Coba Deh Evaluasi


510

Coba Deh Evaluasi

Bagaimana anda memaknai plandemi Kopit?

Saya mau tanya. Sejak awal, apa propaganda yang kerap didengung-dengungkan oleh media mainstream dalam menakut-nakuti anda?

Beragam tentunya. Dikatakan bahwa si Kopit mematikan lengkap dengan video orang yang meregang nyawa karenanya. Akibatnya orang-orang disuruh menerapkan protokol Kopit seperti memakai masker, menerapkan jarak sosial dengan tujuan membendung penyebaran si Kopit.

Nggak hanya itu, lockdown mulai diterapkan dan orang sedunia otomatis disuruh berdiam diri di rumah karena adanya hantu Kopit yang bergentayangan dan siap ‘memangsa’ siapapun yang hobi kelayapan.

“Kita harus menunggu datangnya vaksin selaku juru selamat manusia,” begitu kurleb-nya.

Itu yang terjadi dengan drama berjudul plandemi Kopit. Anda harus terima kenyataan itu.

Apakah benar si Kopit begitu mematikan seperti yang dipropagandakan?

Sedari awal saya (dan beberapa orang lainnya) menolak keras propaganda ini. Silakan anda baca jejak digitalnya. (baca disini, disini, disini dan disini)

Kini, semua yang saya nyatakan, terbukti kebenarannya.

Masker bukan hanya nggak berfungsi dalam membendung si Kopit, tapi malah membuat seseorang makin sakit. (https://www.wdef.com/can-cloth-face-masks-get-sick/)

Penerapan jarak sosial hanyalah mitos yang nggak pernah punya basis ilmiah-nya untuk bisa diaplikasikan. (https://rumble.com/v24xgn6-inventing-lockdowns-dr.-paul-e.-alexander-exposes-covid-agenda-w-dr.-kelly-.html)

Dan pemberlakuan lockdown nggak punya dampak apa-apa selain mendatangkan bencana sosial, psikologis dan ekonomi yang sangat-sangat besar bagi banyak orang. Memangnya bisnis anda bisa bangkrut saat ini apa yang menyebabkan selain karena lockdown? (https://theconversation.com/lockdown-quarantine-and-self-isolation-how-different-covid-restrictions-affect-our-mental-health-153595)

Satu yang perlu anda ketahui, bahwa plandemi Kopit bukanlah yang terakhir yang akan menimpa kita semua. Bill Gates sendiri yang menegaskan hal itu. (https://www.theguardian.com/books/2022/may/29/how-to-prevent-the-next-pandemic-by-bill-gates-review-a-germ-of-an-idea)

Jadinya, akan ada plandemi susulan berikutnya.

Untuk itu, sebelum itu terjadi, ada beberapa hal yang anda perlu evaluasi. Ini perlu anda lakukan agar anda nggak kena prank lagi akan bahaya virus ‘abal-abal’ sekelas Kopit.

Kecuali anda mau di-prank kembali.

Yang pertama, kan anda sudah tahu bahwa solusi atas semua plandemi pastinya program enjus massal. Kalo memang ini yang akan diambil, coba anda tanyakan apakah vaksinnya sudah memenuhi akidah aman dan efektif? Apakah ada data jangka panjang akan potensi bahayanya di kemudian hari? (https://tinyurl.com/2p8ean4j)

Selanjutnya, masih berkaitan dengan vaksin, berapa angka toleransi kematian yang bisa diterima, mengingat saat ini di AS saja, korban akibat vaksin Kopit telah mencapai lebih dari 34.000 orang? Itu nyawa melayang apa dianggap binatang yang nggak ada artinya? (https://openvaers.com/)

Pertanyaan selanjutnya yang bisa anda ajukan adalah apakah pemerintah punya pilihan alternatif yang didapat dari para ahli. Fakta menyatakan bahwa para penderita Kopit nyatanya menderita kekurangan vitamin D. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33512007/)

Kenapa nggak memberikan treatment berupa pembagian vitamin D secara gratis bagi warganya ketimbang menyuruh mereka untuk dienjus massal yang efek sampingnya belum bisa diantisipasi? Bukankah itu terlalu jauh?

Hal lain yang perlu dikritisi adalah saat pemberlakuan protokol Kopit. Coba anda pikir pakai nalar anda. Saat pemerintah menutup semua sekolah, namun masih membuka usaha restoran di mall, apakah itu masuk akal?

Atau saat pemerintah memberlakukan jarak sosial bagi masyarakat, namun aturan tersebut tidak berlaku saat anda naik pesawat, dimana konsistensinya? (https://jennamccarthy.com/make-it-make-sense/)

Berikutnya yang perlu dikritisi adalah saat pemerintah memberlakukan aturan wajib vaksinasi bagi warga, demi mengejar kekebalan alami. Bukankah vaksinasi terbaik adalah dengan cara menginfeksi diri sendiri dan bukan memakai vaksin buatan pabrik?

Bahkan sekelas Dr. Fauci yang menyatakan hal tersebut, jauh sebelum Kopit ada. (https://www.youtube.com/watch?v=c0SY92KgJgA)

Ini selaras dengan riset terbaru di Israel yang menyatakan bahwa infeksi Kopit yang dimiliki seseorang (vaksinasi alami), ternyata 6 kali lebih protektif daripada vaksinasi buatan. (https://www.ntd.com/natural-immunity-better-than-covid-jab-study_903024.html)

Sebaliknya, kalo memang vaksin adalah solusi atas suatu plandemi, apakah masuk akal jika data keamanannya baru bisa dirilis 75 tahun kemudian? Mengapa harus menunggu sangat lama? Apakah ini memang dilakukan untuk menutupi kesalahan fatal yang telah terjadi? (https://denvergazette.com/news/judge-scraps-75-year-fda-timeline-to-release-pfizer-vaccine-safety-data-giving-agency-eight/article_f007b8b4-ad66-59b4-a270-4709bc3e4814.html)

Dan yang terakhir perlu anda ketahui adalah bahwa dalam dunia medis ada yang namanya informed consent. Secara teknis, seseorang yang akan dikenakan tindakan medis, harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pasien atau keluarganya.

Itu berlaku hingga kini sebelum tindakan medis diambil agar seseorang tahu risiko dan manfaat pemberian treatment. Termasuk pemberian vaksin pada tubuh seseorang. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430827/)

Nyatanya, apakah informed consent telah dijalankan sesuai prosedur?

Jika tidak, ngapain kita mau jadi kelinci percobaan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!