Pandemi Dunia Maya


511

Pandemi Dunia Maya

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, bisa ulas lebih dalam lagi tentang Cyber Polygon yang rencananya digelar pada Juli mendatang oleh World Economic Forum?” tanya seorang netizen.

Tentang Cyber Polygon, saya pernah ulas dengan ringkas pada tulisan terdahulu. (baca disini)

Peretasan yang terjadi di dunia maya yang dijadikan alasan mengapa sang Ndoro melakukan simulasi tersebut. Contoh yang paling gamblang, Solarwinds. (https://www.businessinsider.com/solarwinds-hack-explained-government-agencies-cyber-security-2020-12)

Bisa anda bayangkan jika itu terjadi pada sektor publik maupun swasta, dimana jaringan internet yang diserang? Jadi secara singkat, Cyber Polygon bicara tentang pandemi, tetapi menyasar dunia maya alias cyber pandemic.

“Serangan dunia maya dengan karakteristik mirip Kopit akan menyebar dengan lebih cepat dan lebih jauh daripada virus biologis manapun serta tingkat reproduksinya 10 kali lebih besar dari virus Kopit,” ungkap WEF. (https://www.weforum.org/events/the-davos-agenda-2021/sessions/averting-a-cyber-pandemic)

Singkatnya, pandemi yang dibawa Kopit membawa pesan berarti untuk meningkatkan keamanan yang sama di bidang siber untuk meningkatkan kewaspadaan kita akan potensi pandemi dunia maya.

Lantas, bagaimana pandemi Kopit dibandingkan potensi pandemi dunia maya?

Schwab mengatakan, “Krisis Kopit dilihat sebagai gangguan kecil dibandingkan dengan serangan dunia maya dalam skala besar.”

Artinya, pandemi dunia maya akan lebih parah kerusakan yang ditimbulkan ketimbang Kopit. Kalo Kopit saja sudah buat babak belur, gimana dengan pandemi dumay dengan tingkat kerusakan 10 kali lipat?

Kok bisa?

Apa yang sekarang nggak terhubung dengan internet?

Sistem keuangan, jaringan energi, fasilitas pengolahan air, sistem IT yang dijalankan pemerintah, Internet of Things (IoT) yang dipakai untuk menjalankan sistem sensorik, infrastruktur militer dan pertahanan, transportasi hingga koneksi pembelajaran, semuanya pakai jaringan internet.

Bayangkan jika semua koneksi yang menggunakan internet jadi nggak berfungsi akibat jaringannya di-hack, apa nggak kacau jadinya?

Lantas, apa solusi yang akan ditawarkan oleh sang Ndoro besar dalam mengatasi masalah ini?

Gampang saja. Internet ditutup.

“Satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran eksponensial dari ancaman serangan dunia maya seperti Kopit, adalah dengan memutuskan sepenuhnya jutaan perangkat yang rentan satu sama lain dan dari internet,” ungkap WEF.

Cuma masalahnya, jika internet ditutp dalam sehari saja, maka akan ada potensi kerugian ekonomi secara global mencapai puluhan milyar dollar per harinya. Dengan data ini, lumrah dikatakan jika dampak kerusakan akibat pandemi dumay jauh lebih parah ketimbang pandemi si Kopit.

Ibarat buah simalakama, dimakan ibu yang mati, kalo nggak dimakan maka bapak yang akan mati. Jadi solusi yang ditawarkan WEF, bukan tanpa konsekuensi melainkan mendatangkan masalah baru, jika seandainya pandemi dumay terjadi.

Sekarang, mari kita lihat, kemana muara dari simulasi pandemi sang Ndoro.

