Berebut Minyak Baru di Zambia (*Bagian 2)


534

Berebut Minyak Baru di Zambia (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan kita telah mengulas tentang Zambia yang menjadi wilayah ‘seksi’ yang menyediakan minyak baru bagi masa depan. Untuk alasan inilah akhirnya AS mengincar cadangan tembaga yang ada di sana dengan dalih menjalankan kerjasama militer. (baca disini)

Hal ini dilakukan setelah hadirnya pesaing AS pada Zambia. Siapa lagi kalo bukan China.

Melihat gelagatnya, Presiden Haikande Hichilema bakal memberi angin bagi masuknya AFRICOM di Zambia.

Asal tahu saja, bahwa Hichilema telah menjabat sebagai presiden pada Agustus 2021 silam, setelah sukses mengalahkan pesaingnya Edgar Lungu, yang merupakan petahana di Zambia. (https://edition.cnn.com/2021/08/24/africa/zambia-president-hichilema-inauguration-intl/index.html)

Ini cukup mengejutkan, mengingat banyak analis memprediksi bahwa Lungu bakal melanjutkan masa kepresidenannya di Zambia.

Lalu kenapa Hichilema bisa menang?

Karena janji kampanye yang dilontarkannya.

Memang apa saja janji kampanye-nya?

Banyak tentunya, Tapi yang paling penting untuk digarisbawahi adalah soal rencananya untuk melakukan penyulingan domestik, melonggarkan peraturan selain pemberian pajak yang rendah pada perusahaan pertambangan asing yang banyak beroperasi disana.

Dengan semua janji tersebut, harapannya tentu terjadinya perluasan produksi tembaga bernilai milayaran dollar di Zambia. (https://www.lusakatimes.com/2021/08/20/zambian-mines-look-to-new-leader-to-unlock-2-billion-investment/)

Siapa yang diuntungkan dengan janji yang diucapkan Hichilema?

Tentu saja investor asing yang bersiap untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya atas janji tersebut. Menjadi masuk akal jika Hichilema terpilih, karena minimal investor kakap ada di belakang dirinya saat kampanye kepresidenan.

Padahal selama ini Zambia cukup keras terhadap investor asing yang mau bermain di wilayahnya.

Siapa pemain kakap atas bisnis tembaga di Zambia?

Salah satunya adalah Barrick Gold, sebuah perusahaan yang berbasis di Kanada dan memiliki konsesi tambang Solwezi di wilayah Lumwana senilai USD 375 juta. (https://www.barrick.com/English/operations/lumwana/default.aspx)

Di belakang Barrick Gold, ada ‘pemain’ besar yang terkoneksi dengan kartel Ndoro besar, yaitu BlackRock. Perusahaan inilah yang mendukung bisnis yang dijalankan Barrick Gold. (https://money.cnn.com/quote/shareholders/shareholders.html?symb=GOLD&subView=institutional)

Sudah rahasia umum jika Larry Fink selaku CEO BlackRock, kerap mendanai AS (dari mulai presiden hingga pejabat di bawahnya), untuk mendukung perluasan AFRICOM. Apa kira-kira motif utamanya? (https://www.opensecrets.org/donor-lookup/results?name=Laurence+Fink)

Nggak hanya disitu, karena BlackRock juga merupakan investor utama pada JP Morgan Chase, yang mengoperasikan First Quantum Minerals (FMP).

Anda perlu tahu kalo FMP memiliki konsesi tambang Kansanshi sekitar 80% di Copperbelt Zambia, yang merupakan tambang tembaga terbesar di Zambia, selain tambang Sentinel yang ada di Kalumbila. (https://zimeczambia.com/interviews/first-quantum-minerals/)

Selanjutnya BlackRock juga berinvestasi pada Glencore dan Vendeta Resources yang memiliki konsesi tambang tembaga lainnya yang ada di Zambia, meskipun kedua perusahaan tersebut memiliki catatan ‘hitam’ dalam hal AMDAL dan juga perlakukan buruknya pada para pekerja tambang. (http://www.foilvedanta.org/wp-content/uploads/FV-Zambia-report1.pdf)

Dengan melihat semua fakta yang tersaji, menjadi wajar jika AS ngotot agar AFRICOM bisa dibuka dengan segera di Zambia, mengingat ada yang diincarnya. Suara Ndoro adalah suara AS juga, bukan?

Perihal ngototnya AS juga didorong oleh masuknya pesaing utama mereka di Zambia, yaitu China.

Data mengatakan bahwa Zambia adalah penerima dana yang signifikan dari mega proyek China, Belt and Road Initiative (BRI) di Afrika. (http://www.xinhuanet.com/english/2019-07/31/c_138272974.htm)

Di tahun 2018 silam, volume perdagangan kedua negara bahkan mencapai USD 5 milyar, dengan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun menyentuh angka 33,9%. (https://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/wjb_663304/zwjg_665342/zwbd_665378/t1654471.shtml)

Atas dibukanya jalur dagang, maka dipenghujung 2020, lebih dari 600 perusahaan China beroperasi di Zambia, yang mayoritas bergerak di bidang pertambangan tembaga. (https://globalriskinsights.com/2020/12/the-curse-of-the-white-elephant-the-pitfalls-of-zambias-dependence-on-china/)

Mungkin karena melihat niat baik China, Zambia akhirnya memberikan dua zona ekonomi khusus-nya dan mengijinkan penggunaan Renminbi sebagai alat transaksi pembayaran dalam melakukan perdagangan dengan Tiongkok. Jadi Dollar nggak lagi digunakan. (https://www.theatlantic.com/international/archive/2011/09/in-africa-an-election-reveals-skepticism-of-chinese-involvement/245832/)

Melihat gelagat bakal tersaing dengan China, membuat AS gelap mata. Inilah alasan utama yang membuat AS bakal membuka perwakilan AFRICOM di Zambia.

Jadi motif dibukanya cabang AFRICOM bukan soal memberikan bantuan militer pada Zambia semata, tapi dibalik itu ada motif ingin menguasai hasil tambang, khususnya tembaga.

Dan sepertinya Presiden Hichilema bakal membuka peluang bagi masuknya AS selebar-lebarnya. Alasannya pragmatis: mempertahankan posisinya sebagai presiden.

Apa mau dirinya dilengserkan oleh aksi kudeta militer yang telah mendapat ‘pelatihan’ dari AS? (https://theintercept.com/2022/01/26/burkina-faso-coup-us-military/)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!