Kapitalisme yang Inklusif? (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama tulisan, telah dibahas bagaimana konsepsi yang dilontarkan Prof. Friedman di dekade 1970an entang kapitalisme, ternyata berujung pada terbentuknya jurang antara si kaya dan si misqueen yang semakin lebar.
Ini bisa terjadi karena doktrin Friedman tentang mengejar keuntungan semata yang jadi rujukannya. (baca disini)
Kita juga telah bahas bagaimana akhirnya kartel Ndoro besar mengusulkan tentang konsep baru dari kapitalisme yang diberinama inclusive capitalism sebagai solusi atas masalah ketimpangan ini, yang ditakutkan akan merusak hubungan sosial dan juga lingkungan.
Menariknya inclusive capitalism berada pada segelintir golongan yang akan didaulat sebagai pengambil keputusan (stakeholders) dan bukan pemimpin yang berkuasa di suatu negara. Harapannya: kalo pemimpinnya kelak lengser, program inclusive capitalism akan tetap bisa berjalan sesuai rencana awal.
Jadi kalo di Wakanda pada sibuk teriak soal pilpres 2024, masih relevan nggak sih? Kalopun siapa yang jadi presiden nantinya, emang punya pengaruh apa? Toh jadi ‘kacung’ juga.
Apakah inclusive capitalism merupakan konsep yang baru-baru ini saja muncul semasa plandemi?
Tentu tidak.
Inclusive capitalism telah lama ada, namun memang belum dihembuskan dengan kencang karena belum menemukan moment-nya.
Adalah Henry Jackson Society (HJS) yang berada dibalik inclusive capitalism.
Berbicara pada Mei 2012 silam, Direktur HJS, Alan Mendoza mengatakan, “Masyarakat sudah mmmuak dengan sistem kapitalisme. Masalah tambah runyam saat politisi memberikan ruang bagi kapitalisme masuk ke ruang bisnis.” (http://henryjacksonsociety.org/2012/05/14/throwing-the-baby-out-with-the-bathwater/)
Jadi Mendoza mau ngomong kalo kapitalisme adalah biang masalah kerusakan yang ada di bumi. Dan jika masalah ini tidak diselesaikan, maka akan datang krisis yang tidak bisa dihindari dan menghasilkan perlawanan rakyat yang masif.
Terus jalan keluarnya apa?
“Satu-satunya solusi agar publik percaya kembali pada sistem yang ada adalah dengan membangun sistem ekonomi baru yang bisa membawa tujuan pada kemakmuran ekonomi. Dan ini hanya bisa dipimpin oleh swasta dan bukan publik (pemerintah),” ungkap Mendoza.
Itulah inclusive capitalism, dimana ke depannya pihak swasta punya kuasa lebih tinggi dari negara.
Buat anda yang belum tahu apa itu Henry Jackson Society selaku gerbong penggerak inclusive capitalism, mereka adalah lembaga think-tank yang sangat berpengaruh pada pemerintah Inggris. Satu yang pasti, mereka sangat konservatif. (https://www.theguardian.com/environment/earth-insight/2014/may/07/henry-jackson-society-neocon-militarism-mideast-oil-gas-energy)
Apa saja karya HJS?
Tahu perang Irak? (https://committees.parliament.uk/writtenevidence/1360/pdf/)
Atau ide pengawasan yang dilakukan NSA pada semua orang di dunia? (https://henryjacksonsociety.org/publications/surveillance-after-snowden-effective-espionage-in-an-age-of-transparency/)
Itu baru sedikit gagasan yang diberikan HJS. Percaya deh, masih banyak yang lainnya.
Pertanyaannya: kalo ide-ide HJS begitu ‘kontroversial’, terus saat mereka mau mengajukan ide inclusive capitalism yang katanya demi untuk kemashlatan umat manusia, anda percaya gitu?
Lanjut mang…
Karena HJS sifatnya hanya think-tank, maka butuh modal agar ide inclusive capitalism bisa jalan. Untuk ini, pimpinan kartel Ndoro besar sendiri yang kemudian campur tangan.
Berbicara di depan publik, Lady Lynn Forester de Rothschild mulai mempromosikan Henry Jackson Initiative for Inclusive Capitalism. “Saya pikir banyak anak di dunia yang nggak punya uang atau masa depan. Harapan kami lewat inisiatif ini adalah agar semua anak punya masa depan.” (http://observer.com/2012/10/lady-lynn-forester-de-rothschilds-kinder-gentler-capitalism/)
Sangat mulia sekali, Isabella!
Sejak inisiatif diumumkan kepada publik, maka di tahun 2014 konferensi pertama inclusive capitalism digelar di London. Tentu saja lewat orkestrasi EL Rothschild yang menguasai sepertiga aset yang ada di dunia. (https://www.coalitionforinclusivecapitalism.com/event/the-conference-on-inclusive-capitalism-building-value-renewing-trust-may-2014/)
Dan yang terakhir, inclusive capitalism kemudian menggandeng salah satu pemimpin spiritual dunia guna mendapatkan restu ‘Illahi’ di penghujung 2020 silam. (baca disini)
Sekarang, setelah tahu siapa pemain besarnya pada inclusive capitalism, mengapa mereka menggulirkan rencana ini?
Ini karena kapitalisme yang mereka rancang sebelumnya, sudah nggak layak pakai. Penghisapan demi penghisapan yang dilakukan oleh sistem kapitalisme yang rakus, akan berujung jatuhnya kapitalisme itu sendiri.
Krisis keuangan 2008 adalah salah satu bukti gagalnya kapitalisme. (baca disini)
Dan kini krisis keuangan global tengah menanti dipicu oleh jatuhnya Evergrande di China. (baca disini dan disini)
Singkatnya, mereka sadar bahwa krisis demi krisis akan terus terjadi dan ini nggak bisa dihindari. Makanya mereka mencoba membuat sekoci baru guna menyelamatkan diri alih-alih ingin menyelamatkan kemanusiaan.
Lantas kemana arah dari inclusive capitalism?
Tentu saja tatanan dunia baru yang ‘berkelanjutan’. (baca disini, disini dan disini)
Mau tahu apa itu berkelanjutan?
Makannya nggak boleh pakai daging, tapi pakai daging sintetis. Buah dan sayur juga serba sintetis. Anda nggak perlu bepergian untuk sekedar plesir apalagi pakai pesawat, karena itu nggak ramah lingkungan dan menyebabkan beruang kutub punah.
Dan hidup anda akan bahagia walaupun anda nggak punya apa-apa. Hebat, kan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments