Semua Wajib Disuntik


513

Semua Wajib Disuntik

Oleh: Ndaru Anugerah

“Untuk mendapatkan kekebalan kawanan (herd immunity), maka sekitar 70% populasi Wakanda wajib mendapatkan jatah vaksinasi Kopit,” begitu ungkap pejabat berwenang. Aliasnya, sekitar 181,5 juta orang akan jadi target program tersebut. (https://www.liputan6.com/global/read/4454811/meski-ada-vaksin-covid-19-pbb-nyatakan-herd-immunity-tak-mungkin-terjadi-di-2021)

Apakah benar demikian adanya, bahwa harus 70% populasi mendapatkan vaksinasi lantas kita bisa terbebas dari Kopit selamanya?

Kalo anda menjadikan Republik Wakanda sebagai rujukan dalam menganalisa, dapat kejelasan nggak yang ada anda tambah pusing. Karena bukan disana tempat ambil kebijakan.

Lalu dimana sumber utama pembuat kebijakan dunia? Tentu saja dari sang Ndoro besar sendiri.

Salah satu jubirnya adalah Dr. Klaus Schwab. Dialah sosok dibalik kebijakan The Great Reset yang akan segera warga dunia jelang, selepas pandemi ini. (baca disini dan disini)

Berbicara kepada John Defterios selaku jurnalis CNN, Schwab bilang begini, “Krisis (Kopit) ini mengajarkan gagasan saling ketergantungan kepada kita semua. Dan ini harus diterapkan pada skala global guna menanggulanginya.”

Berikutnya Schwab menambahkan, “Selama semua orang belum divaksinasi, maka nggak ada yang akan (bisa menjamin situasi) aman.” (https://twitter.com/disclosetv/status/1355211013965152256)

Selain itu, Schwab mengatakan, “Kita harus membangun kontrak sosial baru dengan mengubah pola pikir dan gaya hidup kita.”

Tentu yang dimaksud oleh Schwab adalah program The Great Reset sebagai solusi tata dunia baru yang akan menggantikan sistem lama yang telah hancur akibat Kopit. (https://www.lifesitenews.com/blogs/globalist-elites-to-gather-in-swiss-resort-town-to-plan-post-covid-great-reset)

Jadi, kata yang tepat adalah ‘SEMUA’ dan bukan 70%.

Dan tanpa vaksinasi penuh, jangan harap kata ‘kehidupan normal baru’ akan dapat dicapai. (https://straight2point.info/wp-content/uploads/2020/08/COVID-19_-The-Great-Reset-Klaus-Schwab.pdf)

Lalu bagaimana dunia akan berjalan sebelum ‘semua’ orang divaksin?

Schwab menyarankan, “Guna membatasi penyebaran virus, maka protokol seperti: pengujian yang luas, pencatatan kontak dan karantina kontak yang perpapar infeksi virus, wajib dilakukan.”

Coba deh, semua yang diucapin Schwab, bukankah sudah diikutin sama pemangku kebijakan di banyak negara di dunia, termasuk Wakanda? Sangat hebat bukan si Schwab ini, mengingat dia bukan dokter, bukan juga anggota WHO. Bahkan lebih WHO dari WHO.

Padahal kalo anda kritis, Schwab telah bertentangan dengan konsepsi awal yang dia tuangkan dalam bukunya tentang The Great Reset (TGR).

Schwab menulis bahwa pandemi Kopit bukanlah pandemi mematikan, jika dibandingkan dengan pandemi sebelumnya yang pernah ada. (https://straight2point.info/wp-content/uploads/2020/08/COVID-19_-The-Great-Reset-Klaus-Schwab.pdf)

Selanjutnya Schwab menyatakan bahwa Kopit bukan ancaman eksistensial yang akan meninggalkan jejak pada populasi dunia selama beberapa dekade.

Lantas kenapa sekarang beda lagi narasi yang dikemukakan Klaus Schwab? Kalo Kopit nggak mematikan, ngapain juga sekarang semua orang wajib disuntik vaksin?

Pertanyaan kritisnya: apakah Kopit demikian mematikan sehingga nggak ada alasan bagi semua orang untuk divaksin seperti yang dikemukakan Schwab?

Nggak juga, malah sebaliknya.

Dr. Michael Yeadon selaku mantan pejabat Pfizer mengatakan, “Kita sama sekali nggak butuh vaksin untuk mengatasi pandemi, karena pandemi ini nggak bersifat mematikan.” (https://lockdownsceptics.org/what-sage-got-wrong/)

Pendapat senada juga dikemukakan oleh pakar fisiologi molekuler dan seluler dari Universitas Stanford, Dr. Theresa Deisher, “Mengingat tingkat kematian yang sangat kecil dari si Kopit (kurang dari 1%), kita nggak membutuhkan vaksin untuk mengatasinya.” (https://www.youtube.com/watch?v=KQ3kEzHO5rQ&ab_channel=PatrickCoffin.media)

Ini sungguh masuk akal. Ngapain juga divaksin? Kecuali jika anda nggak disuntik vaksin, besoknya anda langsung mati. Kan nggak gitu kondisinya. (baca disini dan disini)

Sebaliknya kita perlu bertanya tentang efektivitas vaksinasi.

Mengapa? Ada dua alasan.

Karena vaksin yang sekarang digunakan merupakan vaksin eksperimental (alias belum produk patent). Jadi mana bisa dijadikan acuan untuk mencegah Kopit terutama pada orang-orang yang nggak bergejala. (https://www.fda.gov/media/144637/download)

Yang kedua, vaksin eksperimental tersebut hanya akan bertahan memberikan imunitas selama setahun alias nggak permanen.

Konsekuensinya dua: pertama anda akan terus menerus divaksin selama hidup anda dan kedua kalo virusnya bermutasi maka sia-sia vaksinasi yang anda telah lakukan. (https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-jpm-moderna-idUSKBN29G2SH)

Semoga anda bisa makin kritis dalam berpikir.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!