Keganjilan Yang Hakiki


515

Keganjilan Yang Hakiki

Oleh: Ndaru Anugerah

“Mal**boro penuh sesak sama wisatawan, aturan physical distancing nggak lagi berlaku. Apakah ini pertanda bahwa plandemi akan berakhir?” demikian cuitan seorang netizen pada akun Twitter-nya.

Apakah benar bahwa plandemi akan berakhir seperti harapan sang netizen?

Mari kita gali lebih dalam.

Awalnya, pemerintah berencana untuk memberlakukan PPKM level 3 di seluruh wilayah saat libur Nataru berlangsung. (https://nasional.kontan.co.id/news/seluruh-indonesia-berlaku-ppkm-level-3-saat-nataru-bagaimana-aturan-perjalanan)

Aturan ini diberlakukan guna menekan laju penularan Kopit saat liburan akhir tahun.

“Sesuai arahan presiden, khusus liburan Nataru digunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk PPKM level 3 plus karena ada beberapa tambahan,” ungkap seorang menteri (18/11).

Rencananya kebijakan tersebut diterapkan pada 24 Desember hingga 2 Januari, dan ini diperkuat dengan terbitnya Inmendagri No.62 Tahun 2021.

Ajaibnya, 3 minggu setelah di-sounding oleh pemerintah, kebijakan tersebut akhirnya direvisi.

“Pemerintah memutuskan untuk tidak menerapkan PPKM level 3 saat libur Nataru di semua wilayah, melainkan akan mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku saat ini, tetapi dengan beberapa pengetatan,” ungkapnya. (5/12)

Apa alasannya?

Karena kondisi plandemi dianggap lebih baik ketimbang periode yang sama di tahun 2020 silam. Selain itu 70% penduduk Jabal sudah menerima setidaknya dosis pertama vaksin Kopit, dan 50% statusnya sudah menerima vaksin lengkap.

Meskipun PPKM level 3 nggak diberlakukan, pemerintah tetap akan memperketat pembatasan seperti pelarangan aktivitas pesta tahun baru di semua tempat keramaian. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211207100012-20-730816/ppkm-level-3-diumumkan-muhadjir-dibatalkan-jelang-nataru)

Sedangkan untuk tempat wisata akan dibuka terbatas dengan prokes ketat dan pengunjung diwajibkan menggunakan aplikasi peduli lindungi. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20211108115529-4-289776/skenario-libur-nataru-2022-tempat-wisata-dibuka-terbatas)

Jika diringkas, maka ada ketidak-konsistenan dalam menerbitkan suatu kebijakan, dari awalnya ada kemudian ditiadakan. Bukan tidak senang, tapi ada sesuatu yang ‘mengganjal’ di sana.

Bukan itu saja, ketidak-konsistenan tersebut terlihat pada praktik di lapangan.

Misalnya saat pemerintah menegaskan aturan ketat di lapangan khususnya di tempat-tempat wisata, nyatanya itu tidak dilakukan. Membaca situasi yang dipaparkan oleh netizen di awal tulisan, setidaknya dapat disimpulkan kalo nggak ada aturan jaga jarak yang seharusnya diterapkan guna menghindari kerumunan.

Bahkan saat saya berkunjung di salah satu kota di tengah Jawa, baik di hotel maupun di tempat plesiran, semua sangat longgar sifatnya. Jadi kalo ada yang mau pakai aplikasi peduli lindungi ya silakan, dan buat yang nggak berkenan ya silakan juga.

Nggak ada aturan yang ajeg.

Sekali lagi, itu bersifat suka-suka saja dan nggak ada aturan ketat sesuai klaim pemerintah diawal.

Bagi banyak orang, kebijakan ini dianggap berpihak pada rakyat, karena dapat membuka memperlancar transaksi ekonomi yang selama ini bisa dikatakan ‘mati suri’.

Dan bagi banyak orang juga beranggapan bahwa ini sinyal kuat bahwa plandemi akan segera berakhir. Lha wong semua sudah nyaris kembali seperti dulu lagi, dimana tempat-tempat wisata diserbu saat liburan akhir tahun.

Sinyal ini makin dipertegas saat pemerintah (khususnya di DKI) membuka pembelajaran tatap muka 100% meskipun pengumuman diberikan pada last minute. (https://www.liputan6.com/news/read/4849521/mulai-hari-ini-sekolah-tatap-muka-di-jakarta-digelar-100-persen)

Alasan pemberlakukan PTM 100% tanpa ujicoba terlebih dahulu dikarenakan program vaksinasi yang menyasar peserta didik telah berjalan sesuai rencana.

Aliasnya, ini semacam reward yang diberikan pemerintah karena target vaksinasi terpenuhi.

Sekali lagi, apakah ini pertanda bahwa plandemi Kopit akan segera berakhir?

Saya katakan berkali-kali, bukan pemerintah yang akan menetapkan status plandemi berakhir, tapi kartel Ndoro besar. Jadi status berakhirnya plandemi masih jauh di awang-awang. Percayalah!

Kasus di Israel mungkin adalah contoh yang paling gamblang, dimana awalnya setelah mendapatkan 2 kali enjusan, status ‘kekebalan kawanan’ mulai digadang-gadang bakal terjadi seiring banyaknya warga yang mendapatkan vaksinasi. (baca disini)

Nyatanya, itu hanya euphoria sesaat karena munculnya varian Delta mengandaskan impian negara tersebut untuk bisa terbebas dari Kopit, mengingat varian baru hanya bisa dikalahkan dengan suntikan penguat alias booster.

Atas keganjilan ini, saya memprediksi bahwa skenario yang sama akan digunakan di sini.

Apa target utamanya?

Tentu saja program booster.

Sekarang coba tanyakan, bagaimana cara terbaik agar booster dapat diterima oleh masyarakat?

Salah satu yang efektif adalah dengan cara persuasif seperti yang diambil saat libur Nataru lalu. Pesan yang disampaikan jelas: kalo mau ikutan vaksinasi, maka ‘segala kemudahan’ akan diberikan, termasuk aktivitas liburan bersama keluarga.

Dengan alasan yang sama, ke depannya pemerintah bakalan minta warganya untuk melakukan booster secara sukarela, ketimbang harus diuprak-uprak seperti tahap awal vaksinasi. Bukankah sesuatu yang dilakukan dengan ikhlas, akan jauh lebih baik?

Semoga prediksi saya tidak menemukan pembenarannya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!