Arsitek Perubahan Rezim di Suriah


526

Arsitek Perubahan Rezim di Suriah

Oleh: Ndaru Anugerah

Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap perang di Suriah?

Pernah dengar William Roebuck?

Roebuck merupakan seorang diplomat AS yang bekerja di Deplu AS. Saat ini posisinya sebagai Wakil Utusan Khusus untuk Koalisi Global untuk mengalahkan ISIS alias Deputy Special Envoy to the Global Coalition to Defeat ISIS.

Dia juga mantan dubes AS untuk Suriah. Roebuck juga pernah bertugas sebagai ‘pemain cadangan’ di kedubes AS di Libya semasa Obama. (https://www.upi.com/3361527)

Seymour Hersh pernah menuliskan tentang keterlibatan kedubes AS di Libya dalam mempersenjatai para teroris di Suriah (yang sengaja digunakan AS). Tentu melalui tangan siapa lagi kalo bukan Roebuck. (https://www.lrb.co.uk/the-paper/v36/n08/seymour-m.-hersh/the-red-line-and-the-rat-line)

Saat ini, Roebuck ‘ditugaskan’ di Timur Laut Suriah untuk ‘mengelola’ suku Kurdi.

Apa peran Roebuck dalam perang Suriah?

Julian Assange selaku pendiri Wikileaks pernah mengungkapkan bahwa Roebuck punya rencana ‘spesial’ buat Suriah. Pada Desember 2006, Roebuck yang waktu itu sebagai dubes AS untuk Suriah menuliskan: “AS harus segera ambil ‘tindakan’ terhadap pemerintah Suriah.” (https://wikileaks.org/plusd/cables/06DAMASCUS5399_a.html)

Atas dasar rekomendasi yang diberikan Roebuck (untuk perubahan rezim di Suriah), eksekusi kemudian baru digelar di bulan Maret 2011, tepatnya di Deraa, dimana para teroris bersenjata tengah berbaur dengan warga sipil yang tengah berdemonstrasi menuntut presiden Bashar Assad mundur dari jabatannya.

Walhasil, para teroris tersebut memprovokasi pasukan keamanan dengan cara menembakinya. Bukan itu saja, warga sipil yang sedang demonstrasi tersebut juga diberondong timah panas oleh para teroris tersebut. Dan bisa ditebak, pasukan keamanan Suriah lah yang akhirnya dipersalahkan. (https://ahtribune.com/world/north-africa-south-west-asia/syria-crisis/1135-day-before-deraa.html)

Singkat kata, Roebuck merupakan arsitek perubahan rejim di Suriah. Roebuck-lah yang menyarankan AS untuk mempromosikan pertentangan mazhab antara Sunni dan Syiah harus terjadi di Suriah. Lucu juga. Padahal Suriah merupakan negara sekuler. (https://www.csmonitor.com/Commentary/Opinion/2010/0713/Syrian-secularism-a-model-for-the-Middle-East)

Dan rencana tersebut bisa dikatakan sukses, sehingga sempat memicu perang berkepanjangan di Suriah.

Apa tujuan akhirnya?

Nggak lain adalah terbentuknya pemerintah baru di Suriah yang sudah pasti pro-Israel dan sudah pasti anti Iran. Tentang ini saya pernah bahas sebelumnya. (baca disini)

Lantas, setelah rencananya gagal di Suriah, apa yang jadi target Roebuck selanjutnya?

Langkah diplomatik yang akan diusungnya. Caranya dengan menyatukan suku Kurdi yang ada di Suriah menjadi satu faksi kepartaian.

Sebagai informasi, suku Kurdi terpecah menjadi 2 bagian besar. KNC alias Dewan Nasional Kurdi yang merupakan oposisi pemerintah Suriah yang berbasis di Istambul.

Dan satu lagi Partai Demokratik Kurdi (PYD) yang justru dianggap sebagai kelompok teroris internasional yang telah membunuh ribuan warga Turki selama beberapa dekade. (https://fas.org/irp/world/para/docs/mfa-t-pkk.htm)

Antara kedua organisasi besar tersebut, keduanya nggak pernah akur karena alasan ideologis.

Nah target Roebuck adalah menyatukan kedua pihak tersebut. Langkah awal lumayan berhasil dengan mempertemukan kedua pihak yang bertikai dalam satu meja perundingan yang disponsori Roebuck. (https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2020/04/syria-kurdish-talks-united-states-reconciliation-dispute.html)

Skenarionya, AS butuh ‘boneka’ yang akan dimainkan di level PBB untuk pembicaraan damai di Jenewa tentang upaya mengakhiri krisis di Suriah. Dan suku Kurdi adalah boneka yang akan dimainkan AS.

Nggak tanggung-tanggung, pertemuan dilakukan di pangkalan militer ilegal AS di dekat Hasakah, pada awal April lalu. Dan pada 25 April, bertempat di Qamishli, Roebuck menggelar konpers tentang rancangan visi terpadu bagi masa depan Suriah. (https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2020/04/syria-kurdish-talks-united-states-reconciliation-dispute.html)

Inti dari rancangan tersebut, kurleb-nya adalah: tidak mengakui pemerintahan Damascus dibawah kepemimpinan Bashar Assad, serta akan menjadikan wilayah Timur Laut Suriah (yang mayoritas diduduki suku Kurdi) sebagai wilayah otonom.

Untuk itu perlu diterapkan Resolusi PBB 2254 yang ‘memaksa’ konstitusi Suriah untuk mengakui hak-hak nasional, budaya serta politik suku Kurdi di Suriah.

Sebagai informasi, Turki memandang SDF dan PYD sebagai kelompok teroris. Makanya saat Turki menyerang mereka habis-habisan di wilayah Timur Laut Suriah, para pemimpin Kurdi justru minta perlindungan ke pemerintah Bashar Assad, agar tidak diberangus pasukan Erdogan.

Bagi AS, langkah tersebut nggak boleh terjadi. Karena rencana besar AS akan gagal kalo para pemimpin Kurdi justru minta perlindungan ke pemerintah Suriah. Nggak heran bila Roebuck harus putar otak agar suku Kurdi mau bersatu di meja perundingan PBB guna meminta hak merdeka.

Memang berapa banyak jumlah Suku Kurdi? Mereka merupakan suku minoritas di Suriah. Hanya sekitar 7% dari populasi. Lucu kalo mereka menuntut 20% wilayah Suriah sebagai hak mereka. (https://en.wikipedia.org/wiki/Kurds_in_Syria)

Apakah hanya itu rencana AS bagi Suriah?

Menarik apa yang dikatakan Ahed al-Hindi sebagai seorang analis geolpolitik yang berbasis di Washington DC, “Tujuan akhir yang dimiliki AS adalah penyatuan seluruh wilayah Utara Suriah (termasuk Idlib dan Timur Laut Kurdi), agar pemerintahan Suriah tidak punya akses SDA di wilayah tersebut yang kelak diperlukan untuk membangun kembali Suriah.” (https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2020/04/syria-kurdish-talks-united-states-reconciliation-dispute.html)

Bisa ditebak, konflik Suriah belum bisa dikatakan usai dengan ‘hadirnya’ rencana tersebut.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!