Menarget Houthi


509

Menarget Houthi

Oleh: Ndaru Anugerah -19012024

Pada 12 Januari 2024 silam, gabungan militer AS dan Inggris melancarkan serangan ke sasaran yang ditenggarai berafiliasi dengan milisi Houthi yang ada di Yaman. (https://www.npr.org/2024/01/12/1224564997/us-strikes-houthis-yemen)

“Serangan di Yaman diperlukan dan dilakukan secara proporsional, dan ini konsisten dengan hukum internasional,” begitu kurleb pernyataan AS.

Mengapa mereka melancarkan aksinya pada laskar Houthi yang ada di Yaman?

Karena sebelumnya pasukan Houthi telah melakukan serangan yang menyasar kapal kargo internasional dan kapal perang AS yang ada di Laut Merah.

Karena geram, Biden langsung kasih instruksi untuk melakukan serangan koalisi balasan. (https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2024/01/11/statement-from-president-joe-biden-on-coalition-strikes-in-houthi-controlled-areas-in-yemen/)

Penyataan serupa juga meluncur dari seorang David Cameron yang merupakan Menlu Inggris saat ini. “Houthi harus menghentikan serangan mereka di Laut Merah,” ungkapnya di depan Dewan Keamanan PBB. (https://www.aol.com/david-cameron-hints-britain-could-225249922.html)

Memangnya tindakan tersebut dibenarkan?

Piagam PBB sendiri dengan jelas menyatakan bahwa kekuatan militer dapat digunakan untuk melakukan pembelaan diri, seperti yang termaktub dalam Pasal 51 Piagam PBB.

Dan inipun harus mendapatkan pengesahan dari DK PBB melalui resolusi yang merujuk pada Bab VII Piagam PBB.

DK PBB sendiri telah mengeluarkan resolusi yang menuntut agar Houthi menghentikan serangan mereka terhadap pelayaran internasional yang ada di Laut Merah. Namun, resolusi tersebut tidak disahkan berdasarkan Bab VII Piagam PBB.

Dengan demikian, baik AS maupun Inggris, nggak punya wewenang sama sekali (berdasarkan hukum internasional) untuk menggelar serangan terhadap kelompok Houthi yang ada di Yaman.

Kecuali, Houthi menyerang AS maupun aset-aset yang dimilikinya secara langsung.

Apakah ada senjata yang dimiliki Houthi, secara langsung menyerang aset-aset AS yang ada di Timur Tengah atau Laut Merah?

Kan nggak ada.

Yang ada, Houthi menyerang kapal-kapal milik Israel ataupun kapal yang menuju pelabuhan yang ada di Israel. Ini dilakukan sebagai bentuk balasan atas agresi militer Israel yang dilakukan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. (https://www.bbc.com/news/world-middle-east-67614911)

Aliasnya, jika hanya kapal-kapal milik Israel yang diserang oleh kelompok Houthi, kenapa AS dan Inggris yang kebakaran jenggot dengan menggelar Operation Prosperity Guardian?

Lagian di AS sendiri, ikhwal penyerangan ke Yaman juga nggak mendapat lampu hijau dari Kongres. Namun lucunya, Biden tetap nekat melakukan itu.

“Presiden harus datang ke Kongres sebelum melancarkan serangan terhadap Houthi di Yaman dan melibatkan diri dalam konflik yang ada di Timur Tengah,” ungkap salah satu anggota Kongres dari Demokrat. (https://x.com/RoKhanna/status/1745590169493745693?s=20)

Nada serupa juga dilontarkan oleh Senator asal Republik, “Presiden Biden harus datang ke Kongres dan meminta kami (Kongres) untuk mengijinkan tindakan perang ini.” (https://x.com/RepLuna/status/1745618377505202276?s=20)

Jadi, baik kubu Republik dan Demokrat, keduanya punya satu suara yang tegas. Jika Biden mau menggelar perang, maka harus minta persetujuan Kongres terlebih dahulu.

Pertanyaannya: apakah persetujuan sudah dilontarkan?

Boro-boro. Yang ada, setuju ataupun tidak, agresi militer tetap dijalankan. Seakan konstitusi yang ada di AS nggak ada lagi fungsinya sama sekali.

Lalu apa gerangan yang membuat Biden begitu kalap, dan langsung menggelar operasi militer terhadap kelompok Houthi di Yaman?

Setidaknya ada 2 alasan.

Pertama untuk menggalakan program Biden selepas dirinya terpilih di 2020 silam, yang mengaktivasi kembali program Global War on Terrorism (GWOT) yang saat ini berubah nama menjadi OCO (Overseas Contingency Operation). (baca disini dan disini)

Singkatnya, apapun yang berbau terorisme, akan diberangus oleh administrasi Biden. Termasuk Houthi yang menjalin ‘kemitraan’ dengan Iran yang dianggap sebagai negara pemberi sponsor atas aksi terorisme oleh Gedung Putih. (https://www.brookings.edu/articles/state-sponsor-of-terror-the-global-threat-of-iran/)

Yang kedua, aksi ini merupakan rangkaian dari Perang Ukraina, hingga infasi Israel ke Jalur Gaza yang bertujuan untuk menghancurkan kondisi perekonomian global saat ini.

Sekarang coba anda jawab pertanyaan saya.

Dengan adanya perang di kawasan Laut Merah, mungkinkah ini tidak membawa dampak buruk pada jalur distribusi yang melalui wilayah tersebut? (https://www.theguardian.com/world/2024/jan/13/red-sea-crisis-could-shatter-hopes-of-economic-recovery)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!