Menyoal Gerakan Pelangi


517

Menyoal Gerakan Pelangi

Oleh: Ndaru Anugerah

Ini ada pertanyaan dari seorang pembaca, yang jujur awalnya saya agak enggan membahasnya. Tapi setelah saya timbang-timbang, saya putuskan untuk mengulasnya. Pertanyaan yang disampaikannya: mengapa gerakan LGBTQ makin marak di dunia?

Seperti yang kita ketahui, bahwa LGBTQ alias Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and Queer adalah gerakan penyetaraan gender kaum marjinal yang berlindung dibalik kedok HAM. Gerakan ini mulai marak di dekade 1990an, yang mengusung tema kesetaraan hak bagi kaum lesbian dan gay. (https://library.law.howard.edu/civilrightshistory/lgbtq/90s)

Pertanyaannya: mengapa gerakan ini bisa cepat membesar di kolong jagat?

Menurut penelusuran yang dilakukan oleh Jennifer Bilek, bahwa ada pendonor besar yang sengaja mendanai gerakan ini. Dengan dana mencapai milyaran dollar, menjadi lumrah jika gerakan ini dengan cepat membesar. (https://www.theamericanconservative.com/how-lgbt-nonprofits-and-their-billionaire-patrons-are-reshaping-the-world/)

Memangnya siapa saja yang terlibat dalam pendanaan gerakan ini?

Pertama, ada nama Jon Stryker selaku pemilik Stryker Corporation yang bergerak di bidang teknologi medis multinasional AS, yang berpusat di Kalamazoo, Michigan.

Kalo mau tahu berapa jumlah aset yang dimilikinya, di tahun 2018 saja, perusahaan ini berhasil menjual perlengkapan dan perangkat lunak bedah senilai USD 13,6 milyar. Kebayang dong berapa aset perusahaan ini? (https://www.statista.com/statistics/575709/stryker-annual-net-sales/)

Asal tahu saja, Jon adalah cucu dari Homer Stryker yang merupakan punggawa di bidang ortopedi. Saat ini, Stryker Corporation ada di dalam kendali dirinya. (http://med.wmich.edu/node/306)

Kenapa Jon mendorong gerakan LGBTQ?

Alasan pragmatis, karena Jon juga adalah seorang homoseksual. Untuk alasan inilah, Jon mendanai Arcus Foundation yang punya visi ‘mulia’ yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi kaum gay sedunia. (https://www.arcusfoundation.org/advancing-lgbtq-equality-and-social-justice-globally/)

Nggak aneh jika Arcus Foundation menggelontorkan dana lebih dari USD 58,4 juta untuk program pro-LGBTQ antara tahun 2007-2010. Tentu saja Stryker yang berkeinginan pada program tersebut. (http://www.washingtonblade.com/2012/04/26/nations-largest-lgbt-funder-changing-its-focus/)

Jon punya saudara perempuan yang bernama Ronda Stryker. Bersama dengan suaminya William Johnston, kedua terlibat mendanai Spelman College yang ada di Atlanta, Georgia dalam membuka program studi Queer pada kampus tersebut. (https://www.prnewswire.com/news-releases/spelman-receives-30-million-gift-from-trustee-ronda-stryker-and-spouse-william-johnston-to-support-new-center-for-innovation–the-arts-300765229.html)

Pendonor jumbo LGBTQ lainnya adalah Tim Gill, yang merupakan pengusaha di bidang software komputer. Tercatat melalui Gill Foundation yang dimilikinya, Gill menyalurkan dana hingga USD 500 juta kepada berbagai kelompok LGBTQ yang ada di banyak negara. (https://www.denverpost.com/2019/07/14/tim-gill-colorado-lgbtq-rights/)

Bagaimana cara kerja aliran dana ini?

Di tahun 2008, Arcus Foundation mendirikan Arcus Operating Foundation (AOF) yang bertugas menyelenggarakan konferensi, pelatihan kepemimpinan dan juga penelitian.