Coba kita lihat, apa laporan dari Cyber Polygon 2020 silam. Ternyata ada 3 rekomendasi utamanya. (https://cyberpolygon.com/upload/Cyber_Polygon_report_results_2020_EN_v1_1.pdf)

Pertama, pemerintahan akan bergerak menuju skema identitas digital bersama. Jadi ID digital yang akan dicapai. (https://sociable.co/technology/your-digital-identity-used-against-you-great-reset/)

Dan ini selaras dengan agenda The Great Reset sang Ndoro, yang akan mengatur ulang dunia dengan memakai perangkat 4IR pasca pandemi Kopit. (baca disini dan disini)

Jadi, ID digital akan menyimpan semua catatan yang anda lakukan secara online, apa yang anda share di media sosial, apa situs web yang anda kunjungi, geolokasi smart-phone anda saat digunakan, SIM, kartu asuransi hingga kartu kredit. Ini semua akan terkoneksi dengan ID digital.

Anda perlu tahu, bahwa ID digital bukan barang baru bafi WEF karena sejak 2018 silam telah di-sounding. (http://www3.weforum.org/docs/WEF_INSIGHT_REPORT_Digital%20Identity.pdf)

Sekali lagi, analisa saya di awal-awal pandemi, kembali terbukti, bukan? (baca disini)

Tentang ID digital, bukan tanpa masalah. Misalkan, data anda berhasil di-hack oleh seseorang, apa nggak bisa orang tersebut memanipulasi hidup anda atau mengeksploitasi semua informasi yang anda miliki untuk rencana jahat? Kalo sudah begini, siapa yang mau bertanggungjawab?

Lantas, apa tujuan kedua?

Pandemi digital selanjutnya adalah untuk mengantisipasi ‘berita bohong’. Dan ini bisa terjadi karena mayoritas warga dunia nggak mampu berpikir kritis. ‘Bisa membaca, tapi nggak paham informasi dari bahan bacaan yang dibacanya.’  (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5102880/)

“Jika anda bicara tentang orang yang belum banyak membaca, yang otomatis pengetahuannya terbatas, maka orang tersebut lebih mudah dibodohi dan lebih siap menerima apapun yang diperintahkan kepadanya tanpa berpikir,” ungkap Vladimir Posner seorang jurnalis kawakan. (https://www.youtube.com/watch?v=FRWYEmdZ0LQ)

Sayangnya, Cyber Polygon 2020 silam tidak merekomendasikan tentang apa yang harus diambil dalam menangani pandemi dumay untuk masalah fake-news tersebut.

Tapi kalo merujuk pada Event 201 yang juga dibesut oleh WEF, maka rekomendasinya adalah ‘pemerintah perlu bermitra dengan perusahaan media sosial dan tradisional dalam melawan laju disinformasi’. (https://www.centerforhealthsecurity.org/event201/recommendations.html)

Dengan kata lain, pemerintah ‘dipaksa’ bekerjasama dengan Big Tech dan juga media mainstream, yang dibelakangnya dikendalikan oleh kartel sang Ndoro besar.

Terus, yang ketiga apa tujuannya?

Membangun kemitraan antara sektor publik dan swasta, guna menanggulangi pandemi digital yang akan menyerang komunitas global, terutama dalam mengambil langkah hukum bersama.

Tentang ide kerjasama antara sektor publik dan swasta, juga bukan barang baru bagi sang Ndoro. Sebab bagaimana mungkin program The Great Reset dapat dijalankan tanpa adanya kolaborasi tersebut? (https://www.weforum.org/agenda/2020/06/now-is-the-time-for-a-great-reset/)

Apa yang bisa disimpulkan?

Ketiga ‘rencana’ tersebut sedang dan terus akan dijalankan untuk mencapai target TGR. ID digital sedang berlangsung, fake checkers dimana-mana, dan kerjasama juga sedang dirajut. Jadi nggak ada ruang yang tersisa untuk rencana besar tersebut.

Dan bila simulasi Cyber Polygon 2021 yang berlangsung pada Juli nanti, akan membuahkan rekomendasi, maka siap-siap saja akan ada massa dimana jaringan internet akan ditutup (walaupun untuk sementara) dan anda ‘dipaksa’ untuk menumpuk bahan keperluan sehari-hari guna mengantisipasi pandemi siber tersebut.

Itu kalo yang punya uang. Nah kalo yang nggak punya uang?

Lantas, masih layakkah kita punya mimpi membangun pertumbuhan ekonomi jika terus hidup dalam bayang-bayang kendali sang Ndoro besar?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!