Pemanasan Global? (*Bagian 2)


522

Pemanasan Global? (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita sudah bahas tentang isu pemanasan global yang difabrikasi oleh IPCC. Padahal ini nggak memenuhi akidah ilmiah, mengingat tanpa hadirnya data dan parameter yang jelas, tetiba proyeksi pemanasan global sudah tersedia. (baca disini)

Prof. Claudia von Werlhof juga menyatakan akibat penipisan lapisan ozon yang disebabkan radioaktivitas, dapat menyebabkan efek sesak napas, toksisitas hingga efek panas pada bumi.

Masalahnya, penipisan lapisan ozon juga membawa dampak lain. Salah satunya adalah memusnahkan banyak tanaman dan kehidupan hewan tingkat rendah, seperti serangga. Dengan berkurangnya serangga, maka rantai makanan akan terganggu eksistensinya.

Pada biota laut, penipisan lapisan ozon juga mengakibatkan banyaknya kematian pada plankton. Padahal planton merupakan pakan bagi ikan-ikan besar. Dengan absen-nya planton, bukankah berdampak pada populasi ikan besar?

Belum lagi nasib terumbu karang yang rusak dan gagal mereproduksi dirinya sendiri karena air laut yang terus memanas. Bukankah ini dapat mengancam kehidupan banyak biota laut mengingat terumbu karang adalah habitat utama mereka?

Menanggapi hal ini, Rosalie Bertell mengatakan pada tahun 2000 silam bahwa penipisan lapisan ozon sekitar 10% sudah terjadi sejak 1990an. Dan bila penipisan ini terus berlanjut menjadi 20%, maka nggak akan ada lagi pertanian yang tersisa di planet bumi karena toksisitas radiasi UV. (https://www.21cir.com/2022/11/global-war-ning-geoengineering-is-wrecking-our-planet-and-humanity-2/)

Bila anda perhatikan banyak tanaman yang gagal tumbuh saat terekspos sinar matahari secara langsung, ini bisa jadi merupakan gejala awal penipisan lapisan ozon yang teleh mencapai ambang batas 20%.

Inilah masalah utama sesungguhnya yang kini dialami bumi, toksisitas radiasi sinar matahari. Jadi bukan pemanasan global yang diklaim disebabkan oleh CO2 maupun GRK.

Parahnya, bahkan sekelas IPCC menyatakan bahwa teknologi Stratospheric Aerosol Injection (SAI) adalah salah satu solusi atas pemanasan global. (https://www.ipcc.ch/site/assets/uploads/sites/2/2022/06/SR15_Full_Report_LR.pdf)

Memangnya Stratospheric Aerosol Injection (SAI) itu apa?

Secara singkat SAI adalah teknik rekayasa cuaca dengan cara menyuntikkan aerosol ke udara untuk menghalangi sinar matahari. Dengan makin sedikitnya sinar matahari, diharapkan suhu bumi tidak akan memanas. (https://www.nasa.gov/topics/earth/features/stratospheric-aerosols.html)

Bisa dikatakan jika solusi agar bumi nggak panas, maka cara kedua yang dilakukan adalah dengan menghalangi paparan sinar matahari jatuh ke bumi.

Tentang ini saya pernah ulas dengan lengkap. (baca disini dan disini)

Masalahnya, sinar matahari sangat dibutuhkan untuk proses fotosintesis pada tumbuhan. Dengan SAI yang dikembangkan, artinya paparan matahari jadi berkurang, sehingga akan berdampak pada laju fotosintesis yang terhambat.

Yang kedua, menyangkut bahan apa yang disemprotkan ke udara. Asal tahu saja, bahan SAI macam-macam, namun yang paling banyak barium, strontium dan aluminium. Nggak selamanya zat-zat tersebut ada di udara, karena mereka akan turun ke bumi, bukan?

Dan jika zat-zat tersebut turun ke bumi terus jatuh ke lahan pertanian atau terhirup oleh manusia, apa nggak ada dampak negatifnya?

Jangan heran bila Monsanto membuat benih transgenik yang tahan terhadap aluminium, karena residu dari aerosol SAI tadi-lah penyebabnya yang mengakibatkan tanah jadi nggak subur. (https://www.ranchers.net/threads/monsanto-develops-aluminum-resistant-seeds.48644/)

Jadi ada dua masalah utama yang harusnya diantisipasi menurut Prof, Werlhof. Pertama penipisan lapisan ozon dan kedua upaya menghalangi paparan sinar matahari untuk jatuh ke bumi.

Penipisan lapisan ozon akan mengarah pada radiasi beracun dari matahari di bumi. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Marvin Herndon setidaknya telah membuktikan hal itu. (https://americanfreepress.net/respected-scientist-validates-public-concern-over-chemtrails/)

Ada yang tahu nggak tentang hal ini?

Banyak. Bahkan sekelas NASA telah mengetahui akan hal ini sejak 2007 silam. Hanya saja mereka nggak melakukan tindakan apapun untuk menutup lapisan ozon yang kian menipis. (https://www.nasa.gov/vision/earth/environment/ozone_2007.html)

Apakah ada rencana terselubung dibalik ini semua?

Disinilah menariknya ulasan yang diberikan Prof. Werlhof.

Dengan menipisnya lapisan ozon, maka akan merusak medan magnet bumi. Menjadi masuk akal jika radiasi matahari akan memicu ketidakstabilan iklim dan cuaca di bumi.

Apabila proses ketidakstabilan ini dimanipulasi dengan teknik geoengineering yang memanfaatkan gelombang elektro magnetik dari pemanas ionosfer untuk menggerakkan angin kencang, maka bukan nggak mungkin cuaca bisa ‘dibuat’ sesuai kebutuhan.

Misalnya, wilayah Arab yang kering kerontang, bisa direkayasa dengan geoengineering dan menghasilkan hujan badai bahkan salju sekalipun. Ini bukan khayalan, karena memang sudah dilakukan. (baca disini)

Tambahan lagi, dengan penggunaan SAI, maka akan banyak logam berat di atmosfer. Dampaknya tentu saja kekeringan dan panas. Ini yang terjadi saat ini.

Dengan kata lain, bukan CO2 atau pemanasan global-lah sebagai biang kerok cuaca yang mulai memanas, tapi kombinaasi radioaktivitas dan juga geoengineering yang dipakai saat ini. Singkatnya, cuaca panas bukan disebabkan aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar fosil atau CFC, melainkan karena memang sengaja diciptakan.

Kemana semua itu akan bermuara?

Tentu saja kontrol atas manusia. Bukankah depopulasi adalah tujuan utama dan yang terutama dari semuanya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!