The Big Three: Vanguard


519

The Big Three: Vanguard

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, bukankah investor institusional teratas dunia adalah Vanguard? Bisa bahas tentang hal ini?” tanya seorang di ujung sana.

Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut, silakan anda baca ulasan saya sebagai pengantar ulasan yang akan saya buat. (baca disini dan disini)

Anda perhatikan data yang saya bawa, hanya ada 3 perusahaan pengelola asset yang selalu bercokol di puncak piramida di hampir 84% kepemilikan saham pada perusahaan top dunia, yakni Vangaurd, BlackRock dan State Street. Mereka dikenal dengan istilah The Big Three.

Dari ketiganya, Vanguard yang relatif ada di posisi puncak, bukan BlackRock ataupun State Street. (https://blackrockvanguardwatch.com/)

Pertanyaan sederhana: apa itu Vanguard?

Kisah Vanguard tidak bisa lepas dari sosok John Clifton Bogle, pendirinya.

Awalnya ayah Bogle adalah orang kaya. Namun Depresi Hebat yang terjadi di 1929 selama satu dekade, telah membuat bisnis ayahnya tersebut hancur lebur. Walhasil, ayah Bogle stress berat dan menjadi pecandu alkohol hingga akhirnya bercerai dengan ibunya. (https://www.nytimes.com/2019/01/16/obituaries/john-bogle-vanguard-dead.html)

Bermodalkan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan, Bogle kecil terpaksa bekerja keras untuk menopang hidup keluarganya.

Akhirnya Dewi Fortuna berpihak pada dirinya, dimana Bogle muda yang berotak moncer, akhirnya mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di jurusan ekonomi, Universitas Princeton.

Di kampus inilah, Bogle menulis tentang tesis yang kemudian dimuat pada majalah Fortune di penghujung tahun 1949, tentang industri reksadana yang bisa membuka celah bagi pebisnis yang ada di AS. (https://boglecenter.net/wp-content/uploads/JCB_Princeton_5-04.pdf)

Tesis yang dibuat Bogle, tidak saja menghantarnya menjadi lulusan brilliant di Princeton dengan predikat Magna Cum Laude, tapi terlebih lagi menarik hati seorang Walter Morgan selaku pendiri Wellington Fund, perusahaan pertama yang bergerak di bidang reksadana di AS.

Singkat cerita, Bogle ditawari Morgan untuk bekerja pada Wellington Management Company, dan memulai karirnya disana.

Dan nggak perlu waktu lama bagi seorang cerdas seperti Bogle yang juga pekerja keras untuk menapaki jenjang karirnya. Jika di tahun 1955 Bogle berhasil menduduki posisi sebagai asisten manajer, maka 12 tahun kemudian posisi presiden perusahaan berhasil diraihnya. Dan puncaknya Bogle ditunjuk sebagai CEO pada perusahaan milik Morgan di tahun 1970.

Namun, di tahun 1966 Bogle membuat satu kesalahan fatal.

Saat itu, persaingan bisnis reksadana tumbuh pesat. Banyak perusahaan-perusahaan baru dan terbilang bonek dalam memberikan keuntungan yang lebih kompetitif ketimbang reksadana Wellington yang terbilang kurang responsif terhadap kemauan pasar. (https://archive.org/details/gogoyears00broo/page/n3/mode/1up)

Dalam mengantisipasi hal ini,, Bogle melakukan upaya merger dengan beberapa perusahaan penasihat investasi The Ivest Fund asal Boston, saat itu terbilang sedang top-topnya.

Namun, upaya merger itu terbilang kusut karena mitra bisnisnya tersebut ternyata punya visi yang berbeda dengan dirinya. Dan saat bursa saham melempem di tahun 1970an, Bogle akhirnya ditendang dari posisinya sebagai CEO pada Wellington Management Company.

Bukan Bogle namanya jika gampang putus asa. Justru ditendangnya dirinya malah mendorongnya untuk membentuk Vanguard. (https://anbhf.org/fellows/john-bogle/)

Menanggapi pemecatannya, Bogle mengajukan banding ke dewan direksi Wellington Funds, dan bandingpun didterima karena Bogle menawarkan ‘konsep baru’ bagi perusahaan yang terbilang konservatif tersebut.

