Setelah Disuntik Apa Masalahnya Selesai?


533

Setelah Disuntik Apa Masalahnya Selesai?

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, kenapa nggak buat surat terbuka untuk kasih masukkan tentang program vaksinasi?” tanya seseorang.

Kalo masukkan diberikan untuk dipertimbangkan atau minimal didengar, itu bagus adanya. Tapi kalo nggak didengar apalagi dipertimbangkan, lantas buat apa kasih masukkan? Buang-buang energi aja, bukan?

Kedua, saya tahu bahwa program besar Ndoro Besar akan tetap dijalankan di Wakanda, selepas UU meliguslaw tempo hari. Ternyata itu satu paket dengan pinjaman yang diberikan untuk bailout si Kopit. Jadi, pinjaman akan diberikan sang Ndoro jika dan hanya jika program vaksinasi global akan diterapkan di Wakanda.

Jadi jelas ya, kenapa saya enggan kasih masukkan seperti dulu saya kasih masukkan untuk tidak menerapkan lockdown di Maret silam. (baca disini)

Pertanyaan sederhana: apakah selepas vaksinasi, kondisi akan normal kembali?

Coba dengar apa yang dikatakan dalang pandemi, BG tentang hal tersebut. “Kehidupan akan kembali normal setelah vaksin generasi kedua diturunkan dan vaksin tersebut dipakai oleh banyak orang,” kurleb-nya begitu. (https://www.rt.com/usa/503303-gates-covid-interview/)

Jadi saat vaksin generasi pertama diberikan di awal tahun 2021 mendatang, nggak akan otomatis membuat hidup kita normal. Itu hanya ada di kisah dongeng ala Cinderella.

WHO juga kasih pernyataan yang selaras dengan BG. “Vaksin Kopit nggak bisa mengakhiri pandemi dan kita nggak bisa kembali ke masa sebelum Kopit.” (https://www.cnbc.com/2020/08/21/who-warns-a-coronavirus-vaccine-alone-will-not-end-pandemic.html)

Singkatnya, ada nggak ada vaksin, kita nggak akan mungkin kembali ke dunia sebelum Kopit melanda. (https://newsroom.unsw.edu.au/news/health/vaccine-or-no-vaccine-there’s-no-returning-pre-covid-19-world)

Lantas apa gunanya divaksin?

Lagian, sejak 1930-an dimana virus Corona pertama kali diidentifikasi, hingga kini belum ada yang berhasil mencegah atau mengobati infeksi baik SARS (2003) dan MERS (2012) apalagi buat vaksinnya. Jadi kenapa anda sangat percaya bahwa vaksin Kopit kali ini berbeda dan dapat dipercaya?

Puluhan tahun nggak pernah berhasil ditemukan, kok sekarang dalam waktu singkat berhasil dibuat tuh vaksin?

Masih kurang yakin?

Simak pernyataan ET selaku menteri BUMN di Wakanda, “Dengan adanya vaksin tahun depan, tidak serta merta kita bisa abai terhadap protokol kesehatan. Karena vaksin hanya efektif selama 6 bulan hingga dua tahun dan setelah itu semua harus divaksin ulang.” (https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200922173243-37-188660/erick-thohir-ingatkan-warga-ri-vaksin-tak-hilangkan-covid-19)

Jelas ya, pokok masalahnya?

Sekarang, berapa lama sih idealnya membuat vaksin yang aman dan efektif?

Menurut Sarah Hardison PhD selaku kepala pemodelan di lembaga Clarivate, butuh sekitar 5 tahun untuk mengembangkan vaksin si Kopit yang aman buat dipakai. (https://www.fiercepharma.com/pharma/don-t-count-a-covid-19-vaccine-for-at-least-five-years-says-ai-based-forecast)

Kenapa butuh waktu yang lama?

Virus RNA seperti Kopit, mengalami mutasi yang lebih cepat ketimbang virus DNA (seperti Herpes, HPV dan Cacar), dan ini adalah fakta yang nggak perlu diperdebatkan. (https://www.healthline.com/health-news/what-to-know-about-mutation-and-covid-19)

Kalo diburu-buru, apa yang kemudian terjadi?

Di tahun 2002, saat SARS-CoV melanda China, para ilmuwan mencoba mengembangkan vaksin bagi virus Corona tersebut. Walhasil, ada 4 vaksin yang menjanjikan dalam melawan virus tersebut.

Singkat cerita, vaksin diuji cobakan ke hewan alias uji pra-klinis. Awalnya percobaan dianggap berhasil karena semua hewan mengembangkan respon antibodi yang kuat terhadap virus Corona. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22536382)

Belakangan semua hewan yang divaksin mengalami respon hiper-imun termasuk peradangan di seluruh tubuh, terutama di bagian paru-paru.

Kasus hiper-imun ini mirip kasusnya dengan percobaan vaksin RSV (Respiratory Syncytial Virus) di tahun 1960an, dimana pengujian pada manusia menyebabkan dua anak tewas akibat dampak penggunaan vaksin. (https://cvi.asm.org/content/23/3/189)

Berbekal pengetahuan tersebut, banyak ilmuwan memberi peringatan keras bahwa vaksin virus Corona jenis apapun dapat memicu reaksi kekebalan (auto-immune) pada tubuh seseorang secara mematikan. (https://www.medscape.com/viewarticle/936937)

Jadi apa yang bisa disimpulkan?

Alih-alih sudah buat vaksin susah-susah, tahunya begitu dipakai virusnya telah bermutasi. Sehingga program vaksinasi nggak membuahkan hasil seperti yang diharapkan karena virusnya nggak lagi sama. Apa nggak konyol namanya?

Kedua, kalo misalnya ada kasus cedera vaksin, siapa yang akan tanggungjawab? Produsen vaksin, pemerintah atau siapa? Adakah yang sudah memikirkan hal ini?

Jangan hanya mengandalkan informasi uji coba tahap 3, lantas semuanya bakal berjalan lancar-lancar aja. Semuanya harus dipikirkan dengan masak, bukan?

Ini bukan mengada-ada, mengingat kasus cedera vaksin sudah banyak memakan korban. Silakan baca ulasan saya. (baca disini dan disini)

Jadi, jika kemudian program vaksinasi bakal dijalankan, setidaknya saya sudah kasih peringatan di awal akan hal ini.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!