Langkah Pragmatis MBS


514

Langkah Pragmatis MBS

Oleh: Ndaru Anugerah

Ada yang berbeda di Arab Saudi saat ini, ketimbang beberapa tahun yang lalu.

Maksudnya?

Pada 2017 silam, Mohammad bin Salman (MBS) begitu menggebu-gebu untuk menyalakan api konfrontasi dengan Iran. Singkatnya, apapun yang menyinggung Iran, MBS bakal bereaksi keras. “Kami menutup kemungkinan untuk berdialog dengan Iran karena kami adalah target Iran,” pungkasnya.

MBS bahkan menuding bahwa ideologi revolusioner yang diusung pemerintah Teheran telah menutup ruang negosiasi antara kedua negara. (https://www.nytimes.com/2017/05/02/world/middleeast/saudi-arabia-iran-defense-minister.html)

Wajar jika MBS ambil sikap demikian, mengingat Trump kala itu merupakan sekutu dekatnya. Dan Trump sudah kasih ‘jaminan’ perlindungan bagi Saudi di bawah kepemimpinan MBS. (https://www.nbcnews.com/news/world/less-privileged-personal-how-u-s-saudi-ties-may-soon-n1247439)

Dengan adanya backing dari AS, siapa juga yang nggak berani bersikap frontal terhadap Iran?

Namun, roda berputar.

Di tahun 2021 ini, beda pula sikap yang diambil MBS terhadap Iran.

Lewat media, MBS mengatakan, “Kami memiliki kepentingan di Iran, begitupun sebaliknya. Dan ini perlu didorong guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan di seluruh dunia.” (https://www.dailysabah.com/world/mid-east/saudi-arabiaaspires-to-have-good-relationship-with-iran-mbs)

Pertanyaannya: mengapa sikap yang diambil MBS berubah drastis 180 derajat dari sebelumnya? Apa yang mendasari perubahan tersebut? Apakah ini hanya sandiwara?

Saya coba untuk membahasnya agar anda nggak bertanya-tanya.

Di tahun 2017, AS melalui Trump dan Jared Kushner, merupakan sekutu utama MBS. Namun sialnya, masa kepemimpinan kedua gagal diraih Trump. Akibatnya, perubahan rezim di AS mengganggu kenyamanan MBS.

Dan benar saja. Pada Februari 2021 silam, CIA sudah main tuding bahwa MBS terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. Hal yang sangat tidak diharapkan oleh seorang MBS. (https://www.nytimes.com/2021/02/26/us/politics/jamal-khashoggi-killing-cia-report.html)

Bagaimana mungkin negara yang selama ini melindunginya, justru sekarang malah membuka aib yang telah dilakukannya. (baca disini)

Sisi negatif yang diterima MBS tidak berhenti sampai disini, karena pemerintahan Biden lebih fokus pada kebijakan di China dan Rusia daripada di Timur Tengah. Dengan kata lain, Saudi nggak masuk skala prioritas bagi pemerintahan Biden. (baca disini dan disini)

Dengan ‘absen-nya’ AS pada kawasan Timur Tengah, maka otomatis Saudi kehilangan sosok ‘bodyguarg’ yang selama ini didapatnya dari Washington. Kalo misalnya Iran mencoba mendongkal kepemimpinan MBS, apa nggak runyam? Siapa yang mau kasih dukungan lagi pada diri MBS?

Pemikiran seperti itu bukan tanpa alasan.

Anda tahu Israel, bukan? Apakah mudah bagi negara Zionis tersebut untuk ‘menekuk’ Iran di kawasan Timur Tengah?

Berbagai cara telah dilakukan Israel guna menghentikan program nuklir Iran yang kerap mengganggu mimpi indah mereka. Serangan siber telah dilakukan guna menyerang program nuklir Iran, nyatanya itu nggak membuahkan hasil. (baca disini)

Kemudian yang paling gres, pakai cara kasar dengan membunuh ilmuwan top Iran yang berperan pada pengembangan nuklir, juga nggak berhasil. ‘Program’ tersebut nyatanya nggak berhenti. (https://www.middleeasteye.net/news/iran-nuclear-scientist-killed-mossad-gun)

Kalo Israel yang dipandang hebat saja bisa gagal dalam ‘menghancurkan’ Iran, bagaimana lagi dengan Saudi yang selalu berlindung di belakang pantat AS?

Belum lagi kalo kita telusuri jejak Saudi pada perang di Yaman. Sudah mati-matian mendanai perang di Yaman, nyatanya Houthi nggak bisa dikalahkan sampai saat ini.

Asal tahu saja bahwa Saudi setidaknya telah menggelontorkan dana perang di Yaman, mencapai lebih dari USD 100 milyar. (https://asiatimes.com/2021/03/bidens-yemen-stance-could-spell-the-end-for-mbs/)

Bukannya takluk, Houthi malah melakukan sejumlah serangan dengan rudal balistik dan juga drone ke Saudi. Ini sama saja mau bilang bahwa serangan udara dan pemboman besar-besaran yang dilakukan oleh Saudi kepada kelompok Houthi adalah sia-sia alias nggak efektif.

Kok bisa perlawanan Houthi demikian kuat?

Ya karena ada Iran dibelakang kelompok Houthi tersebut. (https://www.washingtonpost.com/world/2019/09/16/why-iran-is-getting-blame-an-attack-saudi-arabia-claimed-by-yemens-houthis/)

Nggak heran, selepas kepemimpinan Trump, Biden langsung koreksi status AS pada perang di Yaman, dengan mengurangi dukungannya secara signifikan. (https://www.nytimes.com/2021/02/05/world/middleeast/yemen-saudi-biden.html)

Itu dari politik. Lain lagi ceritanya dari sisi ekonomi.

Iran bisa jadi kekayaan ekonomi bisa ‘membaik’ seiring datangnya investasi China ke negara Mullah tersebut. Angkanya cukup fantastik, karena mencapai USD 500 milyar. (http://en.iwep.org.cn/papers/papers_papers/201711/W020171109398565093931.pdf)

Terbayang, jika Iran yang ekonominya akan membaik, apa itu bukan ancaman tersendiri bagi Saudi yang saat ini kepemimpinannya mulai memudar di Timteng sana?

Daripada blangsak, mending langkah pragmatis diambil, meskipun harus menjilat ludah sendiri. Dan Iran sudah kasih ‘greenlight’ atas niat baik MBS tersebut. (https://www.reuters.com/world/middle-east/iran-welcomes-saudi-arabias-change-tone-foreign-ministry-2021-04-29/)

MBS itu bukan tokoh sembarangan. Dia pandai melakukan kalkulasi politik.

Itulah mengapa dia melakukan reformasi Islam ala Wahhabi yang dulu dibesut oleh para pendahulunya guna membendung aliran Syiah di Timteng. (http://www.asianews.it/news-en/Mohammed-Bin-Salman-attempts-to-reform-Islam-53085.html)

Kenapa direformasi?

Karena, memelihara Wahhabisme itu ibarat pelihara anak buaya. Kelak anak buayanya besar dan sang tuan lengah untuk kasih makan, maka sang tuan harus siap disantap sebagai hidangan utamanya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!