Menginisiasi Krisis Energi (*Bagian 2)


531

Menginisiasi Krisis Energi (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan kita sudah bahas tentang rencana pembentukkan tatanan ekonomi baru yang carbon free bakal dibuat oleh kartel sang Ndoro besar, dimana BlackRock yang didaulat sebagai eksekutornya. (baca disini)

Dan lewat surat yang dirilis oleh Fink pada Januari 2020 silam, merupakan sinyal kuat bagi semua perusahaan di dunia untuk melakukan divestasi besar-besaran di sektor minyak dan gas yang nilainya tentu saja fantastik. (https://www.blackrock.com/corporate/investor-relations/2020-larry-fink-ceo-letter)

Menjadi hal yang lumrah jika kemudian seorang Fink diberi posisi khusus pada World Economic Forum, sebagai anggota Dewan Pengawas. Tentu saja mengawasi program sang Ndoro besar. (https://www.weforum.org/press/2019/08/world-economic-forum-appoints-new-members-to-board-of-trustees/)

Kita lanjut.

Nggak butuh waktu lama bagi seorang Fink untuk menyerang bisnis minyak dan gas global, karena melalui suratnya yang dirilis pada 2021 silam Fink menyatakan dengan lugas.

“Mengingat transisi energi sangat penting bagi pertumbuhan setiap perusahaan, kami meminta setiap perusahaan untuk mengungkapkan rencana bisnis mereka yang tentu saja selaras dengan ekonomi net zero carbon,” begitu kurleb-nya. (https://www.blackrock.com/corporate/investor-relations/larry-fink-ceo-letter)

Dengan kata lain Fink mau mengatakan bahwa kemanapun BlackRock melangkah pergi, yang lain pasti akan mengikuti. Inilah cikal bakal ekonomi hijau yang akan kita jelang pada hari-hari ke depan. (https://blackrocksbigproblem.com/blackrocks-2030-interim-climate-targets/)

Sekarang bagaimana kita mengukur seberapa kuat ‘arahan’ yang diberikan Fink pada semua perusahaan global, secara khusus yang berkaitan dengan bisnis minyak dan gas.

Berdasarkan data, hanya dalam 1 tahun sejak surat Fink diluncurkan, tercatat ribuan perusahaan dari 71 negara berencana untuk melakukan divestasi di bidang minyak dan gas, yang nilainya lebih dari USD 39 trilyun. (https://www.aa.com.tr/en/energy/coal/1-485-institutions-globally-divest-from-392-trillion-worth-of-fossil-fuels/33889)

Nggak hanya itu. para investor yang sudah berinvestasi di perusahaan Big Oil dengan nilai mencapai lebih dari USD 1,4 trilyun, menuntut perusahaan untuk memberikan solusi atas rencana energi terbarukan yang tentu saja bakal mencampakkan energi berbahan bakar fosil yang digunakan saat ini.

Kalo investor sudah menuntut perusahaan agar nggak memproduksi migas lagi, perusahaan bisa apa selain menuruti keinginan ‘boss’? (https://www.worldoil.com/news/2022/12/19/investors-with-1-4-trillion-of-assets-hit-oil-companies-with-climate-resolutions/)

Dan ini makin diperparah manakala Big Money yang mengelola bisnis perbankan global sudah kasih ultimatum untuk tidak mendanai perusahaan manapun yang masih nekat memproduksi minyak dan gas sejak Desember 2022 silam. (https://electrek.co/2022/12/14/europes-largest-bank-vows-to-stop-funding-new-oil-projects-globally/)

Sekali lagi, apakah ‘arahan’ yang diberikan Larry Fink hanyalah sebatas bualan?

Tentu saja ini retorik untuk ditanyakan. Dengan semua langkah tersebut, otomatis secara perlahan tapi pasti, maka semua industri yang berkaitan dengan bisnis minyak dan gas, bakal gulung tikar secara permanen.

Ini baru perusahaan. Lalu bagaimana peran stakeholder dalam mengantisipasi arahan Fink?

Saya kasih ilustrasi sederhana.

Anda pasti tahu Joe Biden, presiden AS saat ini. Memangnya siapa yang mengusung dia menjadi presiden AS mengalahkan Trump?

