Saat Rencana Ndoro Berbalik


520

Saat Rencana Ndoro Berbalik

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana tatanan dunia ini terbentuk dan siapa yang membentuknya?

Dimulai dengan panic 1907, hingga pembentukkan The Fed. (baca disini)

Lalu pandemi besar yang terjadi disela Perang Dunia I. (baca disini)

Selanjutnya Perang Dunia II yang berujung pada terbentuknya Perang Dingin setelahnya. Dan kejatuhan blok Komunis ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin dan disintegrasi Uni Soviet di tahun 1991.

Apakah semua kejadian itu saling lepas? Satu yang pasti. Dalam konteks geopolitik, tidak ada yang kebetulan sifatnya. Semuanya by design.

Dan semua itu terkoneksi pada pihak yang sama, yaitu Ndoro besar alias elite global. Mereka-lah yang terima atau tidak terima merupakan pembentuk tatanan dunia ini.

Saat komunis Soviet selaku kondominium sang Ndoro ambruk, mereka kembali membentuk tatanan baru yang bernama globalisasi yang menyasar sektor keuangan dan industri di tahun 1992. (https://journals.sfu.ca/int_assess/index.php/iaj/article/viewFile/136/91)

“Sasaran akhir globalisasi adalah hilangnya konsep negara bangsa,” demikian ungkap Brzezinski mengutip ucapan patronnya, David Rockefeller. (https://www.newsecuritybeat.org/2010/09/u-s-v-china-the-global-battle-for-hearts-minds-and-resources/)

Pada tataran teknis, hegemoni AS menurut skenario akan dihancurkan dan digantikan oleh pemain lain. Dan itu adalah China. Setidaknya itulah rencana awal sang Ndoro.

Untuk memuluskan rencana ini, China sengaja diundang masuk WTO pada 2001. (https://www.cnn.com/2001/WORLD/asiapcf/central/11/10/china.WTO/index.html?_s=PM:asiapcf)

Apa tujuannya?

Dengan menjadi anggota WTO, China otomatis bisa mendapatkan dana investasi milyaran dollar dari perusahaan multinasional Barat. Ini akan menjadikan China sebagai ‘bengkel’ dunia selain memungkinkan terjadinya proses alih teknologi pada negara Tirai Bambu tersebut.

Masuk akal para investor akan masuk, lha TK China murah untuk buat produk yang ujungnya bisa dijual kembali ke Barat dengan harga tinggi. Ini yang mungkin bisa menjawab kenapa tingkat pertumbuhan ekonomi dan juga teknologi China menjadi demikian pesat sejak 2001. Karena ada sokongan sang Ndoro dibelakangnya.

Untuk menyokong keuangan China, bank-bank yang berafiliasi dengan sang Ndoro dikerahkan dari mulai HSBC, JP Morgan, Barclays hingga Goldman Sachs. Tujuannya satu, secara ekonomi China akan menjadi kuat.

Dengan kuatnya China pada sektor industri, teknologi dan juga ekonomi maka rencana untuk menggantikan AS dapat berjalan sesuai rencana. Dan sesuai rencana, di tahun 2012 China menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia setelah AS. (https://www.bbc.com/news/business-12427321)

Saat Xi Jinping mengambil alih PKC di Beijing pada tahun 2012, masih ada sinyal kalo China bakal bersedia menjadi ‘boneka’ sang Ndoro meskipun dengan ‘karakteristik China’. (https://journals.openedition.org/chinaperspectives/pdf/7872)

Namun semuanya berubah di tahun 2015 saat Xi Jinping mulai mengusung strategi industri nasional yang komprehensif. Proyek ini dikenal dengan nama Made in China: 2025. (https://www.cfr.org/backgrounder/made-china-2025-threat-global-trade)

Dengan kata lain, Xi punya rencana sendiri untuk membuat China sebagai pemimpin global berbasis industri maju.

Skenario tersebut jelas bertentangan dengan rencana awal sang Ndoro yang punya blueprint akan mengubah China pada 2030 berdasarkan kajian Presiden World Bank, Robert Zoellick. (https://www.worldbank.org/en/news/speech/2012/02/27/robert-zoellick-on-china-2030-report)

Bisa dikatakan, ambisi Xi Jinping mengubur rencana awal sang Ndoro pada China. Dengan kata lain, China dibawah kendali Xi, ibarat lepas kendali dan bukan lagi ‘boneka’ sang Ndoro.