Puncaknya, Bogle mendapatkan persetujuan dari dewan perusahaan Wellington untuk mengambil alih fungsi administrasi perusahaan, dengan membentuk perusahaan terpisah yang bernama Vanguard. (https://boglecenter.net/wp-content/uploads/JCB_Princeton_5-04.pdf)

Dengan terbentuknya Vanguard, secara tidak langsung Bogle merevolusi industri reksadana, dimana keuntungan tidak lagi mengalir ke perusahaan pengelola, melainkan ke dana itu sendiri. Bisa dikatakan bahwa Vanguard melakukan aktivitasnya dengan cara melakukan penghematan biaya operasional agar para pemegang sahamnya makin beroleh cuan. (https://anbhf.org/fellows/john-bogle/)

Kisah tentang Jack Bogle dalam merintis Vanguard bisa anda cari sendiri yah.

Kini, Vanguard merupakan penyedia reksa dana terbesar di dunia sekaligus penyedia dana yang diperdagangkan di bursa saham terbesar kedua setelah iShares milik BlackRock.

Dengan total asset yang dikelola mencapai lebih dari USD 7 triliun, menjadikan Vanguard sebagai investor institusional terbesar di hampir setiap perusahaan ‘penting’ yang ada di AS. (https://www.ft.com/content/3b80cd1d-8913-4019-b6aa-b6f6ddb155a5)

Perlu anda tahu, bahwa sebagai perusahaan pengelola asset, Vanguard memang nggak punya hak secara langsung dalam mengatur atau mengintervensi sebuah perusahaan.

Para pemegang saham-lah yang mempunyai kewenangan tersebut, dengan cara melakukan pemungutan suara.

Itu fakta dan benar adanya.

Dengan kata lain, Vanguard hanya menjadi penyedia bagi para pemegang saham sebuah perusahaan, untuk melakukan pemungutan suara yang akan menentukan arah kebijakan suatu perusahaan.

Pertanyaan kritisnya: apakah Vanguard hanya bertindak sebagai penyedia saja tanpa punya kekuatan lainnya, let’s say, mengatur dan ‘mengarahkan’ jalannya proses pemungutan suara yang dilakukan oleh para investor?

Penelitian yang dilakukan oleh Jan Fichtner dan diterbitkan pada 2017 silam dengan jelas menyatakan bahwa The Big Three (Vanguard, BlackRock dan State Street) menggunakan strategi pemungutan suara yang terkoordinasi, dan karenanya mengikuti strategi tata kelola perusahaan secara terpusat.

“Selain itu, The Big Three juga menggunakan ‘kekuatan tersembunyi’ melalui 2 cara. Pertama melalui keterlibatan swasta dengan manajemen perusahaan yang berinvestasi dan kedua kekuatan eksekutif yang cenderung menginternalisasi tujuan perusahaan pengelola asset,” ungkap Fichtner. (https://www.cambridge.org/core/journals/business-and-politics/article/hidden-power-of-the-big-three-passive-index-funds-reconcentration-of-corporate-ownership-and-new-financial-risk/30AD689509AAD62F5B677E916C28C4B6)

Bisa dikatakan bahwa Vanguard memiliki kekuatan ‘tersembunyi’ dalam mengarahkan jalannya pemungutan suara para pemilik saham, dalam membentuk suatu kebijakan yang diambil perusahaan tersebut.

Hal yang sama juga berlaku pada BlackRock dan juga State Street.

Jadi kalo pemegang saham mengajukan usulan pada sebuah perusahaan, namun di sisi lain Vanguard menentang resolusi tersebut (tentu saja dengan kekuatan tersembunyi yang dimilikinya), maka niscaya usulan tersebut bakal masuk kotak.

Dengan demikian anggapan naif bahwa Vanguard bersifat netral dan hanya mengelola asset tanpa memiliki keterlibatan ‘mengarahkan’ jalannya perusahaan, adalah salah besar.

Saya akhiri pembahasan saya tentang Vanguard.

Semoga anda sedikit tercerahkan.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!