Misteri Tetaplah Misteri (*Bagian 1)


530

Misteri Tetaplah Misteri (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah – 08122023

Siapa pembunuh JFK?

Nggak mudah untuk menjawab pertanyaan sederhana ini. Meskipun sudah puluhan tahun, toh hingga detik ini belum ada dokumen resmi yang bisa menjawab teka-teki ini.

Saya mau bahas masalah ini. Tapi bagi anda yang penasaran tentang kematian JFK, saya pernah bahas soal ini beberapa tahun yang lalu. (baca disini, disini dan disini)

Sekarang kita coba gali lebih dalam yah…

Sejak dilantik pada 20 Januari 1961, John F. Kennedy (JFK) sejatinya berada pada posisi yang salah.

Salahnya dimana?

Karena bersedia menduduki kursi panas kepresidenan, yang notabene-nya diproyeksi pemimpin dunia yang unipolar. Wajar jika konsekuensinya negara adidaya tersebut ‘gila’ perang pasca Perang Dunia II, karena untuk mejadi pemimpin di dunia unipolar, tidak boleh ada kompetitor lain yang menantang hegemoninya.

Singkatnya, semua presiden AS bakal didorong untuk menggelar perang banyak-banyak, baik oleh Pentagon, CIA ataupun penasihatnya sendiri sekalipun, guna menjaga marwah ini. Tidak terkecuali sosok JFK.

Masalahnya dimana?

Sosok JFK adalah seorang pasifis alias punya spirit damai dan otomatis anti perang. Nah, jika lengan deep state terus menerus menekannya untuk berperang namun dia menampiknya, pasti ada konsekuensi yang akan dia terima, kelak.

Menagapa sosok JFK bisa menjadi seorang pasifis?

Jawaban yang mungkin atas pertanyaan ini adalah trauma masa lalunya.

Ketika masih menjadi serdadu di angkatan laut AS, letnan John pernah terluka parah saat mencoba menyelamatkan anak buahnya di perairan Pasifik Selatan setelah kapal mereka berhasil dibuat karam oleh kapal perusak Jepang, Amagiri. (https://www.history.navy.mil/browse-by-topic/people/presidents/kennedy.html)

Bukan hanya itu, karena kakak lelaki dari letnan John serta saudara iparnya, Billy Hartington, juga tewas dalam perang. (https://www.thelist.com/1350671/kathleen-kennedy-billy-hartington-tragic-romance-details/)

Trauma akan masa-masa perang, sangat membekas dalam diri JFK. Wajar jika dirinya sangat sensitif akan perang. Pernyataan itu terlontar saat dirinya mencalonkan diri sebagai anggota Kongres di Massachusetts di tahun 1946.

“Menghindari perang adalah prioritas utama saya,” begitu kurleb isi pidatonya. Dan spirit anti perang tersebut terus dibawanya ketika berhasil memasuki Gedung Putih. (https://www.jfklibrary.org/archives/other-resources/john-f-kennedy-speeches/boston-ma-19460516)

Dalam mewujudkan cita-citanya akan perdamaian dunia, saat menjadi Senator di tahun 1957, JFK bahkan mendukung kemerdekaan Aljazair dari Perancis. Bukan itu saja, sebab dirinya juga menentang imperialisme dan kolonialisme, utamanya pada Benua Hitam. (https://consortiumnews.com/2013/11/25/jfks-embrace-of-third-world-nationalists/)

“Jika kita (pemerintah AS) terus-menerus mendukung kebijakan kolonial, itu hanya akan berakhir dengan lebih banyak pertumpahan darah karena suara kemerdekaan tidak akan bisa diingkari, dan tidak seharusnya diingkari,” ungkapnya pada sebuah pidato.

Sontak pidatonya tersebut memancing reaksi banyak pihak, dari mulai presiden sekelas Eisenhower, politisi sekelas Nixon, John Foster Dulles hingga Adlai Stevenson yang merupakan anggota partai Demokrat. Di sisi yang lain, pidatonya tersebut justru mendapatkan tepuk tangan meriah di Afrika dan juga Dunia Ketiga pada umumnya yang sangat mendambakan kemerdekaan dan perdamaian.

Namun, JFK seakan tidak peduli dan terus menyuarakan semangat anti perang, bahkan saat memasuki masa kampanye kepresidenannya.

Dan CIA plus komplek industri militer yang bercokol di AS, dibuat gerah atas sikapnya tersebut.

Harus ada ‘pesan khusus’ yang diberikan kepada sosok JFK.

Klimaksnya adalah saat Perdana Menteri Patrice Lumumba, yang terpilih secara demokratis di tahun 1960, berhasil melepas cengkraman Belgia dan perusahaan pertambangan multinasional yang selama ini merampok SDA yang ada di Kongo.

Sebagai kado atas upaya gigih JFK yang mendukung gerakan anti kolonialisme di Afrika, Lumumba ‘dihabisi’ oleh lengan deep state yang bekerjasama dengan pemerintah Belgia, hanya beberapa hari sebelum hari lantikan JFK. (https://www.thehistoryville.com/patrice-lumumba/)

Perintah untuk mengeksekusi Lumumba, bukan rekaan semata, karena memang ada green-light yang diberikan Presiden Eisenhower saat itu atas rencana tersebut kepada CIA. (https://www.independent.co.uk/news/world/africa/eisenhower-ordered-congo-killing-711217.html)

Apa pesan yang ingin disampaikan?

Bahwa gerakan anti-kolonialisme dan semangat damai, sangat bertentangan dengan keinginan sang Ndoro besar. Karenanya, siapapun yang menjadi presiden AS, otomatis harus mau ikut arahan lengan deep-state untuk menggelar perang kepada negara manapun yang berseberangan, atau dia akan dilenyapkan.

Apa tujuan menggelar perang?

Pertama untuk jualan senjata kepada pihak-pihak yang bertikai. Kedua untuk mengamankan bisnis tambang sang Ndoro besar di negara yang  berkonflik. Dan yang ketiga untuk menjalankan agenda depopulasi. (baca disini dan disini)

Pesan ini harusnya ditangkap dengan baik oleh seorang JFK. Namun, semua seolah diabaikan.

Pada Februari 1961, JFK menerima panggilan telpon dari dubes-nya di PBB, Adlai Stevenson, tentang kronologis kematian Lumumba, rekan seperjuangannya. Saat menerima panggilan itu, fotografer Gedung Putih, Jacques Lowe sengaja mengabadikan momen tersebut. (https://ratical.org/ratitorsCorner/LearnsPLassassinated.jpg)

Terlihat bagaimana seorang JFK tampak gusar menerima panggilan telepon Stevenson. Sasus beredar, foto itu sengaja disebar untuk memperingatkan JFK. Bahwa sesuatu bakal menimpa dirinya di masa depan, jika spirit damai yang sama tetap diusungnya.

Sayangnya, sejarah berkata lain.

Dan kita sudah tahu apa ending-nya.

Pada bagian kedua kita akan bahas lebih dalam tentang akhir seorang JFK.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!