Vaksin Kopit untuk Anak


516

Vaksin Kopit untuk Anak

Oleh: Ndaru Anugerah

“Anak-anak tidak boleh masuk ke mall, karena mereka belum divaksinasi,” demikian ungkap sebuah sumber di media mainstream. (https://nasional.kompas.com/read/2021/08/12/15051471/anak-di-bawah-12-tahun-dilarang-ke-mal-dan-perjalanan-domestik)

Pertanyaannya: Mengapa anak-anak nggak divaksin Kopit? Amankah vaksin Kopit bagi mereka?

Prof. Peter Doshi selaku pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Maryland sekaligus editor di British Medical Journal (BMJ) menyatakan sebaliknya. “Vaksin yang dikembangkan Pfizer hanya mencantumkan angka pengurangan risiko relatif yang terbukti nggak berguna,” begitu ungkapnya. (https://blogs.bmj.com/bmj/2020/11/26/peter-doshi-pfizer-and-modernas-95-effective-vaccines-lets-be-cautious-and-first-see-the-full-data/)

Jadi, kalo Pfizer mengklaim vaksinnya 95% efektif melawan Kopit, angka tersebut merupakan angka pengurangan risiko relatif. Justru yang diperlukan adalah angka pengurangan risiko absolut untuk mengetahui tingkat efektivitas vaksin. Ini yang nggak pernah diungkap ke publik. (baca disini dan disini)

Berdasarkan temuan tersebut, Prof. Doshi menyarankan agar anak-anak tidak disuntik vaksin Kopit, karena lebih banyak bahayanya ketimbang manfaatnya.

“2% dari anak-anak yang divaksinasi lengkap, memang terhindar dari si Kopit. Tapi 98% yang nggak divaksin, juga nggak terkena Kopit. Nah terus apa gunanya mereka divaksin?” ungkap Prof. Doshi.

Sebaliknya, berdasarkan data setidaknya ada 7 kematian anak yang berusia 12-17 tahun dan juga 271 kejadian yang dinilai serius, setelah mereka mendapatkan vaksinasi Kopit per tanggal 11 Juni 2021 silam. (https://childrenshealthdefense.org/defender/cdc-vaers-data-deaths-adverse-events-covid-vaccines-including-children/?utm_source=salsa&eType=EmailBlastContent&eId=9097f73e-c5e0-4e59-9fff-7f72a74c7cf7)

Itu point pertama.

Point kedua adalah dampak dari vaksin itu sendiri.

Merujuk pada pandemi flu babi yang terjadi pada 2009 silam, dimana banyak anak menerima suntikan vaksin Pandemrix pabrikan GSK, dampaknya baru bisa terlihat setelah 9 bulan pasca vaksinasi, dimana banyak anak mengalami narkolepsi akibat vaksin yang dipakai. (baca disini)

Kalo sudah begini, siapa yang mau tanggungjawab?

“Vaksinasi pada anak-anak sulit dibenarkan saat ini, karena biasanya mereka mengalami penyakit yang sifatnya ringan. Selain itu, penularan yang disebabkan anak-anak ke orang dewasa juga sangat terbatas. Satu yang pasti bahwa ada konsekuensi yang tidak diinginkan jika vaksinasi Kopit pada anak-anak dipaksakan,” begitu ungkap BMJ. (https://www.bmj.com/content/373/bmj.n1197)

Penelitian paling gres yang dirilis pada jurnal Toxicology Reports juga mengamini hal tersebut, bahwa risiko kesehatan yang disebabkan oleh vaksin Kopit pada anak-anak, risiko kesehatan yang ditimbulkan, terlalu besar. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S221475002100161X)

“Sebagian besar kematian resmi per kapita akibat Kopit terjadi pada orang tua dengan komorbiditas tinggi. Namun kematian per kapita terkait Kopit dapat diabaikan pada anak-anak,” demikian kurleb-nya.

Sumber lain juga menyatakan bahwa 99,995% anak-anak yang awalnya dinyatakan positif Kopit di Inggris, berhasil selamat dan tidak mengalami kematian. (https://www.researchsquare.com/article/rs-689684/v1)

Dengan kata lain, Kopit bukanlah hal yang menjadi perhatian pada anak-anak, karena risiko mereka dirawat di RS maupun meninggal karena si Kopit, nggak lebih besar ketimbang risiko yang disebabkan oleh penyakit flu musiman. (https://nymag.com/intelligencer/2021/07/the-kids-were-safe-from-covid-the-whole-time.html)

Jadi clear ya, masalahnya.

Lagian anak-anak memang nggak mudah terinfeksi virus, mengingat daya tahan tubuh mereka jauh lebih baik ketimbang orang dewasa. (baca disini dan disini)

Tapi itu bukan berita bagusnya, karena bagaimanapun caranya vaksinasi Kopit pada anak-anak, cepat atau lambat akan diberikan.

Dan alasan yang dipakai ibarat kaset kusut, “Tidak ada yang aman sampai semua orang divaksinasi, termasuk anak-anak.”

Kalo sudah main asumsi, tahi kuda dibilang rasa coklat Cadbury-pun, pasti banyak orang yang percaya.

Bukan begitu, Ondel-Ondel Monas?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!