Ekspansi BRI
Oleh: Ndaru Anugerah
Beberapa hari yang lalu, saya menurunkan analisa saya tentang situasi di Afghanistan. (baca disini)
Kalo anda baca analisa saya beberapa bulan yang lalu, tentang situasi yang bakal terjadi disana, saya sudah prediksi sebelumnya.
Point-nya adalah: Afghanistan itu daerah yang cukup seksi untuk dipertahankan AS, mengingat 3 hal, SDA, opium dan juga geostrategisnya. (baca disini, disini dan disini)
Dengan 3 hal tersebut, wajar saja jika kemudian AS nggak akan melepaskan ‘harta karun’ tersebut dari genggamannya.
Nggak heran jika AS menjadikan Ashraf Ghani sebagai presiden boneka di Afghanistan, agar kepentingan bisnis kartel Ndoro besar (dengan memakai AS) bisa berjalan lancar disana. Yang namanya boneka, apa bisa melawan dalangnya? (https://www.indiatoday.in/world/story/taliban-afghanistan-the-rise-and-fall-of-afghan-president-ashraf-ghani-latest-news-1841270-2021-08-16)
Namun AS nggak tutup mata, bahwa kepemimpinan Ghani nggak akan langgeng, karena kekuatan Taliban justru makin menunjukkan pengaruhnya yang lebih kuat ketimbang dirinya. Dan saat Ghani dipaksa lengser dengan kekuatan senjata, maka (harapannya) skenario GWOT bisa digelar kembali guna melegitimasi intervensi AS atas Afghanistan.
Jadi lumrah kalo AS bakal melabel Taliban sebagai kelompok teroris yang layak diperangi, demi menjalankan rencananya. Meskipun sekarang status itu belum disematkan, tapi percayalah bahwa itu hanya menunggu waktu saja.
Lalu bagaimana dengan status Taliban?
Pada ulasan terdahulu sudah saya ungkapkan, bahwa Taliban bukanlah proksi AS. Meskipun banyak yang meragukan, saya tetap berpatokan pada analisa saya.
Kenapa?
Pertama, narasi liar yang dikembangkan media mainstream menanggapi aksi Taliban dalam mengambil alih Kabul. Dikatakan bahwa bangkitnya Taliban, akan memicu kekuatan teror di negara tersebut. (https://www.theguardian.com/world/2021/aug/15/afghanistan-taliban-terrorist-groups)
Yang namanya media mainstream, nggak lain adalah sebagai corong propaganda kartel sang Ndoro besar. Jadi nggak mungkin mereka menurunkan laput, kalo nggak ada ‘perintah’ dari tuannya. Termasuk soal aksi Taliban di Afghanistan. (baca disini dan disini)
Yang kedua, karena ada kepentingan China yang coba digelar di Afghanistan.
Maksudnya apa?
Pada akhir Juli 2021 silam, China melalui menlu-nya Wang Yi menjamu Taliban di Tianjin, yang diwakilkan oleh Mullah Abdul Ghani Baradar selaku kepala politik Taliban. (https://www.cnn.com/2021/07/29/china/china-taliban-tianjin-afghanistan-intl-hnk/index.html)
Ngapain mereka bertemu?
Karena ada kepentingan mendesak yang ingin dibicarakan. Kalo nggak, ngapain juga China menjamu Taliban?
Ini dilakukan China, karena Beijing melihat dalam hitungan minggu, Taliban bakal bisa melibas kepemimpinan Ashraf Ghani. Kalo ini kemudian terjadi, apa sikap China terhadap Taliban? Dan ini harus dipikirkan mengingat arti penting Afghanistan secara geopolitik.
Konyolnya, pada waktu yang nggak lama dari pertemuan tersebut, China juga menjamu wakil menlu AS Wendy Sherman di Tianjin. (https://www.theguardian.com/world/2021/jul/26/us-accused-of-demonising-china-as-high-level-talks-begin-in-tianjin)
Dalam diplomasi, ini sama saja mau bilang kalo status AS dan Taliban, sama saja di mata China. Dan ini jelas ‘penghinaan’ buat AS.
Lupakan soal pertemuan Sherman dan Wang Yi.
Lantas, apa kepentingan China menjamu Taliban?
Dalam pertemuan tersebut, China menawarkan dirinya sebagai mediator rekonsiliasi damai dan juga menjadi mitra dalam upaya rekonstruksi di Afghanistan.
Selain itu (ini secara eksplisit) China juga mengincar SDA terutama REE yang banyak terdapat di Afghanistan, guna mendukung industri komputer dan telekomunikasinya. (https://www.cnbc.com/2021/08/17/taliban-in-afghanistan-china-may-exploit-rare-earth-metals-analyst-says.html)
Singkatnya, China bakal memberikan bantuan dan investasi, terutama dalam mewujudkan jalur Wakhan yang kelak menghubungkan Xinjiang dengan Afghanistan. (https://www.silkroadbriefing.com/news/2021/08/17/the-afghanistan-china-belt-road-initiative/)
Selain itu, ada juga jalur CPEC yang terkoneksi dengan koridor Wakhan tersebut. Anda masih ingat CPEC, tentunya? (baca disini dan disini)
Diharapkan, status win-win solution bisa diwujudkan melalui skema tersebut. China dapat memperluas ekspansi proyek BRI-nya, sedangkan Afghanistan akan terbantu dalam membangun negaranya.
Apa hanya itu?
Nggak juga.
China membuat deal juga dengan Taliban, dimana kelak Taliban nggak boleh ikut campur di wilayah Xinjiang yang kerap bergolak. Asal tahu saja bahwa kaum muslim Uyghur di Xinjiang kerap menjalankan aksi ‘pembangkangan’ terhadap pemerintahan Tiongkok.
Diharapkan setelah mendapatkan ‘kue’ dari China, Taliban nggak akan buat ulah dengan memperkeruh suasana di Xinjiang, alih-alih membela sesama muslim.
Dan anda pasti tahu arti penting Xinjiang bagi China, (baca disini dan disini)
Dengan melakukan negoisasi dengan Taliban, siapa yang bakal kebakaran jenggot?
Jika GWOT diaktivasi kembali, akan gugur asumsi yang menyatakana bahwa Taliban adalah proksi AS.
We’ll see.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments