Salah Kaprah Promosi Vaksin


520

Salah Kaprah Promosi Vaksin

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana caranya agar vaksin Kopit bisa laku dipasaran?

Berbagai cara dilakukan elite global agar vaksinnya laris manis. Dan yang terbaru adalah dengan pakai para politisi sebagai bintang iklannya.

Setidaknya 3 mantan presiden AS sudah melakukan peran tersebut. Ada George W. Bush, Bill Clinton dan nggak ketinggalan Barack Obama.

Freddy Ford selaku Kepala Staf Bush berbicara kepada pers, “Bush bersedia untuk di vaksin supaya warga AS lainnya mau juga divaksin.” Jadi staf Bush mau bilang kalo vaksin Kopit bakal dijamin aman. (https://apnews.com/article/obama-bush-clinton-vaccine-publicly-975f104742ba40ce67c63b0a9014a3cc)

Bill Clinton lain lagi ceritanya. Melalaui jubirnya Angel Urena, “Clinton akan divaksin di muka umum agar warga AS lainnya mau juga ikutan di vaksin.”

Untuk Obama, juga kurleb-nya sama. Saat di The Joe Madison Show, Obama bilang, “Saya akan divaksin dan kalo perlu di film-kan agar publik AS percaya bahwa saya mempercayai ritual ilmiah ini.”

Pertanyaannya, apa efektif dalam mempromosikan vaksin melalui ketiga mantan presiden AS tersebut?

Dulu, di tahun 1976 semasa pemerintahan Gerald Ford, sang presiden juga promosi besar-besaran tentang vaksin flu babi untuk mencegah pandemi. Namun, pandemi nggak terjadi yang akan kemudian warga AS mengidap kasus cedera vaksin yang bernama Sindrom Guillain-Barre. (https://www.bbc.com/future/article/20200918-the-fiasco-of-the-us-swine-flu-affair-of-1976)

Sejak itu warga AS cukup trauma dengan ide vaksinasi, apalagi jika dipromosikan oleh politisi bahkan sekelas presiden sekalipun. (https://www.nytimes.com/1976/12/21/archives/swine-flu-fiasco.html)

Belum lagi jajak pendapat yang dirilis di Journal of American Association pada Oktober silam, dimana mayoritas responden bilang, “Jelas aja politisi buka suara positif soal program vaksinasi, lha wong mereka ‘dibayar’. (https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2771872)

Sudah tahu kondisinya begitu, kenapa sekarang diulang?

Selidik punya selidik, trend negatif netizen yang terus meningkat di media sosial sekelas Facebook mengenai program vaksinasi global cukup buat ketar-ketir sang Ndoro Besar. (https://www.nature.com/articles/s41586-020-2281-1)

Temuan Neil Johnson, juga mengungkapkan hal yang kurleb sama. Di media sosial tersebut, ditemukan setidaknya 124 halaman pro vaksinasi dengan 6,9 juta followers. Sementara kubu anti-vaksin mencapai 317 laman dengan 4,2 juta followers.

Sementara yang ragu-ragu punya sekitar 885 laman dengan 74,1 juta followers. (https://www.sciencemag.org/news/2020/05/vaccine-opponents-are-gaining-facebook-battle-hearts-and-minds-new-map-shows)

Menanggapi trend tersebut, antropolog kondang Heidi Larson angkat suara, “Gerakan menentang vaksinasi telah memenangkan ‘wacana’, karena kelompok ragu-ragu akan mudah terseret oleh narasi yang mereka ciptakan.” (https://www.sciencemag.org/news/2020/05/vaccine-opponents-are-gaining-facebook-battle-hearts-and-minds-new-map-shows)

Dengan kata lain, kelompok pro-vaksinasi, walaupun jumlah pengikutnya banyak, nyatanya mereka terjebak dalam ruang gema (echo chamber) yang mereka ciptakan sendiri, karena gagal mengajak kelompok ragu-ragu untuk masuk ke kelompok mereka.

Merujuk pada temuan tersebut, jelas aja ‘bandar vaksin’ meradang. Padahal promosinya sudah gila-gilaan. Kalo misalnya vaksin-nya nggak laku di pasaran, apa nggak berabe?

Gimana dengan netizen di Republik Wakanda?

“Mayoritas justru menantikan untuk disuntik, Bang,” ungkap suara di ujung sana.

Warbiyasah. (Sambil koprol dan garuk-garuk pantat)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopoltik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!