Antara JFK dan Indonesia (*Bagian 2)


529

Antara JFK dan Indonesia (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan saya sudah mengulas pemikiran Prof. Greg Poulgrain seputar kematian JFK yang dianggap menjadi penghalang bagi terwujudnya cita-cita Allen Dulles di Irian Barat. (baca disini)

Pertama-tama yang ‘diamankan’ adalah Sekjen PBB Dag Hammarskjold lewat sebuah skenario kecelakaan pesawat di Kongo.

Langkah kedua yang ditempuh Dulles adalah ‘mengamankan’ JFK yang berencana akan tour ke Jakarta dalam upaya menuntaskan konfrontasi yang ada antara Malaysia dan Indonesia. Akhirnya langkah seorang JFK saat timah panas Lee Harvey Oswald menerjang dirinya.

Namun dengan strategi pengamanan kedua tokoh yang dianggap menghalangi jalannya, Dulles punya satu PR tersisa, yaitu bagaimana rencananya akan dimainkan di Indonesia, karena ada Soekarno dan PKI yang jadi penghalangnya.

Ingat bagaimana AS menjalin kerjasama dengan perwira AD Indonesia pada tahun 1958 dengan cara memberikan pelatihan militer skala penuh lewat tangan Guy Pauker? Ini dilakukan atas inisiatif Dulles dengan tujuan mempersiapkan rencana besarnya pada Indonesia. (baca disini, disini dan disini)

Ini jelas nggak sulit bagi Dulles, mengingat Kolonel Soewarto selaku Komandan Deputi Seskoad kala itu, merupakan lulusan Fort Leavenworth. Bahkan Guy Pauker punya cukup keyakinan, “Kolonel Soewarto akan punya ‘ide-ide’ baru sekembalinya dari pendidikan militer di AS.”

Siapa yang jadi tokoh utama pada peristiwa G30S?

Ada 4 tokoh sentral: Untung, Latief, Sjam dan tentu saja ‘the smiling general’.

Lantas bagaimana kaitan antara mereka berempat?

Menurut Prof. Poulgrain, baik Sjam dan Soeharto keduanya pernah mengikuti pelatihan di Seskoad Bandung. Dan ‘kebetulan’ bahwa Kolonel Soewarto yang sangat dekat dengan CIA menjadi komandan sesko kala itu. Pengakuan Jenderal A.H. Nasution menegaskan hal itu.

Bukan itu saja. Kolonel Soewarto juga punya kaitan erat dengan Guy Pauker yang merupakan rekan dekat Allen Dulles.

Untuk apa Soeharto ambil kursus di Seskoad? Ya dalam rangka persiapan tugas barunya sebagai komandan Mandala (operasi Trikora) untuk mengusir Belanda dari Irian Barat. (https://www.idntimes.com/news/indonesia/aulia-fitria/operasi-penyusupan-soeharto-untuk-tumpas-belanda-di-papua)

Satu yang pasti, Untung merupakan anak buah Soeharto kala operasi Mandala berlangsung. “Dan tak sulit merayu seorang Latief untuk ikut bergabung dalam G30S, karena Soeharto dan Latief punya hubungan keluarga dan hubungan militer sejak perjuangan kemerdekaan 1945-1949,” ungkap Prof. Poulgrain.

Dengan diterapkannya operasi Mandala, posisi Belanda di Irian Barat kian terdesak. Ditambah tekanan AS pada Belanda, akhirnya New York Agreement diteken pada 1962, yang intinya Irian Barat akan diserahkan secara utuh kepangkuan Indonesia pada tahun 1963.

Maka skenario selanjutnya adalah menggelar PEPERA di tahun 1969, agar Irian Barat resmi bergabung dengan Indonesia, lewat proses ‘referendum’ yang direkayasa AS.

Clear sudah rencana Dulles pada Irian Barat ke depannya.

Lantas bagaimana dengan skenario di Indonesia?

Selepas kematian JFK, Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia kian meruncing. Dan ini merugikan Indonesia karena biaya perang memicu inflasi yang mencekik di tahun 1965. Ini sengaja dibuat demikian oleh Dulles karena ekonomi yang terjun bebas akan memudahkan pergantian rejim, bukan?

Sampai kemudian operasi senyap digelar dengan sandi G30S.

Awalnya, arahan Aidit jelas bahwa tidak gerakan tersebut hanya akan menculik ‘Dewan Jenderal’ yang kemudian dihadapkan pada Soekarno untuk konfirmasi. Jadi nggak ada perintah ‘bunuh’. “Nggak ada rencana membunuh para jenderal,” ungkap Latief kepada Prof. Poulgrain.

Lantas darimana skenario bunuh berasal?

Sjam lah jawabannya. Kalo anda baca buku John Roosa – Pretext for Mass Murder – maka akan terlihat benang merahnya, bahwa benar Sjam yang mengubah skenario culik jadi bunuh. Tapi dipersidangkan Sjam bilang bahwa perintah bunuh dia dapat dari seorang Aidit.

Benarkah pengakuan Sjam?

Taomo Zhou dalam artikelnya China and Thirtieth of September Movement justru membantah pengakuan Sjam tersebut. (https://cpb-us-e1.wpmucdn.com/blogs.ntu.edu.sg/dist/f/1826/files/2019/06/China-and-the-30-September-Movement.pdf)

Dikatakan bahwa sebelum peristiwa G30S, Aidit bertemu Ketua Mao tentang adanya rencana tersebut. Jadi China tahu skenario tersebut, jauh-jauh hari, karena Aidit sudah kasih bocoran ke Ketua Mao.

Cuma yang aneh menurut Taomo Zhou, “Para pemimpin Tiongkok tahu rencana PKI untuk mencegah jenderal tentara anti-komunis bergerak untuk merebut kekuasaan. Tapi rencana pembunuhan para jenderal, tidak ada dalam agenda tersebut.”

Selepas pembunuhan tersebut, pusinglah Aidit dan juga Tiongkok. Kok nggak ada skenario bunuh, lalu kenapa para jenderal malah dibunuh semua?

Ya jelas aja para jenderal dibunuh. Karena memang itulah skenario Dulles pada Indonesia lewat tangan Sjam dan Soeharto yang telah mendapat ‘arahan’ sebelumnya di Bandung lewat Kolonel Soewarto.

Bayangkan jika para jenderal hanya diculik lalu dihadapkan ke Soekarno, lalu ditanya, “Apa betul anda semua berencana kudeta pada saya?” Kemudian dengan lantang para jenderal itu akan mengatakan bahwa mereka nggak punya atensi buat melakukan kudeta.

Maka clear sudah masalahnya. Dan ini justru yang tidak diinginkan Dulles.

Lha wong selepas Soekarno turun panggung, Jenderal Ahmad Yani yang sudah dipersiapkan sebagai pengganti dirinya. Ngapain juga kudeta? Logikanya dimana? (https://historia.id/militer/articles/ahmad-yani-sang-flamboyan-pilihan-bung-karno-PM1xO)

Sebaliknya dengan narasi pembunuhan sadis pada para jenderal oleh PKI yang kemudian memicu amuk massa dan berujung pada jatuhnya Soekarno, siapa pihak yang diuntungkan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!