“Saya disini ada untuk membantumu (menjadi presiden),” ujar Fink pada Biden. Ini terjadi di tahun 2019, jauh sebelum Biden terpilih menjadi presiden. (https://www.cnbc.com/2020/04/06/biden-donors-float-elizabeth-warren-larry-fink-others-for-key-roles.html)

Tapi sokongan ini tentu nggak gratis, karena ada agenda BlackRock yang harus dikedepankan oleh Biden saat dirinya terpilih. Salah satunya adalah agenda ekonomi hijau.

Saat Biden mengatakan kepada publik saat kampanye, “Kami akan menyingkirkan bahan bakar fosil” tentu saja ini bisa terjadi. Ya karena ada sokongan berbayar yang telah diberikan Fink. (https://www.atr.org/joe-biden-we-are-going-get-rid-fossil-fuels/)

Itu baru satu. Yang kedua, Fink juga ‘menghendaki’ agar ‘orangnya’ dapat posisi strategis dikepemimpinan Biden.

Anda pasti kenal Brian Deese yang ditunjuk sebagai Asisten Presiden dan Direktur Dewan Ekonomi Nasional, yang nggak lain adalah pion-nya Larry Fink. (https://www.nytimes.com/2020/12/03/us/politics/biden-picks-brian-deese-to-lead-national-economic-council-signaling-focus-on-climate-and-economic-recovery.html)

Dengan adanya Deese, maka semua kebijakan Biden, secara khusus yang menyasar industri migas, pasti akan didikte.

Salah satunya adalah saat Biden mengeluarkan Executive Order di Januari 2021 untuk menutup jalur pipa minyak Keystone XL yang membawa sekitar 830 ribu barrel minyak dari Kanada ke wilayah AS. (https://www.thestar.com/news/canada/2021/01/20/this-is-the-executive-order-killing-keystone-xl-citing-the-reasons-why-biden-did-it.html)

Kebijakan lainnya adalah saat Biden mengenakan hukuman denda sebesar USD 1 per ton C02 yang diberikan kepada industri minyak dan gas (belakangan dikenal sebagai Biaya Sosial Karbon), memangnya itu ide siapa? (https://www.usnews.com/news/us/articles/2022-10-21/biden-social-cost-of-carbon-climate-risk-measure-upheld-by-u-s-appeals-court)

Dan anda perlu tahu, bahwa segenap perintah eksekutif yang bakal dikeluarkan Biden, nggak perlu persetujuan Kongres untuk mensahkannya. Sangat brilian.

Sekarang saya tanya, apa implikasinya bagi industri perminyakan AS yang di tahun 2020 silam didaulat sebagai negara eksportir minyak dan gas terbesar di dunia? (https://www.forbes.com/sites/judeclemente/2020/03/22/the-us-is-becoming-the-worlds-largest-oil-and-natural-gas-exporter/)

Tentu saja ini ancaman, mengingat minyak dan gas adalah tulang punggung perekonomian global. Kalo saja AS yang selama ini berkontribusi terhadap penyediaan minyak dan gas dunia kemudian diperlakukan kebijakan ala Biden, apa nggak mengancam ketersediaan minyak dan gas yang selama ini kita gunakan sebagai energi?

Menanggapi ini, sekelas Mike Wirth selaku CEO Chevron mengatakan bahwa dirinya nggak yakin jika AS akan kembali membangun kilang minyak baru. Yang ada saja ditutup-tutupin, gimana mau bangun kilang minyak baru? (https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-06-03/chevron-ceo-warns-not-to-count-on-new-us-oil-refinery)

Berdasarkan proyeksinya, maka di tahun 2023 ini saja, ada sekitar kilang yang seharusnya memberikan kontribusi sekitar 1,7 barrel minyak per hari, bakal ditutup lagi oleh Biden dan juga rencana divestasi migas yang diusung BlackRock. (https://assets.realclear.com/files/2022/10/2058_energyinflationwasbydesign.pdf)

Kembali ke pertanyaan awal, apakah pelonggaran yang mulai dibuka disana-sini, tanda bahwa ekonomi akan membaik, jika krisis energi bakal menerpa?

Kini giliran anda yang menyimpulkan.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!