Pada tahun tersebut, AOF berhasil menyelenggarakan konferensi internasional di Bellagio, Italia, yang intinya bakalan mendukung isu-isu LGBTQ melalui jaringan filantropi global. (https://www.issuelab.org/resources/9227/9227.pdf)

Menjadi lumrah jika seorang Michael O’Flaherty yang merupakan pejabat di Komite HAM PBB yang turut hadir pada konferensi Bellagio 2008, akhirnya membentuk Kelompok Inti LGBTI yang berfokus pada isu-isu global kaum LGBTQ. (https://outrightinternational.org/content/lgbti-core-group-statement-third-committee-general-assembly-during-general-human-rights)

Dengan adanya Core Group ini, kaum LGBTQ akan segara mendapatkan hak-haknya sebagai warga dunia, karena PBB sudah membuka keran kesetaraan bagi mereka, dengan dalih HAM.

Hal yang memungkinkan ini terjadi adalah dibentuknya MAP alias Movement Advancement Project yang akan memantau kemajuan gerakan LGBTQ melalui jalur budaya. Agenda mereka adalah memberikan pelatihan-pelatihan, seminar dan juga pendanaan yang tentu saja mempromosikan gerakan LGBTQ. (https://www.lgbtmap.org/equality-maps)

Nggak hanya itu, sebab Arcus Foundation juga menunjuk Adrian Coman sebagai direktur program HAM Internasional di tahun 2013. (https://philanthropynewyork.org/news/arcus-foundation-names-adrian-coman-director-international-human-rights)

Asal tahu saja jika Coman adalah ‘orangnya’ George Soros yang mendorong ideologi transgender. (https://www.washingtontimes.com/news/2016/aug/11/george-soros-the-money-behind-the-transgender-move/)

Selain itu, Arcus Foundation juga mendanai NoVo Foundation yang mendukung program pro-transgender di tahun 2015. (https://www.arcusfoundation.org/arcus-novo-foundation-announce-groundbreaking-philanthropy-initiative-to-improve-lives-of-transgender-people/)

“Program dan inisiatif ini bertujuan untuk memajukan ideologi identitas gender dengan mendukung berbagai organisasi keagamaan, olahraga dan budaya serta program pelatihan dan pendidikan,” begitu kurleb-nya.

Bahasa sederhananya, kaum transgender akan terus dipromosikan pada berbagai bidang, agar mereka dapat diterima oleh komunitas global. Cuma bahasa diperhalus dengan bungkus pelatihan, seminar hingga dana hibah, yang semuanya mempromosikan eksistensi kaum transgender.

Bahkan sekelas American Psychological Foundation (APF) selaku organisasi psikologi terkemuka di AS, kedapatan juga menerima kucuran dana dari Arcus. Apalagi tujuannya selain mengubah mindset para psikolog tentang perspektif ‘gender’ yang selama ini ada. (https://www.arcusfoundation.org/latest-round-of-social-justice-grants-seek-to-support-worldis-at-risk-lgbt-communities/)

Apakah transgender layak menerima status kesetaraan gender-nya?

Saya nggak mau berkomentar soal itu.

Yang jelas Dr. Michael Laidlaw selaku ahli endokrin kondang menyatakan, “Teori transisi gender dapat menimbulkan bahaya besar bagi anak-anak karena dapat mendatangkan kondisi steril bagi mereka jika mereka (nekat) melakukannya.” (https://activistmommy.com/doctors-reject-endocrine-societys-insidious-sterilization-program-guidelines-for-trans-kids/)

Memangnya apa tujuan utama para pendonor sekelas Stryker dan Soros, mendanai gerakan LGBTQ?

Kuncinya ada pada kontrol populasi. Dan memang sedari awal, upaya mengontrol populasi adalah hal yang utama dan terutama bagi kaum Eugenika. (baca disini dan disini)

Jika gerakan LGBTQ dapat berkembang dengan pesat, apakah mungkin populasi dunia bisa bertambah dari pasangan lesbian atau gay?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Terima kasih pencerahannya, bang…..terjawab sudah rasa penasaran saya apakah gerakan ini relate dengan kontrol populasi…, bagaimana dengan gerakan ‘child free’?

    1. itu pertanyaan retorik yang anda-pun sudah paham jawabannya.
      dengan adanya child free movement, mungkinkah jumlah penduduk dunia bertambah?

error: Content is protected !!