Menyoal Kredit Sosial


514

Menyoal Kredit Sosial

Oleh: Ndaru Anugerah

Seseorang mengajukan kredit ke bank, namun proposalnya ditolak oleh bank tanpa merinci penyebabnya. Bisa jadi orang tersebut mengalami penolakan akibat data media sosial yang dimilikinya, yang dianggap sebagai warga ‘tidak layak’.

Di tahun 2009 silam, China meluncurkan sistem reputasi nasional, dimana sistem tersebut dirancang untuk memberi penghargaan atau hukuman kepada warga negara berdasarkan perilaku yang dibuatnya.

Pada tataran teknis, yang kedapatan berbuat baik akan mendapatkan rewards, sementara yang melakukan tindakan ‘tidak terpuji’, akan mendapat pengurangan kredit yang diberikan.

Inilah yang belakangan disebut sebagai sistem kredit sosial. (https://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:1482416/FULLTEXT01.pdf)

Apa saja yang dianggap sebagai tindakan tidak terpuji?

Macam-macam, mulai dari korupsi, mengganggu ketentraman umum, menerobos lampu merah, membatalkan reservasi hotel tanpa alasan yang jelas, hingga salah memilih jenis sampah.

Sedangkan perbuatan yang dianggap terpuji, misalnya mengikuti acara donor darah, bergabung pada acara amal hingga memberi sumbangan kepada panti jompo.

Dan jika seseorang kedapatan lebih banyak melakukan ‘pelanggaran’, maka pemerintah China nggak segan-segan menolak akses seseorang untuk mendapatkan tiket pesawat, melihat konser hingga memberikan label ‘tidak dapat dipercaya’ pada dirinya.

Kalo sudah begini, yakinlah bahwa kesulitan yang anda dapatkan dari negara, bakal menyusahkan diri anda sendiri.

Tentang sistem kredit sosial ini, bukan barang baru. Setidaknya berdasarkan survei yang dilakukan oleh pakar keamanan siber Kaspersky pada 2019 silam, dengan jelas menggambarkan bagaimana sistem kredit sosial berjalan di 21 negara. (https://www.kaspersky.com/blog/social-credits-and-security/)

Berdasarkan survei yang dilakukan Kaspersky, sebanyak 32% dari lebih 10.000 orang yang dijadikan obyek penelitian, menyatakan memiliki masalah dalam mendapatkan hipotek atau pinjaman karena aktivitas sosial media yang mereka lakukan.

Penolakan itu sendiri merupakan bagian dari sistem penilaian sosial yang digunakan pemerintah dan swasta dalam menentukan warga negara yang kredibel atau justru sebaliknya.

Pada bagian lain, Kaspersky mengungkapkan bahwa sekitar 18% responden mengakui kalo mereka memiliki masalah dalam mengakses layanan publik akibat sistem kredit yang diberlakukan.

Parahnya, kurang dari setengah responden nggak paham terhadap sistem kredit sosial yang telah diberlakukan di negaranya, yang menilai akun media sosial yang mereka miliki.

Kalo warga yang paling banyak paham soal kredit sosial, China-lah jawabannya. Sedangkan warga yang kurang ngeh atas pemberlakukan kredit sosial, adalah Jerman dan Austria.

Hal lain yang mungkin mereka nggak sadari adalah bahwa mereka bersedia membagikan profil pribadi yang dimilikinya hanya untuk mendapatkan diskon belanja online ataupun souvenir lainnya. “Recehan beud, yah?”

Dan terakhir, sebanyak 51% responden mengatakan mereka nggak merasa keberatan jikalau pemerintah atau pihak swasta memantau perilaku media sosial mereka dengan alasan menjaga keamanan publik. “Memangnya anda tahu kriteria keamanan publik?”

Pada bagian simpulan, Kaspersky mengungkapkan bahwa publik memiliki sedikit perlindungan dalam hal exposure data media sosial yang mereka miliki, alias rentan untuk disalahgunnakan.

Kaspersky menambahkan bahwa publik nggak mungkin mengetahui berapa skor kredit yang mereka peroleh berdasarkan sistem yang diberlakukan, bagaimana skor tersebut dihitung dan bagaimana melakukan koreksi jika ada kesalahan dalam memberikan penilaian.

Kalo begitu, ngapain juga mereka percaya pada sistem kredit sosial yang diberlakukan?

Terima atau tidak, sistem kredit sosial yang akan dikombinasikan dengan pengenalan wajah (face recognition) secara biometrik di bandara, kamera CCTV, drone dan pesawat pengintai lainnya, akan berdampak pada pengawasan digital pada diri mereka.

Dan memang inilah esensi dari terciptanya Smart City ataupun Digital ID yang akan dunia jelang pada beberapa tahun ke depan, dengan 5G dan 4IR sebagai penyangga utamanya. Disitulah ide penganwas digital akan menemukan pembenarannya. (baca disini dan disini)

Semoga anda sadar akan ide gila ini.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!