorang JFK menampik invasi pada.

Satu-satunya cara adalah dengan membuat serangan false-flag pada Kuba, dimana JFK tidak mendukung invasi tersebut. Singkat cerita, dihidupkanlah kembali skenario krisis rudal Kuba yang bisa mengancam keamanan nasional AS. Dengan adanya skenario ini, maka invasi bisa dibenarkan. (https://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/ea/17739.htm)

Nyatanya Soviet bisa mengetahui invasi besar-besaran yang akan digelar AS, lebih dari seminggu sebelumnya. Bahkan rencana serangan AS telah diteruskan ke tangan Fidel Castro untuk antisipasinya.

Wajar jika akhirnya invasi Teluk Babi berakhir anti-klimaks, karena memang sudah bocor sebelum eksekusi.

Pertanyaannya, siapa yang bermain dalam bocornya serangan tersebut? Siapa yang dirugikan atas kegagalan invasi tersebut selain sosok JFK? Rencana siapa ini sebenarnya?

Nggak sulit menjawab pertanyaan tersebut.

Apakah JFK nggak tahu rencana jahat yang digelar CIA pada dirinya?

Ya tahu, lah. Makanya setelah invasi rekayasa yang sukses menampar muka JFK tersebut, sosok Allen Dulles ‘dilengserkan’ sebagai Direktur CIA. Bahkan JFK saat itu, makin curigaan pada orang-orang intelijen militer yang ada di sekelilingnya yang ditunjuk sebagai penasihat militernya. (https://history.stackexchange.com/questions/46236/what-were-the-reasons-behind-allen-w-dulles-resignation)

“Saya akan memecah CIA menjadi ribuan bagian dan menyebarkannya kemana-mana, bukan dalam kerangka membuatnya sebagai lembaga yang disayangi pemerintah, melainkan untuk mengamputasi pertumbuhannya yang eksponensial,” begitu ungkapnya. (https://theintercept.com/2016/02/22/in-1974-call-to-abolish-cia-sanders-followed-in-footsteps-of-jfk-truman/)

Saat Kepala Staf Gabungan memintanya mengirim pasukan tempur ke Laos pada April 1961, JFK melalui perwakilannya menyatakan, “Saya ingin penyelesaian melalui jalur perundingan di Laos. Jadi saya tidak membutuhkan pasukan kalian.” (https://www.goodreads.com/book/show/1375358.The_End_Of_Nowhere_American_Policy_Toward_Laos_Since_1954)

Atau saat jenderal utamanya mendesak otorisasinya dalam menggunakan senjata nuklir dalam menyelesaikan perselihannya dengan Uni Soviet di Berlin dan Asia Tenggara, JFK bereaksi keras tentang hal ini dengan menyatakan, “Orang-orang ini apa sudah gila, yah?” (https://isbn.nu/9780671892890)

Itu hanya secuil dari banyak rencana ‘gila’ yang diusung JFK, yang sudah pasti menempatkannya pada posisi yang membahayakan.

Dan JFK sangat sadar akan hal itu.

Ketika JFK menerima kunjungan Mikhail Kharlamov sebagai jubir Nikita Khrushchev di Gedung Putih, dia ditanya tentang kemungkinan rencana damai antara kedua pihak yang tengah dilanda perang dingin. JFK menjawab dengan lugas, “Anda nggak paham negara ini. Jika saya bertindak terlalu cepat atas hubungan AS dan Soviet, saya bisa dijebloskan ke rumah sakit jiwa atau dibunuh karenanya.” (https://archive.org/details/psmemoir0000sali)

Bisa disimpulkan bahwa spirit anti-perang seorang JFK, tidak perlu diragukan lagi. Dan ini sangat bertentangan dengan skenario polisi dunia yang kelak disematkan pada AS.

Lantas, bagaimana akhir kisah seorang JFK ditentukan? Siapa saya yang terlibat?

Kita akan bahas pada bagian selanjutnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!