Menggoyang Kazakhstan


514

Menggoyang Kazakhstan

Oleh: Ndaru Anugerah

Tak terasa sudah genap seminggu saya tidak menulis pada blog ini karena liburan awal tahun yang saya ambil bersama keluarga. Toh, ditengah aktivitas plesiran, saya masih saja ditodong beberapa pertanyaan seputar isu geopolitik terkini. Salah satunya adalah soal Kazakhstan.

“Apa yang sebenarnya terjadi di negara Asia Tengah, bekas pecahan Soviet tersebut?” begitu kurleb-nya.

Tentang Kazakhstan, terakhir kali saya ulas pada Agustus 2021 silam, tentang rencana AS untuk mendirikan bio-lab di sana. Apa motivasi AS dibalik proyek tersebut, silakan anda baca pada link berikut. (baca disini)

Singkatnya, Kazakhstan punya arti penting bagi AS, karena letaknya yang menghubungkan China dan juga Rusia. Ini petunjuk penting yang harus anda garis bawahi.

Sekarang kita masuk ke masalahnya.

Pada minggu pertama di awal tahun ini, gelombang demonstrasi pecah di Kazakhstan. Penyebabnya adalah kenaikan harga bahan bakar cair secara ‘menakjubkan’. (https://www.aljazeera.com/news/2022/1/4/protests-erupt-in-kazakhstan-after-fuel-price-rise)

Namun karena tekanan yang cukup keras (yang mana demonstrasi telah meluas ke beberapa daerah), akhirnya pemerintah Kazakhstan melunak dan menurunkan harga bahan bakar tersebut secara drastis. (https://www.msn.com/en-xl/video/other/kazakhstan-protesters-reaction-to-the-announcement-of-lower-gas-prices/vp-AASrYA7)

Kalo tuntutannya adalah penurunan harga BBM, maka saat pemerintah menurunkan permintaan para demonstran, harusnya demonstrasi-nya ‘bubar grak’ dong? Toh yang dituntut telah dikabulkan pemerintah.

Nyatanya demonstrasi bukannya mereda, malah makin menjadi. Bahkan bandara internasional Almaty, juga diserbu para demonstran. Parahnya lagi, PM Askar Marmin yang nggak tahan terhadap tekanan tersebut, terpaksa melepaskan jabatannya. (https://www.aljazeera.com/news/2022/1/5/emergency-declared-in-kazakhstans-almaty-mangistau-amid-unrest)

Menghadapi situasi nggak menguntungkan ini, presiden Kassym Tokayev akhirnya mengeluarkan ancaman atas kelakuan ‘buruk’ yang disuguhkan para demonstran. (https://news.cgtn.com/news/2022-01-05/Kazakhstan-president-approves-the-government-s-decision-to-resign-16zh7w3Vj8s/index.html)

Bukan hanya itu, karena presiden Tokayev juga meminta bantuan mitra CSTO-nya (Collective Security Treaty Organization) dalam meredakan situasi yang mulai memanas. Tanpa berlama-lama, pasukan bantuan dari CSTO segera meluncur ke Kazakhstan.

Singkat cerita, situasi secara berangsur-angsur pulih, dan pasukan keamanan Kazakhstan kembali mendapatkan kendalinya atas kota-kota yang telah diduduki demonstran ‘bersenjata’ tersebut. (https://www.dailysabah.com/world/asia-pacific/state-of-emergency-in-kazakhstan-as-tokayev-asks-cstos-help)

Dari sini saja kita bisa dapat gambaran, bahwa aksi demonstrasi dengan tuntutan menurunkan harga BBM, hanyalah dalih semata. Bukan itu tujuan utamanya?

Lalu apa? Dan siapa yang memancing di air keruh?

Kita lihat dalam konteks geopolitiknya.

Sudah saya katakan di awal bahwa Kazakhstan adalah negara Asia Tengah yang menjadi penghubung Rusia dan China (dengan titik masuk di wilayah Xin Jiang). Ini point pentingnya.

