Memang Apa Bahayanya?


514

Memang Apa Bahayanya?

Oleh: Ndaru Anugerah

Saya terharu membaca pesan-pesan yang diberikan para pembaca setia saya. Mayoritas mengucapkan rasa terima kasihnya atas informasi yang saya paparkan lewat tulisan-tulisan yang saya buat. Saya pribadi mengucapkan terima kasih atas kepercayaan anda kepada saya.

Memang sedari awal, blog ini saya buat, tujuan utamanya adalah untuk menyajikan pemberitaan secara berimbang atas informasi yang dimonopoli dan dibombardir oleh media mainstream. Harapannya anda punya informasi berimbang dan nggak berat sebelah.

Mengenai apa yang akan jadi keputusan anda setelah membaca analisa yang saya buat, itu diserahkan kepada masing-masing pribadi. Feel free dear readers. Semua nggak ada paksaan.

Kalo anda pikir analisa saya berguna, saya senang mendengarnya. Tapi, kalo anda pikir analisa saya hanya ‘sampah’ yang nggak ada gunanya, sekali lagi saya nggak memaksa anda untuk membacanya.

Kembali ke laptop…

Seorang pembaca bertanya kepada saya tentang bahaya vaksin-vaksin Big Pharma. “Memang apa bahayanya, Bang?” begitu kurleb pertanyaannya.

Ada seorang peneliti yang bernama Dr. J. Bart Classen, MD dari Classen Immunotherapies Inc. Dr. Classen melakukan penelitian tentang vaksin berbasis RNA dan hasill penelitiannya tersebut telah divalidasi oleh rekan sejawat alias peer-review dan hasilnya dipublikasi pada jurnal Scivision “Microbiology & Infectious Diseases”.

Sekedar informasi bahwa Scivision adalah jurnal ilmiah peer-review yang secara khusus membahas aspek pencegahan, diagnosis dan manajemen penyakit menular yang berhubungan dengan epidemiologi, diagnosis klinis, pengobatan dan upaya pengendalian penyakit menular.

Lalu apa judul penelitian yang dibuat oleh Dr. Classen?

Judul penelitiannya adalah ‘COVID-19 RNA Based Vaccines and the Risk of Prion Disease’ yang dirilis pada 18 Januari 2021 silam. (https://scivisionpub.com/pdfs/covid19-rna-based-vaccines-and-the-risk-of-prion-disease-1503.pdf)

Apa isi penelitian yang dilakukan Dr. Classen?

Bahwa vaksin berbasis RNA yang dikembangkan Pfizer, berpotensi menginduksi penyakit prion pada penerima vaksin. Prion sendiri merupakan kepanjangan dari Proteinaceous Infectious Particle alias kemampuan untuk memperbanyak diri dan mengirim konformasi ke protein lain.

“Urutan RNA dari vaksin serta interaksi target protein lonjakan telah dianalisis dan berpotensi mengubah protein pengikat RNA intraseluler, protein pengikat DNA TAR (TDP-43) dan Fused in Sarcoma (FUS) ke dalam konformasi prion patologis mereka,” begitu kurleb-nya.

Kalo anda baca hasilnya, ngerti nggak malah pucing pala Berbie, bukan? Ngaku deh..

Saya coba terjemahkan dengan bahasa yang sederhana. Artinya vaksin berbasis RNA dapat mengakibatkan penyakit degenerasi (turunan) dalam jangka menengah dan panjang.

Apa saja penyakit degenarasi yang mungkin ditimbulkan?

Macam-macam, mulai dari Alzheimer hingga penyakit neurologis (syaraf) lainnya. Bukan itu saja, penelitian itu juga mencatat bahwa dalak kurun waktu 3-4 tahun, seseorang rentan untuk terkena penyakit diabetes dan gangguan sistem imun dalam tubuh.

Sangat mengerikan.

Ini bisa terjadi karena vaksin yang digunakan tersebut hanya vaksin percobaan. Jadi mana ketahuan efek jangka panjangnya saat ini. (baca disini dan disini)

Dengan kata lain, vaksin Pfizer tersebut dapat mendatangkan mudaratnya ketimbang manfaatnya jika tetap nekat digunakan. ( https://rense.com/general96/are-weaponized-prions-the-secret-genocidal-Component-in-covid-19-vaccines.php?fbclid=IwAR0aZoQW6_kwv6CrDa45f71Rc3Xb0_LLKYMWLMIsh9QnT8jA-Le2b4XXWnY)

Sayangnya, di AS sendiri, vaksin-vaksin Big Pharma semisal Pfizer, Moderna dan AstraZeneca yang mengembangkan teknologi RNA, telah mendapat perlindungan hukum jika dikemudian hari vaksinnya bermasalah. (https://www.congress.gov/bill/99th-congress/house-bill/5546)

Kenapa mereka minta perlindungan hukum?

Ya karena mereka tahu akan ketidakamanan vaksin yang mereka produksi. Kalo vaksinnya aman, ngapain juga minta perlindungan hukum?

Dan dibanyak negara lainnya di dunia, Big Pharma akan meminta jaminan yang sama, jika negara tersebut menggunakan vaksin buatan mereka. (https://science.thewire.in/health/pfizer-demands-governments-gamble-with-state-assets-to-secure-vaccine-deal/)

Gilanya lagi, pemerintah Aussie malah mengeluarkan larangan kepada lembaga medis, dokter, tenaga medis, apotek dan RS untuk tidak memberitahukan kepada pasien mereka tentang merek vaksin yang mereka gunakan.

Kalo kedapatan membocorkan rahasia tersebut, maka mereka akan diganjar sanksi denda sebesar USD 880 ribu ditambah 5 tahun kurungan penjara. Warbiyasah. Masa iya disuntik pake vaksin apa kita nggak boleh tahu? (https://www.canberratimes.com.au/story/7145977/strict-vaccine-advertising-rules-dont-stop-doctors-from-having-patient-conversations-tga/)

Kenapa informasi ini penting saya sebutkan?

Setelah vaksin Sinovac diterapkan di Wakanda, apakah vaksin selanjutnya yang akan dipakai kalo bukan vaksin Big Pharma yang tentunya berbasis m-RNA?

Semoga dengan paparan yang saya berikan anda jadi sadar dengan konsekuensi yang akan anda terima jika anda memakainya kelak.

Penyesalan tidak akan ada gunanya, bukan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!