Memangnya si Kopit Ada? (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah
Berbagai postingan di laman media sosial yang membahas soal si Kopit. Seakan-akan si Kopit merupakan wabah yang benar-benar terjadi adanya.
Pertanyaannya: apakah si Kopit ada? Kalo ada, bagaimana cara membuktikannya?
Untuk mengetahui suatu wabah guna mencari faktor penyebabnya, biasa Postulat Koch (PK) yang digunakan. Misalnya nih, tetiba ada banyak orang di suatu wilayah, mati secara misterius. Maka cara untuk mengetahui penyebab kematian misterius tadi, ya dengan menggelar PK.
Ada beberapa prosedur yang dilakukan, guna mengetahui faktor penyebab kematian yang tertuang dalam PK tersebut. (baca disini)
Dan sebelum menjalani PK tadi, faktor yang diduga menyebabkan kematian harus dimurnikan terlebih dahulu. Dengan proses pemurnian dan juga melakukan PK, maka akan diketahui secara pasti apa penyebab kematian ‘misterius’ tadi.
Kenapa perlu dimurnikan?
Karena untuk memisahkan antara virus, bakteri, eksosom, jamur, dan lain sebagainya, pada sampel yang ‘diambil’ dari tubuh si korban. Bagaimana mungkin tahu penyebab kematian, tanpa proses purifikasi tersebut? Apa bisa main tebak-tebak buah manggis?
Hal ini berlaku sama pada si Kopit. Kalo sesuai dengan klaim WHO bahwa si Kopit merupakan virus penyebab plandemi saat ini, memangnya virus si Kopit sudah dimurnikan?
Mari kita lihat datanya.
Berdasarkan kronoliginya, WHO adalah lembaga pertama di dunia yang menyatakan bahwa 2019 novel coronavirus sebagai penyebab pandemi si Kopit pada Januari 2020 silam. (https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200121-sitrep-1-2019-ncov.pdf?sfvrsn=20a99c10_4)
Apakah WHO punya perincian terkait pemurnian 19-nCoV yang diklaim sebagai penyebab plandemi? Nyatanya nggak. Pemurnian dan identitas dari 19-nCoV, WHO tidak memilikinya. (https://www.eurosurveillance.org/content/10.2807/1560-7917.ES.2020.25.3.2000045)
Karena nggak tersedia data tentang pemurnian virus tersebut, WHO kemudian melakukan uji RT PCR pada virus SARS 2003 sebagai point of reference alias rujukan, guna mendeteksi fragmen genetik 19-nCoV.
Asumsinya, ada ‘kemiripan’ antara SARS 2003 dan 19-nCoV tersebut.
Terus darimana rujukan tersebut didapat WHO?
Dari otoritas China yang mengkategorikan 19-nCoV sebagai ‘MIRIP’ dengan SARS-CoV 2003 dan juga MERS. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7159299/)
Sampai disini, kita sudah bisa tarik kesimpulan bahwa hanya karena mirip, makanya 19-nCoV, kemudian diberinama SARS-CoV 2, sedangkan SARS 2003 yang mirip si Kopit, kemudian diberinama SARS-CoV-1, karena lebih dulu ada.
Aliasnya, proses pemurnian virus tidak pernah dilakukan dalam kasus plandemi ini.
Dan ajaibnya, temuan tersebut langsung disebar secara global, bahwa ada virus jenis baru yang ditemukan di China, dan diklaim sebagai penyebab penyakit yang menyerang sistem pernapasan. (https://www.nature.com/articles/s41586-020-2008-3)
Alangkah konyolnya, bukan? Masa gegara mirip, kok diklaim sebagai penyebab utamanya?
Cerita nggak berhenti sampai disitu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, langsung mengamplifikasi pengumuman yang dirilis China di akhir Januari 2020 tersebut, dengan menyatakan bahwa virus 19-nCoV telah di-isolasi lewat proses pemurnian di laboratorium. (https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/lab/grows-virus-cell-culture.html)
Bukan hanya itu, sebuah artikel yang membahas tentang isolasi virus dan juga karakteristiknya, juga tersedia secara online, guna mendukung pernyataan yang dirilis CDC. (https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/26/6/20-0516_article)
Mules nggak sih dengar klaim yang dibuat CDC? Lha wong jelas-jelas, otoritas China bilang bahwa si Kopit belum di-isolasi tapi karena faktor ‘kemiripan’, kok bisa dengan pede-nya mengklaim bahwa virus Kopit yang sudah di-isolasi sudah tersedia? Darimana asalnya, Bambang?
Dan benar saja, pada pembaruan dokumen CDC yang dirilis pada 21 Juli 2021, lembaga tersebut akhirnya mengakui bahwa ‘tidak ada isolat virus terkuantifikasi dari 2019-nCoV yang tersedia untuk digunakan CDC pada saat test dikembangkan (di Januari 2020)’. (https://www.fda.gov/media/134922/download)
Padahal saat Januari 2020, CDC dengan jumawa mengklaim bahwa mereka telah menerima specimen klinis yang dikumpulkan dari pasien AS pertama yang dilaporkan terpapar SARS-CoV-2.
Bahkan mereka bilang kalo mereka menempatkan specimen tersebut ke dalam kultur sel untuk menumbuhkan virus dalam jumlah yang cukup, sehingga dapat dengan mudah dipelajari.
Nyatanya itu hanya pepesan kosong yang nggak pernah terbukti. Makanya kemudian, pernyataan setahun yang lalu tersebut, akhirnya direvisi.
Kenapa direvisi?
Karena data isolat virus si Kopit, nyatanya nggak pernah ada.
Nah kalo nggak ada isolat virusnya, bagaimana kita tahu bahwa si Kopit itu ada dan dituding sebagai penyebab penyakit? Bagaimana dengan segala macam test yang diklaim dapat mengetahui keberadaan virus Kopit pada tubuh seseorang? Yang dideteksi, virus apa?
Dan terlebih lagi, bagaimana kita percaya bahwa pandemi ini bersifat nyata?
Lalu, bagaimana kisah kelanjutannya dengan isolat virus Kopit yang ternyata nggak ada datanya tersebut? Pada bagian kedua saya akan mengulasnya dengan lebih mendalam lagi.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Otoritas china “salah”, CDC juga “salah”. Jangan² mereka sepakat membuat sebuah plandemi bang?
Certainly