Saat Semua Harus Buatan


516

Saat Semua Harus Buatan

Oleh: Ndaru Anugerah

“Mengapa saat pandemi Kopit, diskursus tentang kekebalan kawanan alami, tidak pernah mendapatkan tempat untuk dibahas?”

Hal ini menarik untuk dilontarkan, karena semua opsi untuk mengakhiri pandemi hanya terbuka bagi jalur buatan dengan cara vaksinasi. Sementara jalur alami berupa kekebalan setelah terinfeksi virus, tidak pernah dibahas sama sekali.

Padahal, bicara efektivitasnya, kekebalan alami jauh lebih baik ketimbang kekebalan buatan.

Coba anda pikir, berapa lama kekebalan buatan yang dibuat oleh vaksin bisa bekerja pada tubuh seseorang? Paling banter 6 bulan. Dan setelah itu, anda harus kembali disuntik vaksin guna menciptakan kekebalan yang sifatnya temporal.

Beda dengan kekebalan alami dari hasil infeksi yang bersifat permanen pada virus yang sama dan nggak ribet butuh suntikan vaksin secara berkala. (baca disini)

Kenapa bisa begini, ya?

Adalah seorang Jeffrey Tucker yang membongkar skenario yang dimainkan WHO dengan cara mengubah definisi tentang kekebalan kawanan. (https://www.aier.org/article/who-deletes-naturally-acquired-immunity-from-its-website/)

Jika sebelumnya WHO mendefinisikan kekebalan kawanan bisa didapat dengan cara suntik vaksin dan melalui infeksi alami dari virus. (https://www.aier.org/wp-content/uploads/2020/12/Screen-Shot-2020-12-23-at-4.42.43-PM.png)

Belakangan, definisi ini diubah.

Merujuk pada definisi yang baru, maka kekebalan kawanan hanya bisa didapat lewat cara vaksinasi. Nggak ada cara lain. Titik. (https://www.aier.org/wp-content/uploads/2020/12/Screen-Shot-2020-12-23-at-5.20.39-PM.png)

Dengan kata lain, diskursus tentang kekebalan alami nggak akan mungkin dibahas, mengingat WHO sendiri menganjurkan kepada semua negara untuk menggunakan vaksinasi sebagai solusi tunggal mengentaskan pandemi. Meskipun itu temporal saja sifatnya.

Sekarang coba ditanya, apakah vaksinasi bisa mengakhiri pandemi? Kan nggak juga. (baca disini)

Bahkan anehnya, FDA sendiri melarang dilakukannya tes pada orang yang sudah divaksinasi. (https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-brief-fda-advises-against-use-sars-cov-2-antibody-test-results-evaluate-immunity-or-protection)

Kenapa dilarang?

Karena orang yang sudah divaksinasi, nyatanya lebih rentan terhadap infeksi virus Kopit. Hal ini bisa terjadi karena vaksinasi gagal membentuk sistem imun pada tubuh manusia, sesuai yang diharapkan. (baca disini dan disini)

Kalo sudah begini, mana mau orang divaksin jika sudah tahu pokok masalahnya?

Pertanyaan penutup: bisakah scandemic berakhir dengan hanya mengandalkan pada vaksinasi semata?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Ngeri sedap Bang, membayangkan masadepa dunia ini. Orang Madura kompak gk mau prokes & vaksin , akibatnya sekarang suramadu di tutup.

error: Content is protected !!