Bagaimana AS Memecah Tiongkok (*Bagian 2)


534

Bagaimana AS Memecah Tiongkok (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama, saya telah sedikit membahas tentang peran strategis Xinjiang sebagai salah satu provinsi terbesar di China. Satu yang pasti, koridor CPEC bisa berjalan sebagai jalur distribusi minyak dari Timur Tengah, karena posisi Xinjiang-lah sebagai penyebabnya. (baca disini)

Lalu apa Xinjiang cuma sebagai penghubung dengan kawasan Timur Tengah lewat Pakistan?

Tahu wilayah Kazakhstan yang berada di Asia Tengah? Pada September 2013 silam, Xi Jinping memutuskan untuk membuka koridor ekonomi ke Asia Tengah melalui Kazakhstan. (https://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/xjpfwzysiesgjtfhshzzfh_665686/t1076334.shtml)

Memang ada apa di Kazakhstan sehingga China ngotot untuk membuka koridor ekonomi disana? Yang pasti ada mineral yang dibutuhkan oleh China, semisal: minyak, gas hingga uranium. Dan migas sudah jelas-jelas dibutuhkan China untuk mengembangkan industrinya. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1876610214017214/pdf?md5=d348ad609d885e3b2cf71ebcef1e936e&pid=1-s2.0-S1876610214017214-main.pdf)

Nggak aneh jika Tiongkok mulai merakit jalur pipa minyak Kazakhstan – China yang panjangnya mencapai 1400 mil, karena jalur pipa tersebut akan mampu menyediakan sekitar stok 20 juta ton minyak setiap tahun bagi China melalui Xinjiang, TANPA GANGGUAN AMRIK. (https://www.beltandroad.news/2020/06/29/usa-wants-to-destabilise-china-internally/)

Bukan itu saja, Rudolfo.

China juga telah membangun jalur pipa gas yang menghubungkan Asia Tengah dan China lewat Xinjiang, sejak 2007 silam. Jalur tersebut akan melewati Turkmenistan, Uzbekistan dan Kazakhstan. (https://www.cnpc.com.cn/en/CentralAsia/CentralAsia_index.shtml)

Kalo jalur ini rampung, maka kebutuhan China akan gas sebagai bahan bakar, akan bisa tercukupi lewat wilayah Asia Tengah yang kaya akan mineral tersebut. Dan rencana ini boleh dibilang tinggal tutup mata saja, mengingat semua negara di Asia Tengah (kecuali Turkmenistan) adalah anggota SCO dan AIIB yang berpusat di Beijing. (https://www.researchgate.net/publication/232855268_China’s_Role_in_Establishing_and_Building_the_Shanghai_Cooperation_Organization_SCO)

Dalam mengantisipasi rencana Tiongkok, kartu truf yang bisa dimainkan AS adalah mengaktivasi proxy yang ada di dalam negeri China, seperti organisasi teroris yang ada di Xinjiang, dengan tujuan memisahkan diri dari China. Organisasi itu adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) yang dipimpin oleh fundamentalis Uyghur yang dulunya berafiliasi dengan Al Qaeda dan Taliban. (https://link.springer.com/book/10.1007/978-3-319-54888-3)

Kasus #SAVEUYGHUR yang sempat ramai di tanah air, nggak lain adalah jaringan dia-dia juga (proxy), kalo anda mau tahu yang sebenarnya. Padahal ini nggak ada kaitannya dengan tindakan represi China terhadap agama tertentu, melainkan upaya legal pemerintah China untuk menumpas gerakan separatis BERBAJU AGAMA yang didanai AS. Itu saja.

Gak percaya?

Antara tahun 1990-2001, ETIM yang belakangan dikenal dengan nama Turkistan Islamic Party (TIP), telah menjalankan tugasnya dengan baik sebagai proxy AS, dengan melancarkan lebih dari 200 aksi terorisme yang terjadi di China, mulai dari pembunuhan di pasar, kendaraan transportasi massal dan juga menyasar para pejabat China.

