Percontohan di China


512

Percontohan di China

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, apakah enak hidup di China sana?” tanya seorang kepada saya.

Ngejawabnya gampang.

Lihat saja bagaimana penduduk di Negeri Tirai Bambu tersebut menanggapi kebijakan Nol Kopit yang diberlakukan pemerintah pusat. Protes merebak dimana-mana sebagai bagian protes atas pemberlakuan lockdown guna menghentikan penyebaran Kopit.

Pertanyaannya: apakah Kopit bisa dibasmi dengan penerapan lockdown? Siapa juga yang mau hidup terus menerus dalam kondisi lockdown dimana-mana? (https://www.aljazeera.com/news/2022/11/27/protests-in-shanghai-as-anger-over-zero-covid-spreads-in-china)

Jadi enak tidaknya hidup di China daratan, anda bisa simpulkan sendiri.

Ada lagi data terbaru, yang mungkin bisa anda jadikan referensi mengenai kelayakan hidup di China.

Di tahun 2009 silam, pemerintah China sudah memperkenalkan sistem kredit sosial yang sifatnya terbatas, karena hanya menyangkut regional tertentu. Dengan pemberlakuan sistem ini, maka tiap warga akan diberi peringkat berdasarkan perilakunya, apakah itu A, B, C hingga D. (baca disini)

Pada akhirnya, huruf yang diperoleh akan mempengaruhi akses mereka untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan izin usaha hingga mendapatkan akses untuk bersosialisasi. WN dengan grade A, akan mendapatkan privilege yang nggak akan diterima oleh WN dengan grade D. (https://nhglobalpartners.com/china-social-credit-system-explained/)

Itu bukan berita baiknya.

Pada tanggal 14 November silam, otoritas pemerintah Tiongkok merilis RUU yang mengatur pembentukkan Sistem Kredit Sosial yang akan berlaku secara nasional. Rencananya RUU ini akan memandu implementasi kodifikasi dan tata kelola masayarakat China di masa depan. (https://www.chinalawtranslate.com/en/social-credit-law/)

Ngapain pemerintah China merilis RUU Sistem Kredit Sosial?

Berdasarkan roadmap yang dimiliki pemerintah China, mereka memang sudah punya planning untuk memberlakukan Sistem Kredit Sosial (SKS) pada 2020 silam. Namun karena ketidaksiapan, infrastruktur berupa perundangan baru bisa dibuat di tahun ini.

Berdasarkan keterangan resmi pemerintah, “Perlu adanya kepercayaan publik pada pemerintah pusat, utamanya dalam memerangi korupsi, penipuan telekomunikasi, penggelapan pajak, pemalsuan produk hingga plagiarisme.”

Dengan kata lain, alasan diluncurkannya RUU SKS sebagai bagian membangun good governance untuk membangun kepercayaan publik pada pemerintah pusat. Pada gilirannya, SKS akan meminta pertanggungjawaban individu, perusahaan, lembaga hukum dan lembaga pemerintah.

Sejak diberlakukannya SKS secara regional di China pada 2009 silam, pemerintah pusat hanya punya data yang menyangkut perusahaan dan bukan individu. Data yang dikumpulkan berkaitan dengan kepatuhan perusahaan pada berbagai instansi pemerintah.

Guna mengatasi masalah ini, pemerintah melakukan trial untuk mendapatkan skor SKS yang menyasar individu. Adalah Rongcheng yang kemudian terpilih sebagai pilot project city di tahun 2013. Disini, pada awalnya setiap WN diberi SKS 1000 point. Point tersebut bisa naik atau turun, tergantung perbuatan baik/buruk yang mereka hasilkan kelak. (http://www.rongcheng.gov.cn/attach/0/43638451d50b4246b409225e76356f92.pdf)

Misalnya nih, jika seseorang ketahuan menyebarkan informasi yang ‘berbahaya’ pada media sosial WeChat, ini akan mengurangi point mereka sebanyak 50 point. Sebaliknya, jika seseorang berhasil menjadi pemenang kompetisi olahraga, dia akan mendapatkan tambahan 40 point.

Dan jika seorang penduduk kehilangan 950 point dalam rentang waktu 3 minggu, dia akan kesulitan mendapatkan akses yang seharusnya bisa didapatkan sebagai WN. Nggak bisa bepergian, salah satunya. (https://www.scmp.com/news/china/politics/article/2185303/hi-tech-dystopia-or-low-key-incentive-scheme-complex-reality)

Itu yang berlaku di Rongcheng sejak 9 tahun lalu.

Bicara banyak kekurangan, tentu iya. Tapi pemerintah pusat merasa sudah saatnya untuk memberlakukan SKS secara nasional karena 9 tahun dirasa cukup untuk membangun sistem yang lebih baik.

Apa implikasinya jika SKS diterapkan secara nasional di Tiongkok?

Tentu saja, punishment and reward diberlakukan.

Individu atau perusahaan dengan catatan kredit yang baik di semua bidang peraturan, bakalan mendapatkan perlakuan istimewa ketika berhadapan dengan pemerintah. Masuk dalam daftar prioritas mendapatkan subsidi, salah satunya.

Lalu bagaimana dengan mereka yang mendapat punishment karena nilai kreditnya jeblok?

Baik individu maupun perusahaan, akan mendapatkan hukuman yang beragam, mulai dari memajang nama mereka untuk diperlihatkan kepada publik, dilarang berpartisipasi pada penawaran pengadaan pemerintah, nggak boleh mengonsumsi barang mewah hingga tidak diperbolehkan meninggalkan negara. (https://www.chinalawtranslate.com/en/sc-punishment-list/)

Ini yang akan berlaku di China. Sekarang saya tanya: enak nggak kalo anda dikenakan SKS model di China?

Alih-alih menerapkan good governance, maka semua aktivitas warga bakal terpantau oleh negara. Jadi anda mau ngapain aja, semua bakal diawasi oleh pemerintah pusat. (https://www.technologyreview.com/2022/11/22/1063605/china-announced-a-new-social-credit-law-what-does-it-mean/)

Lalu, dimana privasi ditempatkan jika SKS diberlakukan? Apakah itu nggak melanggar prinsip demokrasi?

Lebih jauh lagi, seperti saya ucapkan berulang kali, bahwa China adalah laboratorium sosial sang Ndoro besar. Dengan kata lain, apa yang diterapkan di China bakalan diterapkan pada komunitas global. Tinggal tunggu waktu saja.

Siapkah anda?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!