Dengan mengguncang wilayah ini, maka ada keuntungan yang bisa dipetik dari dalang pencipta kekacauan. Syukur-syukur jika kekacauan ini melebar ke negara-negara Asia Tengah lainnya. Dan anda nggak perlu berpikir keras untuk tahu siapa dalangnya, bukan?

Siapa yang berkepentingan atas wilayah Asia Tengah?

Tentu saja AS. Dengan hengkangnya AS dari Afghanistan sejak awal 2021 silam, ada kekosongan kekuasaan-nya, utamanya di kawasan Asia Tengah. Menjadi wajar jika AS berencana mengisi kekosongan ini. (https://carnegiemoscow.org/commentary/84685)

Dalam menjalankan aksinya, AS nggak sendirian mengingat ada Turki yang dijadikan rekanan. Sangat lumrah Turki diajak untuk berkongsi, mengingat mayoritas penduduk Kazakhstan adalah muslim. Mengajak Turki dalam berduet adalah langkah yang sangat realistis.

Di sisi lainnya, Turki yang punya ide untuk memperluas kekuasaannya di Asia Tengah dalam mewujudkan pan-Turkinya, jelas bersemangat menyambut ‘proyek’ yang ditawarkan AS. (https://www.researchgate.net/publication/333852511_Geopolitics_Identity_and_Beyond_Turkey’s_Renewed_Interest_in_the_Caucasus_and_Central_Asia)

Lalu kenapa Kazakhstan yang dijadikan proyek destabilisasi? Bukankah ada proyek bio-lab AS di negara tersebut?

Dalam konteks geopolitik, kita nggak bisa pakai kunci ‘determinasi’ semata. Ada kalanya yang awalnya kita pandang A, belakangan bukan lagi A. Ini bisa terjadi karena geopolitik itu dinamis dan memiliki kompleksitas yang ‘menawan’.

Dengan kata lain, walaupun ada fasilitas bio-lab AS di Kazakhstan, nggak serta merta bisa kita katakan bahwa Kazakhstan adalah negara ‘sekutu’ AS an sich. Nyatanya Kazakhstan juga bergabung dalam CSTO yang ada dalam ‘kendali’ Rusia.

Begitupun dengan mega proyek BRI China, yang juga memakai wilayah Kazakhstan sebagai perlintasannya. Ini saja sudah nggak sejalan dengan agenda Ndoro besar yang berencana membentuk tatanan dunia baru yang unipolar pasca plandemi Kopit. (https://www.scmp.com/economy/china-economy/article/3162581/kazakhstan-unrest-how-will-chinas-economic-interests-be)

Itu China. Lalu bagaimana dengan Rusia?

Dalam beberapa hari ke depan, akan ada pembicaraan antara Rusia dan NATO tentang status panas Ukraina. Melihat gelagatnya, NATO sepertinya nggak akan memperpanjang provokasi di sana, setelah Rusia mengeluarkan ancaman serius. (https://www.nytimes.com/2021/12/16/world/europe/ukraine-nato-russia.html)

Singkatnya, menggelar perang terbuka di Ukraina, bukan opsi yang akan diambil NATO.

Sebagai gantinya, kawasan Asia Tengah yang lebih feasible untuk ‘dimainkan’, dan Kazakhstan adalah wilayah uji cobanya. Bayangkan jika kawasan ini bisa digoyang, apa dampaknya bagi integrasi Eurasia? (baca disini)

Sebagai penutup, bagaimana nasib gerakan demonstrasi di Kazakhstan ke depannya?

Gerakan protes di Kazahstan nggak akan membuahkan hasil sesuai harapan alias ejakulasi dini, karena baik Rusia dan China nggak akan membiarkan wilayah tersebut ‘terguncang’, mengingat implikasinya akan berimbas langsung pada kedua negara tersebut.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!