Serangan terorisme yang dilancarkan TIP tersebut, sukses menewaskan puluhan orang, dan telah mendapat sokongan dana dari AS melaui CIA. (https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44000.pdf)

Bukan itu saja. Lebih dari satu dekade, NED telah mendanai kelompok separatis Xinjiang yang ada dipengasingan, seperti Uyghur American Association (UAA) yang berkantor di Washington dan World Uyghur Congress (WUC) yang berpusat di Munich.

Mereka sengaja ‘dipupuk’ oleh AS, agar tuntutan memerdekakan diri dari China kelak bisa terealisasi. “Kami menuntut Turkestan Timur merdeka, lepas dari Beijing,” begitu ungkap Erkin Alptekin selaku Penasihat Utama Kongres Uyghur Dunia. (https://www.globaltimes.cn/content/1182641.shtml)

Apakah hanya wilayah provinsi besar di China (seperti Xinjiang) yang diusik sama Amrik?

Tidak hanya itu. Semua lini yang membuka peluang Washington untuk bisa masuk dan mengintervensi kebijakan dalam negeri China, pasti akan dipakai. Salah satunya Hong Kong.

Di Hong Kong, ada masalah tentang masa lalu dengan pemerintah Tiongkok. Gesekan ini digunakan sebaik-baiknya oleh AS. Saya pernah ulas tentang hal ini. (baca disini, dan disini)

Singkatnya, demontsrasi massa di Hong Kong yang dipimpin oleh Joshua Wong, nyatanya telah mendapatkan suntikan dana jumbo sebesar USD 30 juta dari AS melalui NED. Oleh Amrik dana hibah itu diberi judul ‘Proyek Jalan Baru untuk Demokrasi dan Reformasi Politik di China’. (https://consortiumnews.com/2019/11/26/the-nature-of-the-hong-kong-protests/)

Jangan heran bila para demonstran Hong Kong kerap mengibarkan bendera dan atribut AS lainnya saat melakukan aksi, ya karena memang Mamarika-lah yang mendanai aksi protes mereka. (https://abcnews.go.com/International/exuberant-hong-kong-protesters-waving-american-flags/story?id=67371063)

Bahkan mantan presiden NED – Carl Gershman – sempat berkata, “China adalah ancaman paling serius yang dihadapi AS hari ini. Dan kita tidak boleh menyerah dan terus mendukung perubahan demokratis di China dengan cara mendukung mereka (para proxy AS).” (https://www.counterpunch.org/2018/07/06/ned-pursues-regime-change-by-playing-the-long-game/)

Saat seorang Joshua Wong terbang ke Washington dan New York pada September 2019 silam guna mendapatkan dukungan politik dari Amrik, itu wajar-wajar saja. (https://www.mintpressnews.com/hong-kong-protest-united-states-destabilize-china/261712/)

Bahkan saat Joshua Wong berteriak lantang, “Pemerintah AS harus mengeksekusi UU HAM dan Demokrasi di Hong Kong serta harus menjatuhkan sanksi tegas terhadap China”, itu juga wajar-wajar saja. Kenapa? Memang itulah fungsinya proxy alias kaki tangan AS. (https://www.washingtonpost.com/opinions/2020/05/24/this-is-final-nail-coffin-hong-kongs-autonomy/)

Selain Xinjiang dan Hong Kong, ada banyak wilayah lainnya yang sengaja dipakai AS sebagai pion untuk menghancurkan grand scenario China, Belt and Road Initiative. Ada konflik di Laut China, dan ada juga Taiwan, sebagai upaya pengepungan (containment) yang dibesut di era Bush.

Tentang itu saya pernah bahas. (baca disini)

Apakah rencana itu efektif?

Selaku analis geopolitik, saya meragukannya, mengingat China bukan musuh kaleng-kaleng bagi AS. Yang paling gampang, kita lihat saja, bagaimana akhir dari skenario Kopit yang ditujukan untuk menghambat laju BRI China. Apakah akan berakhir sukses, apa justru sebaliknya?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!