Madesu di Afghanistan?


515

Madesu di Afghanistan?

Oleh: Ndaru Anugerah

Perang di Afghanistan jilid 2 sudah lama berkecamuk, dipicu oleh serangan teror 911 yang ‘katanya’ dilakukan oleh kelompok teroris pimpinan Osama Bin Laden (OBL). (baca disini dan disini)

Anehnya, OBL yang telah dinyatakan ‘mati’, tapi pasukan AS dan sekutunya nggak ditarik juga dari negara tersebut. Nyatanya, dengan hadirnya pasukan AS malah buat situasi nggak kondusif di negara tersebut.

Menanggapi tuntutan penarikan mundur pasukannya, pada 2020 silam mantan presiden AS, Donald Trump akhirnya menandatangani kesepakatan damai dengan pihak Taliban dengan janji bakal menarik serdadunya pada tahun 2021 ini, sebelum peringatan peristiwa 911. (https://www.nytimes.com/2020/11/16/us/politics/trump-troop-withdrawal-afghanistan-somalia-iraq.html)

Dan selaku pengganti Trump, Biden nggak berkuasa membatalkan perjanjian tersebut alias dipaksa manut. (https://tribune.com.pk/article/97359/why-america-couldnt-win-its-war-in-afghanistan)

Anehnya, media mainstream kembali buat narasi mengerikan yang bakal terjadi di Afghanistan jika seandainya pasukan AS ditarik dari negara tersebut. Bahkan dampaknya dikaitkan dengan China. (https://www.bloomberg.com/opinion/articles/2021-04-15/biden-s-afghanistan-withdrawal-is-a-blow-for-china)

Memang apa isi laporan kolumnis Bobby Ghosh yang dimuat pada Bloomberg tersebut?

Dikatakan bahwa perang akan kembali berkecamuk, begitu pasukan AS hengkang dari Afghanistan. Dan ini akan mengganggu kepentingan konektivitas proyek BRI China yang ada di negara tersebut.

Selain itu, Ghosh menyatakan bahwa Afghanistan akan kembali menjadi tempat perlindungan bagi para jihadis dari segala lapisan, yang akan menyasar China di daerah perbatasan.

Singkatnya Afghanistan bakal madesu alias masa depan suram jika ditinggal AS?

Benarkah?

Masalahnya, yang diungkapkan Ghosh itu prediksi atau skenario yang bakal digelar?

Kenapa Ghosh bisa bilang begitu?

Karena pada dasarnya, AS nggak akan mungkin mau meninggalkan Afghanistan yang memiliki kandungan mineral yang sangat kaya, bahkan diprediksi mencapai trilyunan dollar. Orang gila mana yang mau kehilangan potensi tersebut? (https://www.bloomberg.com/news/articles/2011-01-29/u-s-afghan-study-finds-mineral-deposits-worth-3-trillion)

Kalo begitu, kenapa Trump mau menandatangani perjanjian untuk hengkang dari Afghanistan dengan Taliban? Karena perang bukan kebijakan strategis pemerintahan Trump. Ingat MAGA alias Make America Great Again yang tujuannya US-oriented?

Faktor kedua adalah rivalitas, dimana China punya hak konsesi pada negara tersebut, guna mengembangkan proyek BRI-nya. (https://asiapowerwatch.com/chinas-economic-influence-in-afghanistan-in-a-belt-road-context/)

China secara pragmatis berpikir bahwa Afghanistan merupakan wilayah yang secara geostrategis berada di tengah-tenagh kawasan Asia Tengah dan Barat Daya, sehingga layak dijadikan jalur yang menghubungkan proyek BRI.

Nggak heran jika jalur CPEC (China Pakistan Economic Corridor) diperpanjang dengan proyek kereta api Pakistan-Afghanistan-Uzbekistan (PAKAFUZ) yang bakal menghubungkan negara-negara di Asia Tengah seperti Uzbekistan dan Kazakhstan. (https://tribune.com.pk/article/97319/why-this-summers-central-asia-south-asia-connectivity-conference-will-be-crucial)

Selain itu, kemitraan strategis yang dibesut China dengan Iran, memungkinkan jaringan konektivitas ke Asia Barat dapat dilakukan melalui koridor W-CPEC plus. (https://tribune.com.pk/article/97343/why-the-china-iran-strategic-partnership-deal-benefits-pakistan)

Dengan semua rencana tersebut, nggak aneh jika China sangat bersemangat untuk ‘menggarap’ Afghanistan.

Setidanya ada dua keuntungan yang didapat. Pertama konsesi mineral yang mencapai USD 3 trilyun, dan kedua konektivitas jalur BRI-nya di ‘papan catur’ dunia. (https://www.cnbc.com/2017/08/18/trumps-afghanistan-strategy-may-unlock-3-trillion-in-natural-resources.html)

Saat Afghanistan butuh dana untuk recovery negara-nya, China langsung kasih dana hibah dan juga pinjaman berbunga rendah. Dan ini dilakukan China setidaknya demi kepentingan geopolitik-nya. (https://www.files.ethz.ch/isn/184324/PISM%20Strategic%20File%20no%2022%20(58).pdf)

Sekarang anda coba bayangkan jika skenario China bisa sukses digelar di Afghanistan? Siapa yang bakal ‘gigit jari’ kemudian karena nggak dapat apa-apa?

Pikir-pikir, yang paling mungkin dilakukan AS adalah buat skenario untuk membuat proyek-proyek strategis China bakal terhambat, syukur-syukur bisa dihentikan. Makanya Ghosh bisa buat ‘prediksi’ seperti itu.

Apa instrumen yang paling efektif untuk dipakai selain kekuatan proxy?

Coba anda lihat lagi ulasan saya tahun lalu, yang saya buat saat Biden terpilih sebagai presiden AS. (baca disini dan disini)

Disitu saya tulis, akan ada 2 kebijakan besar yang akan diambil Biden. Salah satunya mengaktivasi Global War on Terrorism (GWOT) yang sempat mati suri selama kepemimpinan Trump.

Dengan aktivasi tersebut, maka sebagai kebijakan turunan, kekuatan proxy bakal dihidupkan kembali guna menyukseskan program besar tersebut.

Nggak percaya?

Menanggapi rencana penarikan mundur pasukan AS di Afghanistan, serangan bom kembali mengguncang negara tersebut. (https://www.reuters.com/world/middle-east/suicide-bomber-targets-afghan-security-forces-convoy-kabul-officials-2021-04-20/)

Seakan mau bersuara: “Baiknya pasukan AS jangan ditarik dari Afghanistan.”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan manta Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!