Papua oh Papua


507

Papua Oh Papua

“Bang, gerakan Papua Merdeka, gimana tingkat keberhasilannya?” tanya seorang netizen.

Mungkin pertanyaan tersebut diluncurkan, karena berkaitan dengan kasus pilot Susi Air yang masih saja bermasalah di bumi Papua tersebut, gegara ditawan oleh laskar OPM.

Okelah, saya akan coba jawab pertanyaan tersebut.

Seperti yang kita ketahui bersama, awak pesawat milik Susi Air disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada 8 Februari silam, setelah sebelumnya mereka dipaksa mendarat di pegunungan Papua. (https://news.detik.com/berita/d-6557073/4-fakta-pesawat-susi-air-dibakar-kkb-dan-pilot-penumpang-disandera)

Pasca sukses membakar pesawat, TPNPB segera membebaskan para sandera, kecuali sang pilot Philip Mark Mertens yang berkebangsaan Selandia Baru.

“Kami hanya akan membebaskan Mertens asal otoritas Indonesia memberikan kemerdekaan penuh kepada Papua Barat,” demikian kurleb-nya. (https://en.tempo.co/read/1691224/papua-plane-hijacking-susi-air-pilots-fate-remains-unknown)

Belakangan, tuntutannya menjadi melempem, karena sang pemimpin TPNPB, Egianus Kogoya, hanya meminta tebusan uang dan senjata api sebagai imbalan atas pembebasan Mertens. (https://www.grid.id/read/043705282/batal-minta-papua-merdeka-kkb-minta-uang-dan-senjata-sebagai-syarat-pembebasan-pilot-susi-air-indonesia-setuju?page=all)

Pertanyaannya: ini pejuang apa pedagang, kok bisa tawar menawar perihal tuntutan?

Makin aneh saat ‘pemimpin’ Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, kasih statement yang membagongkan kepada publik, perihal penyanderaan Mertens.

“Kami bersimpati kepada keluarga korban dan mendukung cara damai untuk mendapatkan kedaulatan bagi Papua Barat,” demikian kurleb pernyataan Wenda. (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20230222102344-134-916250/benny-wenda-desak-opm-bebaskan-pilot-susi-air-yang-disandera)

Point yang hendak disampaikan Wenda kepada TPNPB adalah untuk segera membebaskan Mertens. Aliasnya, apa yang diperbuat TPNPB dan Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat, nggak sejalan. Satu kesana, sementara yang lain kesini. Nggak matching.

Disini saja publik bisa melihat kalo antar kelompok yang getol menyuarakan Papua merdeka, nggak berada dalam satu sekoci yang sama, a.k.a nggak kompak.

Kalo nggak seia sekata, bagaimana mungkin cita-cita Papua merdeka bisa direngkuh?

Misal-pun, cita-cita tersebut bisa diwujudkan kelak, apa yakin setelah pemerintah baru terbentuk, masing-masing kubu apa nggak bacok-bacokan dalam memperjuangkan kepentingannya?

Sebagai analis geopolitik, saya sangat menyangsikan hal ini.

Itu baru dari satu masalah.

Masalah lain justru muncul dari negara tetangga Papua Nugini. Sudah rahasia umum jika negara yang satu ini nggak menginginkan kondisi Papua Barat merdeka. (https://dunia.tempo.co/read/1152824/papua-nugini-tolak-dukung-kemerdekaan-papua-barat-ini-alasannya)

Mengapa?

Jika kondisi Papua Barat Merdeka terwujud, sangat mungkin memicu ketidak stabilan kawasan di Bumi Papua. Ketidakpastian inilah yang dihindari sebisa mungkin, karena bisa mengganggu keamanan dalam negeri Papua Nugini.

Daripada mendukung ide Papua Barat merdeka, mendingan diam saja, bukan?

Sekarang kita lihat dari perspektif dalam negeri Indonesia, yang sedari awal sangat menghendaki Papua Barat karena merupakan ladang ‘emas’ yang sangat kaya kandungan SDA-nya.

Silakan anda baca ulasan saya tentang Papua, yang sedari awal sengaja ‘diakuisisi’ oleh pemerintah Indonesia lewat skenario Act of Free Choice, karena ada kepentingan Rockefeller di dalamnya. (baca disini, disini, dan disini)

Menjadi lumrah, jika dalam rangka mempertahankan Papua Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, pemerintah Indonesia akhirnya mengembangkan wilayah ini menjadi 5 provinsi. Bukankah dengan hadirnya banyak provinsi, makin terpecah ide sentralisme Papua Barat? (https://edition.cnn.com/2022/06/30/asia/indonesia-papua-new-provinces-intl-hnk/index.html)

Itu yang pertama.

Selanjutnya, pihak Jakarta juga kerap menggalang dukungan internasional yang tujuannya menolak keras ide Papua Barat merdeka.

Dan ini membuahkan hasil saat PBB menolak keras usulan Papua Barat Merdeka di tahun 2019 silam. “Papua Barat adalah bagian integral dari NKRI,” demikian kurleb-nya. (https://wartaekonomi.co.id/read246716/tok-ini-putusan-pbb-soal-referendum-papua)

Jadilah organisasi separatis di Papua Barat, ibarat macam ompong yang nggak punya bargaining position sama sekali. Siapa yang mendukung upaya mereka?

Kalo anda gali lebih dalam lagi, organisasi separatis tersebut sengaja dibentuk sebagai tool dalam memperjuangkan kepentingan sang Ndoro besar di Bumi Cendrawasih tersebut.

Kepentingan apa?

Tentu saja sumber daya mineral yang begitu berlimpah ruah disana.

Kembali ke laptop.

Menjawab pertanyaan di awal, pastinya ini begitu retorik untuk ditanyakan.

Coba pemerintah Indonesia berani ‘mengganggu’ bisnis sang Ndoro besar yang ada di Papua, apakah situasinya nggak runyam seperti yang terjadi di 2016 silam? (https://pilkada.tempo.co/read/816353/didemo-besar-besaran-pada-4-november-ahok-saya-ikhlas)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!