Jadi teknologi super canggih yang ada di China saat ini, bukanlah hasil rencana sang Ndoro yang jelas-jelas menghendaki tatanan dunia baru.

Dengan menggagas Made in China: 2025 dikombinasi dengan mega proyek BRI, yang ada China bakal leading pada semua sektor dan semua rencana sang Ndoro bisa berantakan dibuatnya. Dan bila skenario sang Ndoro diusik, maka perang sudah terbayang di depan mata.

Dan Ndoro besar cukup tahu kelemahan China yang rentan pada sanksi perdagangan, serangan bio-teror, hingga gangguan iklim. Saat wabah belalang menghantam China pada 2020 silam, bagi yang paham konteks geopolitik pasti paham arahnya kemana. (https://www.scmp.com/news/china/society/article/3099346/crops-risk-southern-china-battles-worst-locust-infestation)

Atau saat banjir ekstrim di sepanjang Sungai Yangtze dan mengancam Bendungan Tiga Ngarai raksasa serta menghancurkan jutaan hektar lahan pertanian utama China. Apa iya gangguan bencana alam semata? (https://www.theguardian.com/world/2020/aug/20/china-three-gorges-dam-highest-level-hydro-electric-floods)

Sebaliknya China juga pegang kartu truf AS yang hanya berpatokan pada kekuatan militer semata yang konsepnya udah ketinggalan jaman.

“Perang saat ini adalah perang yang tak terbatas, yang meliputi bidang politik, ekonomi, diplomatic, budaya dan psikologis pada semua wilayah darat, laut dan udara,” demikian ungkap Mayjen Qiao Liang. (https://www.oodaloop.com/documents/unrestricted.pdf)

Dan perang tersebut sengaja ditujukan kepada AS dalam bentuk peretasan situs web, infiltrasi lembaga keuangan, penggunaan media hingga perang kota. Tujuannya memang untuk menghancurkan AS.

Apakah strategi ini berhasil?

Satu yang pasti, dimana ketergantungan ekonomi AS pada rantai pasokan China mulai dari antibiotik dasar hingga mineral tanah jarang yang vital bagi militer mereka, merupakan salah satu domain kerentanan AS.

Selaku analis, saya rada kecut jika membayangkan masa depan dunia ini ke depannya terutama selama dan pasca scamdemic nanti. Semoga analisa saya tidak sekecut racun yang diminum oleh Romeo saat mendampingi Juliet ke alam maut.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


7 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Bang, terus kenapa China dibiarkan mbalelo begitu sama ndoro besar sejak 2015, dan di akhir 2019 Kopit, seolah China ikut jadi tokoh utama membantu agenda para Tuan besar?

    Apakah itu untuk membayar sikap mbalelonya?
    Alias Ndoro besar masih pegang kendali?

    Ijin usul bang kolom komemtar dikasih link menu tersendiri, karena sering kita mau cari komentarvudah dibalas belum sama abang, susah nyarinya bang.

    Terimakasih

    1. China itu proyek Ndoro besar yang ‘gagal’ karena tidak berjalan sebagai mestinya. Makanya China diganjar Kopit di 2019 dengan harapan proyek BRI Xi Jinping gagal total. Disaat yang bersamaan Ndoro juga menggagas proyek The Great Reset sebagai solusinya. Jadi China bukan membantu Ndoro besar tapi menampik proposal yang ditawarkan sang Ndoro.

      Dan saat konferensi WEF yang dilakukan secara online kemarin, sudah menegaskan komitmen China utk mewujudkan tata dunia baru yang multipolar. Silakan baca ulang: https://ndaruanugerah.com/sekedar-pamer-program/

      Btw, usulnya bagus. Tapi ntar kita sampaikan ke web-designer kita deh.

  2. Thanks bang, yg jelas sy pembaca setia blog ab ini, kalau ada platform yg lain ttg pandangan2 abang infokanlah. Saya tak mampir.

    ?

error: Content is protected !!